Ketua DPR RI Dr. (H. C) Puan Maharani mengapresiasi peran dan dedikasi tiada henti para bidan di Indonesia. Menurut Puan, para bidan adalah ujung tombak pelayanan kesehatan ibu dan anak di seluruh daerah hingga ke pelosok Indonesia. Sesuai amanat konstitusi, kesehatan adalah kebutuhan dasar rakyat dan pemenuhannya dijamin oleh negara. Karena itu, pembangunan di bidang kesehatan harus diarahkan agar pelayanan kesehatan dapat dijangkau seluruh rakyat Indonesia.
“Para bidan merupakan ujung tombak dari pelayanan kesehatan ibu dan anak di daerah-daerah, hingga ke pelosok Indonesia. Mereka ini yang pertama memberikan pertolongan persalinan, memastikan keselamatan ibu dan bayi,” kata Puan, dalam rangka peringatan Hari Bidan Nasional, Kamis (24/6/2021).
Data Ikatan Bidan Indonesia (IBI) mengungkapkan, jumlah desa di Indonesia saat ini mencapai 83.000, sedangkan jumlah bidan yang ada di desa hanya sekitar 30-45 ribu orang. Data IBI menunjukkan banyak desa kekurangan bidan dan berdampak pada menurunnya jumlah partisipasi program Keluarga Berencana.
Padahal menurut data Direktorat Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan (Ditjen Farmalkes) Kementerian Kesehatan, Indonesia membutuhkan 49.662 bidan, dan jumlah riil bidan sudah mencapai 146.734 orang. Artinya Indonesia memiliki surplus bidan sebanyak 97.072 orang. Menurut Puan, sebaran tenaga kesehatan, termasuk bidan, di Indonesia yang belum merata, adalah persoalan yang harus diselesaikan.
Kementerian Kesehatan menyebutkan mayoritas bidan masih terkonsentrasi di Banten, Jawa Barat, dan Jawa Timur. “Tantangan utama dalam pelayanan kesehatan saat ini adalah belum meratanya distribusi sumber daya manusia kesehatan. Bukan hanya bidan saja, tapi juga dokter, perawat, tenaga farmasi, analis laboratorium, dan tenaga gizi,” kata politisi PDI-Perjuangan tersebut.
Badan PPSDM Kesehatan Banten mencatat rasio bidan dan penduduk adalah sebesar 1:42, sedangkan di Jawa Barat yaitu 1:43. Jawa Timur juga tercatat memiliki rasio bidan berbanding penduduk yang cukup baik dibanding daerah lainnya, yakni 1:64. Namun, daerah-daerah lain memiliki konsentrasi bidan yang sangat rendah. Contohnya Bengkulu memiliki rasio 1:198, sementara Aceh rasionya 1:232. Dalam hal ketersediaan bidan, Kepulauan Bangka Belitung memiliki rasio terendah, yakni hanya 1:756.
Menurut Puan, pemerintah mesti mendorong pemerataan tenaga medis, termasuk bidan, di daerah-daerah terutama wilayah terpencil. Pada masa pandemi ini, tenaga kesehatan sangat dibutuhkan. Apalagi, lanjut dia, bidan berada di garda terdepan melindungi ibu hamil dan balita yang rentan terpapar Covid-19. “Khususnya untuk memastikan bahwa seluruh rakyat Indonesia, baik yang mampu dan tidak mampu, seluruhnya mendapatkan pelayanan kesehatan,” ucap Puan.
Peran bidan juga, menurut Mantan Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan tersebut, sangat penting untuk menekan angka kematian ibu di Indonesia. Pada 2017, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat setiap harinya sebanyak 810.000 ibu di dunia meninggal dunia akibat persalinan.
Paling mengkhawatirkan, 94 persen dari jumlah tersebut terjadi di negara berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah. WHO melaporkan penyebab langsung kematian ibu terjadi saat dan pasca melahirkan. Sekitar 75 persen kasus kematian diakibatkan oleh pendarahan, infeksi, atau tekanan darah tinggi saat kehamilan.
“Angka kematian ibu di Indonesia juga ketiga tertinggi di ASEAN. Ini tidak bisa dibiarkan saja. Dengan pemerataan bidan di berbagai daerah harapannya bisa menekan kasus kematian ibu melahirkan,” ucap Puan.
BPS mencatat selama periode 2011 sampai 2014, maternal mortality ratio di Indonesia sebesar 305 per 100.000 kelahiran hidup. Tahun 2017, World Bank melaporkan Indonesia menduduki posisi ketiga kematian ibu dengan 177 kasus per 100.000 kelahiran. Sebenarnya jumlah tersebut sudah menurun sekitar 3 persen per tahun.
Namun, tetap saja masih jauh dari target Sustainable Development Goals (SDGs) 2030 yang menargetkan 70 kasus per 100.000 kelahiran. Selama kurun waktu tahun 2010 sampai 2017, negara-negara ASEAN yang mencapai target tersebut adalah Singapura (8 kasus), Malaysia (29 kasus), Brunei Darussalam (31 kasus), Thailand (37 kasus), dan Vietnam (43 kasus).
“Kita harus kejar terus target ini, salah satunya dengan memanfaatkan alokasi anggaran kesehatan yang efektif bagi pembangunan kesehatan Indonesia. DPR RI dalam menjalankan fungsi anggarannya ikut mencermati dan mempertajam kebijakan pemerintah dalam mengalokasikan anggaran kesehatan yang mencapai 5 persen dari APBN,” ujar Puan menutup keterangan pers yang diterima Parlementaria. (sf)