Perlu Keberpihakan Pemerintah untuk Kembangkan Pembangkit Listrik berbasis EBT

Pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) ternyata bisa berfungsi sebagai penopang beban puncak kelistrikan. Salah satu pembangit EBT yang memiliki peran ini yaitu Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Saguling di Kabupaten Bandung Barat, jawa Barat.

Pembangkit berkapasitas 4 x 175,18 Megawatt (MW) ini merupakan pembangkit pendukung beban puncak di sistem Jawa-Bali, juga berfungsi sebagai pengatur frekuensi sistem dengan menerapkan Load Frequency Control (LFC).

Read More

“Jika terjadi black out, PLTA Saguling dapat dioperasikan sebagai black start sekaligus berperan menjadi pengisi tegangan untuk menopang pembangkit listrik PLTU Suralaya,” ungkap Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Maman Abdurrahman  saat memimpin Tim Kunspek Komisi VII DPR ke PLTA  di Saguling, Kabupaten Bandung Barat, Kamis (16/9/2021).

Menurut Maman, PLTA yang sudah berdiri sejak tahun 1985  dan tetap eksis dengan kapasitas produksi listrik stabil yaitu 700 Mw bisa menjadi contoh terutama daerah remote area.  “Ini sangat baik, perlu ada keberpihakan penuh melalui regulasi untuk pengembangan PLTA,” katanya, seraya menyampaikan hal itu juga sejalan dengan Kebijakan Energi Nasional (KEN) yang menargetkan bauran EBT sebesar 23 persen pada 2025.

PLTA Saguling sendiri memiliki kontribusi sebesar 2 persen dari total pembangkit EBT jenis hidro (4,53 persen) yang terhubung dengan sistem jaringan 500 kV Jawa-Bali. Maman menyampaikan, bukan berarti tidak ada masalah, Komisi VII datang untuk melakukan tugas konstitusi dalam rangka pengawasan dan menerima masukkan untuk RUU EBT.

“Saya ingin membangun paradigma atau sudut pandang baru dalam melakukan pengawasan. yang awalnya simbolik, menjadi problem solver. Setiap institusi pasti punya masalah. Hadirnya Komisi VII DPR RI saat ini untuk menjembatani bottleneck. Apa yang jadi masalah, sampaikan ke kami. itu semangatnya, ” katanya.

Senada, Anggota Komisi VII DPR RI Tifatul Sembiring mencermati pentingnya aspek keselamatan atau security pada sistem PLTA Saguling. Menurutnya, PTA bukan hanya tentang menurunkan air untuk memutar turbin menjadi listrik, tapi ternyata ada masalah gulma yang harus diselesaikan agar pasokan listrik selalu terjaga dan stabil.

“Bagaimana cara supaya (suplai) tidak setop sama sekali. PLTA Saguling mendukung sistem Jawa-Bali. Kalau sistem rontok, rontok juga yang lain. Harus diperhatikan penjaga aspek keselamatan atau security secara sistem,” katanya.

Di tempat yang sama, Direktur Teknik dan Lingkungan Ketenagalistrikan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Wanhar menyampaikan, tiga fungsi PLTA Saguling, yakni sebagai base load (penopang beban dasar), stabiliser dan untuk mengurangi emisi karena menggunakan energi baru terbarukan (EBT). “Ini adalah pembangkit masa depan, bisa  dikombinasikan dengan fotovoltaik solar di waduk,” ujarnya.

Pada 2021, PLTA Saguling yang dioperasikan PT Indonesia Power memiliki target untuk menjadi penyedia bahan baku co firing dari gulma eceng gondok yang selama ini tidak dimanfaatkan. Ini dilakukan untuk mencegah terjadinya pendangkalan pada waduk dan juga mendukung pelaksanaan co firing pada PLTU.

Program Biomass Operating System of Saguling (BOSS) tersebut merupakan program unggulan PT IP dalam mewujudkan program ‘Saguling Clean’, yakni waduk Saguling yang bersih dari sampah dan gulma eceng gondok. (rnm/es)

Related posts

Leave a Reply