Kebijakan PPPK Selalu Jadi Beban Pemda

Anggota Komisi II DPR RI Wahyu Sanjaya menilai kebijakan menyangkut Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang dibuat pemerintah pusat selalu menjadi beban pemerintah daerah (pemda). Pasalnya, kebijakan pengangkatan dilakukan pusat, namun yang bayar gaji dibebankan ke pemda.

“Yang lucu soal PPPK. Kebijakannya yang buat pusat, yang bayar gajinya kabupaten, kota, dan provinsi. Pasti pemda ngejerit semua. Kewenangan tidak ada, kewajiban timbul. Itu jadi masalah. Kewenangan daerah sudah tidak ada. Apalagi sejak ada UU Omnibus Law,” kata Wahyu saat mengikuti rapat dengar pendapat Komisi II DPR RI secara virtual yang membahas revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (UU ASN), Senin (28/6/2021).

Baca juga  TIDAK HANYA SEKEDAR BISA, TAPI JUGA UNGGUL DI BIDANGNYA - SPESIAL INTERVIEW BRIN & MERRY RIANA

Persoalan kebijakan mengangkat PPPK untuk daerah jadi sangat krusial dan dilematik, karena ada tarik menarik kewenangan antara pusat dan daerah. Pada bagian lain, Wahyu juga mempersoalkan tes pengangkatan PPPK di daerah. Para pegawai honorer yang masuk kategori K2 tidak sama kemampuan dan latar pendidikannya. Sementara tes pengangkatannya diberlakukan sama secara nasional.

Para honorer di Papua mungkin akan kalah dengan para honorer di Jawa yang punya kemampuan dan latar pendidikan memadai. “Indeks pembangunan manusia setiap kabupaten, kota, dan provinsi itu berbeda. Bagaimana mungkin kita membuat tes yang berlaku nasional dengan tingkat pendidikan yang berbeda. Contoh, tes penerimaan PPPK untuk saudara-saudara kita di Papua. Itu jadi persoalan,” kata politisi Partai Demokrat itu.

Baca juga  Kemensos Beri Keleluasaan Pemda Usulkan Calon Penerima Bansos

Pada rapat yang dipimpin Wakil Ketua Komisi II DPR RI Syamsurizal itu, menghadirkan para pakar, praktisi, dan perkumpulan honorer K2 Indonesia untuk membincang banyak isu dan klaster dalam UU ASN. Revisi UU tersebut sudah masuk pembicaraan tingkat I. Komisi II sedang meyerap banyak perspektif untuk merumuskan kembali UU ASN. (mh/sf)