Tempe Benguk dari Kulon Progo, Langkah Inklusif Menuju  Ketahanan Pangan Indonesia

30 October 2025 – Indonesia menghadapi tantangan besar dalam mencapai ketahanan pangan yang adil dan  berkelanjutan. Sebagaimana dijelaskan dalam Undang-Undang No. 18/2012 tentang Pangan,  ketahanan pangan berarti “tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman,  beragam, bergizi, merata dan terjangkau” bagi setiap individu agar dapat hidup sehat, aktif, dan  produktif.  

Program pemberdayaan berbasis potensi lokal dan inklusif memiliki peran strategis dalam  menegakkan agenda bukan hanya produksi, tetapi juga akses, kesempatan kerja, dan keadilan  sosial. 

Read More

Dilansir dari Suaramerdeka.com, Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi, juga  menegaskan bahwa mewujudkan ketahanan pangan yang kokoh dan berkelanjutan bukan hanya  soal ketersediaan pangan dalam jumlah besar. Lebih dari itu, dibutuhkan benih yang berkualitas,  inovasi yang berkelanjutan, serta keberagaman produksi guna menghadirkan ragam pangan  bergizi, terjangkau, dan berkesinambungan bagi seluruh masyarakat. 

Secercah Harapan Dari Sebutir Biji Koro Benguk 

Di tengah tantangan krisis pangan dan ketimpangan ekonomi, muncul secercah harapan dari  sebuah desa di Kulon Progo. Sebuah kelompok difabel yang tergabung dalam Kelompok Difabel  Kalurahan (KDK) Santika membuktikan bahwa keterbatasan bukan penghalang untuk berdaya.  Bersama BSI Maslahat, mereka mengubah biji koro benguk menjadi tempe dan keripik bergizi  bernama Mucuna Chips. Dari dapur sederhana di Dusun Tegowanu, mereka menanam  keyakinan bahwa ketahanan pangan bisa lahir dari tangan siapa saja, termasuk dari mereka yang  kerap terpinggirkan. 

KDK Santika berdiri pada tahun 2022 dan mulai mengembangkan usaha benguk pada 2023.  Santika sendiri berarti Sanajan Alpita Nir Tikel Ing Kaliagung, yang dalam bahasa Jawa bermakna  “meski memiliki kekurangan tetap bermanfaat di Kaliagung.” Filosofi ini menjadi ruh perjuangan  kelompok difabel yang beranggotakan 10 keluarga atau 34 jiwa. Bagi mereka, benguk bukan  sekadar bahan pangan lokal, melainkan simbol semangat untuk tetap berdaya dan bermanfaat  bagi lingkungan. 

Program ini merupakan bagian dari pilar Mitra Umat BSI Maslahat yang berfokus pada  pemberdayaan UMKM dan desa. Melalui dukungan pelatihan, sarana usaha, dan jejaring  pemasaran, BSI Maslahat membuka peluang bagi anggota KDK Santika untuk mengelola usaha  mereka secara mandiri. Kini, pendapatan rata-rata penerima manfaat meningkat dari  Rp1.271.000 menjadi Rp1.450.000 per bulan. Lebih dari sekadar angka, peningkatan ini  mencerminkan tumbuhnya rasa percaya diri dan kemandirian di tengah keterbatasan.

Bu Aris Widayanti, salah satu pengurus KDK Santika, adalah sosok yang memulai perjalanan ini.  Ia melakukan riset sederhana tentang olahan benguk, kemudian mempercayakan hasilnya  kepada rekan-rekan difabel. “Alhamdulillah, teman-teman difabel bisa memproduksi dengan lebih  baik dan hasilnya seragam dari hari ke hari,” ujarnya dengan bangga. Di tangannya, ide kecil  berubah menjadi gerakan besar yang memberi ruang bagi penyandang disabilitas untuk bekerja  dan berkarya setara dengan yang lain. 

Kisah Sukirdi, Penerima Manfaat UMKM Keripik Tempe Benguk “Mucuna Chips” 

Di balik aroma gurih Mucuna Chips yang renyah, tersimpan kisah keteguhan seorang pria  bernama Sukirdi. Usianya kini 57 tahun, namun semangatnya tetap muda. Sejak usia delapan  tahun, hidupnya berubah setelah mengalami kecelakaan saat bermain dengan teman-temannya.  Cedera parah di bagian paha membuatnya harus menerima kenyataan sebagai difabel fisik. Ia  sempat mencoba berbagai pengobatan, namun hasilnya nihil. Sejak itu, langkah hidupnya begitu 

berat, namun ia tidak berhenti untuk berjuang. 

Pak Sukirdi merupakan salah satu penerima manfaat UMKM Keripik Tempe Benguk “Mucina  Chips”. Sebagai difabel fisik, ia dulu kesulitan mencari penghasilan yang layak. Kini, melalui  Mucuna Chips, ia merasa memiliki peran nyata dalam menghidupi keluarganya. “Saya merasa  bangga dan tergugah. Saya ingin terus berusaha agar kami para difabel bisa mandiri,” katanya  penuh semangat. Kisahnya menjadi bukti bahwa inklusivitas bukan sekadar wacana, melainkan  harapan yang tumbuh nyata di akar rumput. 

Tempe benguk yang mereka hasilkan bukan hanya unik, tetapi juga bergizi tinggi dan terjangkau.  Bahan utamanya, koro benguk, mengandung protein nabati yang baik untuk kesehatan dan cocok  sebagai alternatif sumber pangan. Proses produksinya dilakukan secara telaten, mulai dari  perebusan, peragian, hingga penggorengan, semuanya dilakukan oleh tangan-tangan difabel  yang terampil. Dari sanalah lahir cita rasa khas Mucuna Chips, renyah dan bernilai gizi tinggi,  sekaligus menjadi simbol keberanian untuk mandiri. 

Makna Besar Dari Sebutir Biji Koro Benguk untuk Ketahanan Pangan Nasional 

Pemanfaatan bahan pangan lokal seperti biji koro benguk memiliki makna besar bagi ketahanan  pangan nasional. Dengan memanfaatkan hasil bumi sendiri, masyarakat tidak hanya mengurangi  ketergantungan pada impor, tetapi juga memperkuat rantai pasok lokal.  

Program ini juga berperan penting dalam mendukung tiga tujuan pembangunan berkelanjutan,  yaitu SDG 1, karena membantu masyarakat difabel keluar dari jerat kemiskinan melalui  wirausaha lokal; SDG 8, karena menciptakan lapangan kerja yang layak bagi kelompok rentan;  dan SDG 10, karena menurunkan kesenjangan sosial dengan membuka ruang setara bagi difabel  untuk berdaya secara ekonomi. Melalui Mucuna Chips, ketiga tujuan tersebut tidak lagi sekadar  angka di laporan, tetapi nyata dirasakan oleh masyarakat. 

Melihat ke depan, program UMKM dari BSI Maslahat membawa harapan baru bagi masa depan  pangan Indonesia. Jika setiap daerah mampu memanfaatkan bahan pangan lokal dan melibatkan  semua kelompok masyarakat, maka ketahanan pangan bukan lagi cita-cita, tetapi kenyataan.  Dari tangan-tangan difabel di Kulon Progo, kita belajar bahwa dari sebutir biji bisa membawa  kemaslahatan yang begitu besar. Di sanalah masa depan pangan Indonesia menemukan  maknanya: berdaulat, inklusif, dan berkeadilan.

Related posts

Leave a Reply