Jakarta, Indonesia, 03 Februari 2021 – Kebijakan pemerintah yang mendukung ekonomi digital serta situasi terkait pandemi COVID saat ini mendorong meningkatnya penggunaan platform digital, termasuk aktivitas online konsumen dalam memenuhi kebutuhan asuransi mereka. Hasil studi Swiss Re terbaru menunjukkan bahwa dengan meningkatnya e-commerce dan dompet digital, menghadirkan peluang kemitraan inovatif antara perusahaan asuransi dan platform digital untuk menjembatani kesenjangan perlindungan kesehatan senilai hingga USD 82 miliar atau lebih dari Rp 1,1 triliun di Indonesia.
Di antara berbagai jenis saluran distribusi asuransi online, hasil survei menunjukkan bahwa responden di Indonesia lebih menyukai platform digital baru seperti aplikasi e-commerce dan metode pembayaran digital. Responden juga lebih memilih untuk membeli perlindungan penggantian biaya medis dan penggantian pendapatan melalui digital.
Studi Swiss Re Institute yang berjudul “Going Digital – Insights to Optimise Consumer Appetite for Online Insurance” melakukan survei terhadap1.800 konsumen di India, Indonesia, dan Malaysia pada bulan Juni 2020 untuk memahami sikap mereka terhadap platform digital dan persepsi mereka dalam membeli asuransi secara online. Survei ini juga menguji penerimaan mereka dalam memilih dan membeli enam produk asuransi jiwa dan kesehatan yang disesuaikan untuk platform digital. Kondisi ekonomi di ketiga negara Asia ini mewakili gabungan populasi lebih dari 1.5 miliar penduduk, dengan kelas menengah yang makin bergantung pada platform digital untuk membantu mereka dalam membuat keputusan.
Responden survei adalah pembuat keputusan rumah tangga berusia antara 18 dan 65 tahun serta telah menggunakan platform digital setidaknya sekali dalam tiga hingga enam bulan sebelum survei dilakukan. Platform digital ini mencakup aplikasi/situs web e-commerce, aplikasi pembayaran/dompet digital, aplikasi pelacak kesehatan, platform komuter terhubung, dan masih banyak lagi.
“Upaya-upaya kesehatan dan keselamatan yang dimaksudkan untuk menanggulangi penyebaran COVID-19, kini telah mendorong perubahan paradigma yang jelas menuju digitalisasi pada era pasca-virus,” ujar Jolene Loh, Head Client Markets, Life & Health Asia Tenggara, Swiss Re. “Dengan semakin banyaknya platform digital yang memperluas jangkauan bisnis ke layanan keuangan, perusahaan asuransi harus menyesuaikan model bisnis mereka agar lebih relevan dan responsif terhadap kebutuhan nasabah.“
Peningkatan popularitas platform digital
Hasil survei menunjukkan bahwa platform digital memiliki tingkat penetrasi yang tinggi di Indonesia, dan lebih dari 90% responden menggunakan saluran ini setidaknya sekali dalam tiga bulan sebelum survei dilakukan.
Di antara mereka yang menggunakan platform ini, aplikasi pembayaran digital seperti ShopeePay adalah yang paling populer di Indonesia yang mana digunakan oleh 74% responden setidaknya sekali seminggu; diikuti oleh aplikasi atau situs web e-commerce (61%), platform komuter terhubung (59%), dan aplikasi pelacak kesehatan (55%).
Dompet digital dan e-commerce paling diminati untuk distribusi asuransi online
Ada pula tren yang berkembang dalam mencari informasi dan membeli asuransi secara online. Jalur tradisional, seperti agen, pialang, atau referral, masih menjadi saluran utama pencarian informasi terkait asuransi di Indonesia. Namun, 76% responden di Indonesia menyatakan minatnya dalam menggunakan saluran online untuk membeli asuransi.
Di antara berbagai jenis platform digital, konsumen Indonesia menunjukkan preferensi yang lebih kuat untuk membeli asuransi melalui dompet digital dan platform e-commerce. Preferensi ini terlihat dari frekuensi penggunaan dompet digital yang tinggi, diikuti oleh situs web atau aplikasi perbankan dan asuransi, serta platform e-commerce.
Semakin pentingnya menggabungkan dukungan pelanggan secara online dan offline
Ketika responden ditanyai mengenai alasan mereka ingin membeli asuransi secara digital, maka aplikasi dan tarif premi terbaik merupakan alasan utama di ketiga pasar (India, Indonesia, Malaysia). Namun, responden juga mengungkapkan berbagai kekhawatiran ketika membeli asuransi secara online. Setengah dari responden Indonesia merasa tidak yakin akan mendapatkan dukungan yang memadai, terutama ketika mereka membutuhkan bantuan, sementara 40% responden masih memilih untuk mendapatkan penjelasan tentang ketentuan asuransi dari agen.
