Anggota Komisi X DPR RI Ledia Hanifa Amaliah mengatakan kebijakan sekolah untuk menggelar pembelajaran tatap muka (PTM) akan sangat tergantung pada tingkatan pemerintah daerah, khususnya dalam hal status zonasi risiko penyebaran Covid-19 di setiap daerah.
“Jadi itu tergantung daerah tersebut masih terkategori zona merah atau bukan. Karena ada risiko yang harus ditanggung oleh pemerintah daerah. Ketika akan membuka kembali sekolah, ada berbagai sistem yang memang dilakukan oleh daerah-daerah yang itu berbeda-beda,” kata Ledia dalam keterangan pers yang diterima Parlementaria, Sabtu (22/5/2021).
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi RI rencananya akan melakukan pembukaan sekolah secara tatap muka pada Juli 2021, setelah vaksinasi guru dan tenaga kependidikan dituntaskan. Sebagai contoh di Jawa Barat, Ledia mengatakan ada sebagian sekolah yang sudah siap menggelar tatap muka dengan sistematif dan ada juga yang siap menggelar sekolah bersama-sama.
Semuanya, kata Ledia, akan sangat tergantung kondisi pandemi Covid-19 di Juli 2021. “Itu karena saat ini masih naik ya kondisi Covid-19 ini, kita masih cukup tinggi. Apalagi selesai Idulfitri ini meskipun katanya nggak boleh mudik tapi tetap saja dengan ada beberapa kasus baru, ditambah dengan strain virus baru,” katanya.
Terlebih, lanjut politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu, anak-anak peserta didik tidak bisa divaksin, maka yang divaksin duluan adalah guru, termasuk di daerah-daerah yang memang sudah maksimal siap menggelar tatap muka. Menurut dia, hal lain yang harus dipikirkan dan bagian terpenting adalah mobilitas anak atau peserta didik, pemerintah dan sekolah harus memikirkan bagaimana jemputan anaknya, pengantarnya, transportasi dan komunikasi selama perjalanan, dan lain sebagainya.
“Lalu itu harus dengan keputusan pemerintah daerah menjadi pertimbangan dalam membukanya. Bisa jadi nanti ada daerah yang bersebelahan, tetapi yang satu dibuka yang atau tidak. Apakah daerah itu kemudian mau melokalisir hanya kecamatan tertentu saja, sangat diserahkan kepada daerah,” kata Ledia.
Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI itu mengatakan keputusan final juga ada di tangan para orang tua dan ketika orang tua menganggap bahwa pembukaan sekolah kembali ini terlalu berisiko buat anaknya karena memikirkan kondisi kesehatan anak, maka akan dibenarkan untuk tidak sekolah.
“Sehingga sekolah tidak boleh mengatakan bahwa anak itu bolos. Tapi harus disediakan fasilitas untuk hibrid juga. Jadi yang online dan offline secara bersamaan, mereka harus menyiapkan sistemnya. Nah ini juga kerumitan tersendiri buat sekolah meskipun kemudian ada relaksasi dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah) yang diberikan oleh pemerintah pusat,” kata Ledia.
Anggota Dewan dapil Jawa Barat I ini mengatakan pemerintah daerah pun harus mempersiapkan segala sesuatunya jika terjadi lonjakan kasus Covid-19 setelah pembelajaran secara tatap muka ini diselenggarakan. Tahapannya mulai dari penanganan pelacakan kontak, pengetesan, sampai perawatannya. (sf)