Masalah Kedelai Di Nilai Tak akan Selesai Selama Negara Bergantung pada Impor

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dedi Mulyadi menyampaikan, belum lama ini Indonesia dihadapkan pada dilematika akan sulitnya bahan baku kedelai yang ada di pasaran. Jikapun ada, maka harganya juga pasti akan mahal. Kondisi tersebut membuat produsen tahu dan tempe kesulitan untul menjual hasil produksinya, sehingga mereka memutuskan untuk tutup sementara dan tidak melakukan produksi.

Dedi mengungkapkan hal itu saat memimpin Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi IV DPR RI dengan penggiat Koro Pedang, Ketua Umum Koperasi Produsen Tahu Tempe Indonesia, Ketua Umum Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat Indonesia (Pinsar Indonesia), Ketum Asosiasi Industri Minyak Makan Indonesia (AIMMI), dan Ketua Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) guna membahas dan meminta masukan terkait permasalahan pangan nasional, di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (21/3/2022).

Baca juga  Menawarkan Pengalaman Berkesan Setiap Penerbangan Batik Air Datangkan Pesawat Baru Airbus 320-200CEO ke-43

“Saat ini tahu dan tempe sudah normal dan ada dijual kembali di pasar, tetapi kemungkinan hal yang serupa bisa terjadi lagi selama kita tidak memiliki produksi yang cukup di dalam negeri dan semuanya tergantung pada impor. Kalau bergantung pada impor, maka akan dipengaruhi oleh fluktuasi perkembangan internasional. Ini menjadi problem, kalau negara punya ketergantungan maka sampai kapanpun (masalah) ini tidak akan pernah selesai,” kata politisi Partai Golkar tersebut.

Untuk itu, lanjut Dedi, Komisi IV DPR nanti juga akan melaksanakan rapat dengan Kementerian Pertanian agar ada skema yang jelas tentang masalah kedelai ini. Selain itu, Komisi IV DPR juga menerima keluhan terkait anjloknya harga daging ayam di pasaran. Diduga ada permainan pasar yang dilakukan agar kendali harga nantinya hanya bisa dipegang oleh para pengusaha besar.

Baca juga  BURT Ingin Layanan JOUMPA Lebih Ditingkatkan

“Tiba-tiba kita mendapat keluhan, daging ayam di pasaran harganya jeblok. Kita punya prediksi bahwa jeblok-nya ini hanya bersifat sementara karena bisa jadi para produsen memproduksi dengan jumlah yang sangat banyak. Pasarannya dibanting dengan jumlah yang over, sehingga jumlah barang dipasaran tersedia lebih banyak dibanding kebutuhan. Dampaknya harganya menjadi jatuh. Dan ketika harganya jatuh maka pengusaha kelas kecil yang akan rontok karena mereka tidak akan sanggup bertahan lagi. Hal ini menyebabkan adanya kebangkrutan secara massif dan harga akan dikendalikan oleh produsen besar yang pada akhirnya harganya bisa di-manage sesuai dengan keinginan (mereka),” ujarnya. (dep/sf)