“Hasil survei kami menunjukkan bahwa meskipun asuransi digital makin populer, dukungan offline masih diperlukan karena kebutuhan akan panduan dan bantuan. Penting bagi perusahaan asuransi untuk menerapkan pendekatan multi-channel untuk melengkapi perjalanan pelanggan online dengan bantuan pribadi untuk mengatasi masalah konsumen.” ujar Jolene.
Asuransi penggantian biaya medis dan pengobatan penyakit kritis secara online lebih diminati
Survei ini telah menguji enam produk asuransi jiwa dan kesehatan hipotetis untuk mengukur ketertarikan konsumen pada asuransi yang ditawarkan melalui berbagai saluran digital. Di antaranya penggantian biaya medis, penggantian biaya pengobatan kanker, asuransi penggantian biaya per pengobatan penyakit kritis, asuransi kanker (pembayaran sekaligus setelah diagnosis kanker), asuransi rawat inap – asuransi parametrik perlindungan terhadap polusi asap dan asuransi perlindungan pendapatan untuk pekerja lepas.
Hasilnya menunjukkan bahwa penggantian biaya per pengobatan penyakit kritis memiliki peluang kesuksesan tertinggi untuk distribusi digital di Indonesia, karena konsumen menganggap nilai transaksinya lebih wajar. Sistem penggantian biaya pengobatan kanker yang lebih sederhana juga lebih diminati daripada asuransi kanker dengan pembayaran sekaligus.
Peluang bagi perusahaan asuransi dan platform digital untuk berkolaborasi menciptakan solusi
Survei ini menggambarkan adanya peluang potensi kolaborasi antara perusahaan asuransi dan platform digital, yang akan menguntungkan seluruh rantai nilai asuransi serta membuka blokir permintaan dari kumpulan risiko baru yang dapat diasuransikan.
Menjalin kemitraan dan bekerja dengan platform dan ekosistem digital akan memberi akses bagi perusahaan asuransi untuk menjangkau jutaan calon nasabah. Perusahaan asuransi dapat memanfaatkan data yang dikumpulkan dari platform, misalnya aplikasi pelacak kesehatan, untuk menghasilkan program kesehatan yang dipersonalisasi dan penilaian risiko yang lebih holistik dengan menggabungkan faktor gaya hidup. Dengan demikian, asuransi jiwa dan kesehatan bisa berperan penting saat resiko kesehatan berkembang seiring waktu dan perilaku individu.
Sementara itu, platform digital dapat memperoleh keuntungan dari diversifikasi bisnis dan loyalitas nasabah yang lebih tinggi dengan menawarkan layanan keuangan online. Kemitraan lintas industri juga dapat menawarkan pengalaman dan keahlian platform digital dalam berbagai domain dengan resiko yang kecil dan anggaran yang lebih hemat untuk biaya pemasaran.
Digitalisasi membuka lebih banyak peluang bagi perusahaan asuransi untuk terus meningkatkan pengalaman nasabah, mulai dari distribusi digital dan penjaminan emisi prediktif hingga manajemen klaim yang efisien. Pada saat yang sama, perusahaan asuransi harus mempersonalisasi penawaran digital mereka untuk meningkatkan jumlah nasabah. Ketika para responden ditanyai tentang perasaan mereka terhadap perusahaan asuransi yang menggunakan data pribadi mereka untuk menyediakan produk yang dipersonalisasi, 45% responden di Indonesia berpikir bahwa hal ini dapat menguntungkan.
Menurut survei ini, konsumen di Indonesia lebih bersedia untuk berbagi informasi umum seperti umur dan pekerjaan, serta informasi kesehatan, seperti tinggi dan berat badan, dengan perusahaan asuransi. Selain itu, terdapat lonjakan hingga 18% responden yang bersedia berbagi lebih banyak informasi jika ada diskon premi.
“Pada tahun 2021, perusahaan asuransi akan memprioritaskan kalibrasi strategi digital mereka dengan hati-hati untuk memanfaatkan peluang yang ditawarkan oleh platform digital. Dengan memanfaatkan keahlian penjaminan emisi dan pengalaman manajemen resiko yang dimiliki Swiss Re, mitra perusahaan asuransi dan platform Indonesia tidak hanya dapat belajar tetapi juga menerapkan wawasan nasabah mereka untuk menjangkau lebih banyak nasabah sehingga mengurangi kesenjangan perlindungan.” ujar Jolene.