Biaya Konservasi Indonesia Terendah di Dunia

Anggota Komisi IV DPR RI Darori Wonodipuro menyampaikan, suatu kawasan hutan dianggap sah apabila sudah ada penunjukan, pengukuran, pemetaan, dan penetapannya. Kedepan terkait batas kawasan konservasi bisa menggunakan teknologi yang maju yakni menggunakan koordinat batas kawasan, dan tidak hanya terpaku pada batas patok semata.

“Oleh karenanya, dalam diskusi penyusunan (RUU Konservasi) dengan tim Panja hal tersebut perlu dimasukkan,” tutur Darori saat Rapat Dengar Pendapat Umum Komisi IV DPR RI dengan para pakar dan praktisi konservasi di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (1/7/2021).

Read More

Terkait masalah dana konservasi, Darori menyatakan bahwa biaya konservasi di Indonesia termasuk yang terendah di dunia, yakni hanya 1 dollar Amerika Serikat (AS) per hektar. Dikatakannya, di negara Malaysia dan Filipina, biaya konservasinya sudah 4 dollar AS per hektar. Apalagi kalau dibandingkan dengan negara-negara maju seperti Jepang, Korea, dan Amerika yang biaya konservasinya sudah di atas 40 dollar AS per hektar.

“Mengenai dana konservasi ini sudah kita pikirkan sejak 10 tahun yang lalu, tetapi karena pada waktu itu belum ada payung hukumnya kita ragu dan takut disalahkan. Mudah-mudahan nanti dana konservasi ini bisa dimasukkan sehingga para Bupati yang punya kawasan konservasi bisa mengelola kawasan hutan dengan  dana konservasi itu,” ucap politisi Fraksi Partai Gerindra itu.

Darori mengingatkan bahwa Undang-Undang Konservasi mempunyai keterikatan yang luas hingga dunia internasional. “Gara-gara gajah mati di perkebunan, seluruh hasil sawit kita ditolak di seluruh dunia. Undang-Undang Konservasi ini memang perlu diperbaiki agar lebih baik kedepannya,” imbuhnya.

Mengenai sumber daya genetik, Darori mengutarakan, pada periode keanggotaan DPR yang lalu sudah dibangun Undang-Undang Konservasi dan Sumber Daya Genetik, tetapi kemudian ditarik kembali oleh pemerintah melalui kementerian terkait, karena idenya berasal dari pemerintah. Yang menjadi persoalannya adalah karena setelah digabungkan ternyata 70 persen materinya menyangkut soal sumber daya genetik sedangkan Undag-Undang Konservasinya hampir hilang.

“Karena sumber daya genetik itu luas sekali. Untuk itu kami merekomendasikan, yang nanti masuk dalam UU ini hanya jenis-jenis yang dilindungi, sedangkan genetik yang tidak disebutkan dalam UU ini akan diatur dalam UU tersendiri. Harapan kami, tahun 2022 UU genetik yang diluar konservasi juga bisa menjadi prioritas,” pungkasnya. (dep/es)

Related posts

Leave a Reply