Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Gde Sumarjaya Linggih mengatakan bahwa Anggota Gabungan Pengusaha Farmasi Indonesia adalah aset bangsa yang telah memproduksi 90 persen volume obat di Indonesia. Oleh sebab itu, Gabungan Pengusaha Farmasi Indonesia harus diajak berkolaborasi oleh pemerintah dalam pengadaan obat yang cukup dan tepat pilihan.
Dalam hal kesediaan obat Covid-19, Komisi VI DPR RI menilai untuk obat Covid-19 kasus ringan sampai dengan sedang, Anggota Gabungan Pengusaha Farmasi Indonesia telah mencapai kemandirian dan dapat memenuhi kebutuhan obat nasional. Sedangkan untuk obat-obatan Covid-19 gejala berat, GP Farmasi dinilai telah memproduksi sebagian besar item produk.
“(Obat Covid-19) kasus berat, Anggota Gabungan Pengusaha Farmasi Indonesia sudah produksi sebagian besar item produk,” ujarnya saat membacakan catatan rapat dengar pendapat umum dengan dengan Asosiasi Apotek Indonesia dan GP Farmasi terkait mendapatkan masukan terhadap ketersediaan obat-obat dalam rangka mengantisipasi Covid-19 varian Omicron, di Gedung Nusantara I, Senayan, Jakarta, Rabu (2/2/2022).
Demer, sapaan akrab Gde Sumarjaya menambahkan, kesulitan dalam mengikuti obat paten yang dianjurkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), telah membuat adanya monopoli perusahaan farmasi asing. Untuk itu, dalam memastikan jenis obat Covid-19 yang akan digunakan di Indonesia, diperlukan kolaborasi yang baik dari semua pihak terkait.
Terkait dengan kapasitas industri farmasi nasional yang berlebih, industri farmasi di Indonesia dinilai sanggup untuk mencapai kemandirian obat nasional. “Untuk itu, besarnya nilai investasi untuk mencapai kemandirian obat nasional, membuat semua pihak harus suportif, adaptif dan kolaboratif untuk menjamin digunakannya produk produksi dalam negeri,” tambah Demer.
Selain itu, terhadap Asosiasi Apotek Nasional, dalam rangka pelayanan obat-obatan untuk Covid-19 varian Omicron, politisi Partai Golkar ini menekankan suplai yang konsisten sangat dibutuhkan untuk menjamin kesediaan obat-obatan tersebut. Adapun golongan obat-obatan yang biasanya dibutuhkan antara lain, Obat Anti Viral, Kortikosteroid, Obat Flu, Vitamin D3 1000, Vitamin C 1000 dan Ekspektoran.
Di sisi lain, dalam hal pemantauan kesediaan obat, Asosiasi Apotek Indonesia meminta adanya pemantauan ketersediaan obat secara digital dan telefarmasi untuk dapat mengakomodir kebutuhan pasien Covid-19. “Jadi dengan adanya AI, sehingga tahu ya berapa kekurangan (obat), kapan (ketersediaan obat dibutuhkan) dan sebagainya ya pak, secara real time begitu pak ya?” imbuh Demer.
Terakhir, mengingat penyebaran dan mutasi Covid-19 sangat cepat dan kebutuhan akan obat-obatan impor yang mendesak, serta dalam mencegah permainan di jalur distribusi dan penjualan, Komisi VI mendukung upaya peningkatan peran GP Farmasi dan Asosiasi Apotek dalam menekan penyebaran Covid-19, serta mendorong GP Farmasi dan Asosiasi Apotek untuk dilibatkan dalam pengambilan kebijakan pemerintah terkait Covid-19.
“Komisi VI juga mendukung penerapan Formularium Nasional untuk ketersediaan dan penggunaan obat yang aman, berkhasiat, bermutu, terjangkau dan berbasis bukti ilmiah dalam Jaminan Kesehatan Nasional yang memberikan penguatan kepada Industri Farmasi Nasional,” tutup legislator dapil Bali tersebut. (bia/sf)