Vaksin Berbayar Kimia Farma, Jangan Bebani Rakyat

Terhitung  12 Juli 2021,  pemerintah melalui Kimia Farma memberlakukan  vaksinasi berbayar senilai  Rp879.140 untuk dua dosis bagi individu atau perorangan. Menanggapi hal itu, Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher menilai kebijakan tersebut sebagai sebagai cara mencari untung dari rakyat.

“Vaksinasi  untuk mengatasi bencana non-alam seperti pandemi adalah  tanggung jawab negara terhadap keselamatan rakyatnya. Setiap individu harus mendapat  akses  yang sama dan merata melalui vaksinasi gratis. Jadi, opsi  vaksin berbayar seperti upaya mencari keuntungan dengan memeras rakyat,” ungkap Netty melalui rilis yang diterima Parlementaria, Senin (12/7/2021).

Read More

Netty mengaku kebijakan itu belum didiskusikan dengan Komisi IX DPR RI. “Tidak ada diskusi dengan Komisi IX terkait vaksinasi gotong royong bagi individu atau perorangan. Kebijakan yang sudah disetujui adalah vaksinasi gotong  royong yang dibiayai perusahaan. Itu pun diizinkan  dengan banyak catatan. Sekarang tiba-tiba  muncul kebijakan vaksin berbayar untuk  individu,” ungkapnya.

Menurut politisi F-PKS itu, Permenkes RI Nomor 19 Tahun 2021 dijadikan landasan hukum bagi vaksinasi berbayar untuk individu setelah ada perubahan redaksi atas definisi vaksin gotong royong. “Awalnya hanya ditujukan untuk karyawan perusahaan atau badan usaha, kemudian ditambahkan juga untuk individu atau perorangan yang dibebankan pembiayaannya pada yang bersangkutan,” katanya.

Menurut Netty, pemerintah tidak bisa berdalih bahwa vaksinasi berbayar menjadi opsi bagi rakyat yang tidak bersedia antri dalam pelaksanaan vaksinasi. “Akses gratis vaksin Covid-19 bukan  persoalan warga kaya ataupun miskin, bukan pula soal mau antri atau tidak. Ini soal tanggung jawab negara melindungi rakyatnya. Jangan sampai publik berpikir hanya orang kaya yang mampu membeli vaksin yang  dapat melindungi diri dari bahaya pandemi,” paparnya.

Netty meminta pemerintah  mengakselerasi program vaksinasi agar segera mencapai target alih-alih menjual vaksin pada rakyat. “Apakah target  vaksinasi gratis 2 juta dosis per hari  sudah tercapai? Apakah target vaksinasi gotong royong untuk pekerja dan keluarganya  yang dibiayai  perusahaan sudah sesuai tujuan? Apakah laporan terkait KIPI sudah dievaluasi dan ditindaklanjuti? Pemerintah harus pastikan semua hal tersebut  berjalan lancar dulu, jangan menambah PR baru,” tandasnya.

Selain itu, Netty juga mempertanyakan kejelasan bantuan 500.000 dosis vaksin Sinopharm dari UEA. “Kemana rencana distribusi bantuan sinoparm dari UEA ini? Pemerintah harus transparan dan bertanggung jawab, jangan sampai ada penyelewengan dan penyalahgunaan bantuan. Terlebih Sinopharm termasuk jenis vaksin dalam skema gotong royong,” tambahnya.

Atas polemik ini, Netty  meminta pemerintah mengkaji ulang  kebijakan vaksinasi berbayar untuk individu agar tidak menimbulkan kegaduhan publik. “Sektor ekonomi sedang terganggu. Banyak rakyat yang tengah menderita dan terjepit. Fungsi layanan kesehatan pun tengah kolaps. Jangan menambah beban rakyat dengan isu vaksin berbayar dan  isu kewajiban menyertakan sertifikat vaksinasi  sebagai syarat pengurusan administrasi publik dan mengakses bantuan sosial atau pelayanan sosial,” tutup Netty.

Kabar terbaru, Kimia Farma menunda pelaksanaan vaksinasi gotong royong individu yang direncanakan dihelat mulai hari ini, Senin (12/7/2021). Pengumuman tersebut disampaikan pihak Kimia Farma melalui website resmi mereka, kimiafarmaapotek.co.id. Informasi ini didapat MNC Portal saat melacak laman website pendaftaran program vaksinasi gotong royong individu tersebut. (rnm/sf)

Related posts

Leave a Reply