Larungan Telaga Ngebel 2025: Tradisi Budaya yang Terus Bertahan di Tengah Alam Ponorogo

Infografik: Instagram/Platform Pariwisata Ponorogo

Ponorogo, 19 Juni 2025 — Telaga Ngebel, Ponorogo, kembali menjadi pusat perhatian masyarakat dan wisatawan dengan digelarnya Larungan Telaga Ngebel 2025. Upacara adat yang akan berlangsung pada 26–27 Juni ini bukan sekadar kegiatan tahunan, tetapi juga cerminan hubungan spiritual warga dengan alam dan leluhur mereka. Dalam perayaan ini, warga akan melakukan pelarungan sesaji sebagai wujud rasa syukur dan penghormatan terhadap kekuatan alam yang dipercaya melindungi kehidupan mereka.

Larungan: Dari Tradisi Mistis Menuju Ritual Syukur

Larungan berakar dari kepercayaan masyarakat terhadap kekuatan supranatural di sekitar Telaga Ngebel. Dahulu, berbagai kejadian yang dianggap misterius mendorong warga untuk mengadakan ritual tolak bala. Seiring waktu, tradisi ini berubah menjadi ritual kolektif yang menandai rasa syukur atas hasil panen, rezeki, dan keselamatan. Kini, Larungan menjadi bagian dari penyambutan Tahun Baru Islam serta bentuk pelestarian budaya lokal.

Read More

Dua Tahapan Prosesi: Malam Satu Suro dan Pagi Satu Muharram

Seperti tahun-tahun sebelumnya, prosesi Larungan dibagi menjadi dua waktu. Pada malam 1 Suro, warga melaksanakan Larung Buceng Alit—ritual yang dilakukan secara khidmat dengan pelarungan sesaji kecil ke tengah telaga. Esok paginya, yaitu pada 1 Muharram, suasana berubah menjadi meriah dengan kehadiran atraksi budaya seperti tari gambyong, jathilan, dan pertunjukan rakyat lainnya. Puncaknya adalah pelarungan Buceng Agung, sebuah tumpeng raksasa yang menjadi simbol utama persembahan.

Ikon Tumpeng Buceng dan Kambing Kendhit

Salah satu daya tarik utama dalam tradisi ini adalah Tumpeng Buceng setinggi 2–3 meter. Dibuat dari nasi merah dan hasil bumi, tumpeng ini sebelumnya diarak keliling kawasan telaga sebelum akhirnya dilarung. Dalam ritual ini juga hadir kambing kendhit, hewan persembahan yang diyakini melambangkan kekayaan dan kemakmuran desa. Darah kambing dijadikan bagian dari sesaji, sementara dagingnya dibagikan sebagai santapan bersama.

Perpaduan Budaya, Alam, dan Kearifan Lokal

Larungan Telaga Ngebel tahun ini tidak hanya menyajikan nilai-nilai spiritual, tetapi juga menghadirkan hiburan rakyat dan kuliner tradisional yang dapat dinikmati oleh seluruh kalangan. Pesona telaga yang alami semakin memperkuat nuansa sakral sekaligus menghadirkan pengalaman wisata budaya yang lengkap bagi para pengunjung.

Bagi yang ingin mengetahui informasi lebih lengkap mengenai agenda acara dan fasilitas yang tersedia, masyarakat dapat mengakses akun media sosial resmi Dinas Pariwisata Ponorogo atau Pemerintah Desa Ngebel.

Related posts

Leave a Reply