Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi menilai kawasan konservasi rehabilitasi Elang Jawa yang berada di Taman Nasional (TN) Halimun Salak, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat, masih terjaga dengan baik. Namun agar ekosistem hutannya tetap lestari, Dedi meminta sumber pembiayaan, honor pegawai, hingga rehabilitasi lahan harus ditingkatkan. Selain itu, kawasan menuju pusat konservasi harus ditata kembali. Dan untuk mewujudkannya, seluruh pihak harus terintegrasi, termasuk pemerintah daerah di sekelilingnya.
“Landscape-nya harus diperbaiki dan perlu integrasi dengan pemerintah kabupaten baik di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Lebak, sehingga (TN Halimun) memiliki implikasi yang cukup kuat untuk pertumbuhan ekonomi sekitarnya, terutama menjual kecantikannya, bukan mengeksploitasinya,” ujar Dedi usai memimpin pertemuan Tim Kunjungan Kerja Spesifik Komisi IV DPR RI dengan jajaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) di TN Halimun Salak, Bogor, Kamis (2/9/2021).
Turut hadir, Dirjen Konservasi SDA dan Ekosistem KLHK, Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari KLHk, Kepala Dinas Kehutanan Jawa Barat dan wakil masyarakat pelaksana kegiatan konservasi di Pusat Konservasi Rehabilitasi Elang Jawa. Dedi juga menyayangkan sumber pembiayaan pemeliharaan TN Halimun masih rendah. Untuk itu ke depannya politisi Partai Golkar tersebut meminta agar anggaran pembiayaan ditambah, agar kebutuhan untuk keberlangsungan kegiatan maupun program di TN Halimun Salak tercukupi.
“Anggaran harus ditingkatkan, dan dana bagi hasilnya harus mulai ditata. Saya katakan sumber-sumber pendapatan yang bersumber dari taman nasional harus balik lagi ke taman nasional. Dan itu (dananya) besar kalau kita hitung penghasilan dari energi dan air. Jangan ada lagi yang harusnya elang-elang yang ada di wilayah konservasi diberikan makan kelinci ini hanya diberikan marmut karena keterbatasan anggaran,” tandas Dedi.
Kang Dedi, sapaan akrabnya, juga meminta agar kawasan TN Halimun Salak yang sudah alih fungsi, bisa berubah lagi menjadi kawasan taman nasional. “Kalau kemarin pernah 113.000 ribu hektar, ya ke depan bisa menjadi 140.000 ribu hektar atau 200.000 ribu hektar. Bukan hanya di sini, tapi di berbagai tempat, karena oksigen kemudian karbon sesuatu yang sangat mahal yang harus dijaga,” ungkap politisi dapil Jawa Barat VII itu. (azk/sf)