Perhutanan Sosial Jawa Timur: Penggunaan Lahan Hutan Negara bagi Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat

JAWA TIMUR, 02 November 2017 — Dukungan terhadap optimalisasi penggunaan lahan negara terus dilakukan oleh pemerintah di berbagai daerah di Indonesia. Setelah Provinsi Jawa Barat, kali ini Presiden melakukan tinjauan langsung ke dua area Perhutanan Sosial di Provinsi Jawa Timur yaitu Perhutanan Sosial Madiun dan Perhutanan Sosial Probolinggo pada Kamis (02/11/2017).

Dalam kunjungan ini hadir juga Menteri Badan Usaha Milik Negara Rini M. Soemarno, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Siti Nurbaya Bakar, Gubernur Jawa Timur Soekarwo, Direktur Utama Perum Perhutani, Direksi Himpunan Bank Negara (Himbara).

Pemerintah mencatat, terdapat 25.863 desa di Indonesia berada di dalam kawasan hutan, dimana 70% di antaranya menggantungkan hidup pada sumber daya hutan. Sementara itu, terdapat 10,2 juta penduduk belum sejahtera di kawasan hutan dan tanpa aspek legal dalam mengelola sumber daya hutan. Banyak lahan negara yang dikuasai dan digarap petani secara liar (±12 juta hektare/ha) dimana proses penggarapan tidak memperhatikan keseimbangan alam dan lingkungan hidup sampai pada praktik sewa dan jual beli lahan negara.

Pemerintah menilai, lahan-lahan Perhutani di berbagai daerah di Indonesia yang tidak optimal perlu didorong pemanfaatannya, sehingga memiliki nilai ekonomi yang secara langsung dirasakan masyarakat sekitar kawasan hutan. Solusi diberikan dengan mengalokasikan lahan 12,7 juta ha untuk program Perhutanan Sosial dimana masyarakat diberikan Izin Pengelolaan Hutan (IPH) untuk penggarap lahan Perhutanan Sosial melalui skema kerja sama sinergi kemitraan antara penggarap lahan dengan BUMN.

Baca juga  Kunjungi Tanjung Priok dan Dengarkan Curhatan Masyarakat

Menteri Rini mengungkapkan, program Perhutanan Sosial di wilayah Jawa Timur merupakan wujud nyata keseriusan pemerintah dalam mendorong pemerataan ekonomi di wilayah tersebut. Konsep Perhutanan Sosial akan memberikan aspek legal masyarakat dimana masyarakat menanam di hutan rakyat sembari melestarikan sumber daya hutan.

Perhutanan Sosial juga merupakan komitmen BUMN hadir untuk negeri melalui keseluruhan kegiatan dan tata laksana Perhutanan Sosial yang mendapat dukungan penuh BUMN sesuai bidangnya dan bekerja sama dengan kementerian dan lembaga terkait dalam sebuah bisnis proses yang terintegrasi. Perhutani akan fokus menyediakan lahan hutan yang siap digunakan untuk mendukung program perhutanan sosial, sementara Himbara akan fokus dalam pembiayaan kredit usaha rakyat (KUR) kepada petani penggarap.

“Sebagai bentuk dari sinergi dan komitmen BUMN hadir untuk negeri, keseluruhan kegiatan serta tata laksana Perhutanan Sosial mendapat dukungan BUMN sesuai bidangnya dan bekerja sama dengan Kementerian dan Lembaga terkait. Saya berharap Program Perhutanan Sosial di wilayah Jawa Timur, baik di Madiun, Probolinggo dan di tempat lain dapat memberikan manfaat bagi peningkatan ekonomi masyarakat sekitar,” kata Rini.

Untuk wilayah Jawa Timur terdapat beberapa Program Perhutanan Sosial yang tersebar di kabupaten/kecamatan seperti Madiun, Probolinggo, Jember, Lumajang, Tulung Agung dan Tuban. Program Perhutanan Sosial di Jawa Timur dilatarbelakangi oleh tidak adanya kepastian mengenai lokasi lahan garapan dan jangka waktu hak garap, kesulitan akses sumber pendanaan Kredit Usaha Rakyat (KUR) perbankan, tidak adanya kepastian pasar atau serapan hasil produksi, petani tidak mendapatkan pembinaan intensif dari departemen terkait dan pendapatan yang diterima penggarap masih kurang dan tidak pasti. Optimalisasi lahan negara di Jawa Timur akan diarahkan untuk kegiatan pertanian seperti tanaman padi, jagung, kacang, tebu, tembakau, sengon serta penyediaan lahan tambak udang dan ikan.

Baca juga  Pelatihan Perencanaan Pembangunan Infrastruktur Wilayah Cegah Timbulnya Masalah Sosial

Perhutanan Sosial Probolinggo misalnya, di wilayah ini, Perhutani tercatat memiliki lahan seluas 1.500 Ha yang dialokasikan untuk Perhutanan Sosial yang terbagi dalam tiga Rencana Pengalihan Hutan (RPH) yaitu RPH Kaliacar-Gading 2 dengan luas lahan 496,8 Ha, RPH Kaliacar – Gading 1 dengan luas lahan 83,9 Ha dan RPH Boto – Lumbang 694,3 Ha.

RPH Kaliacar – Gading 2 akan difokuskan untuk komoditas padi, tembakau dan sengon. Tercatat ada 4 kelompok tani dengan jumlah keseluruhan 265 petani penggarap dan dengan hak pengelolaan lahan sebesar 1,9 Ha/org. Offtaker dari komoditas adalah BUMN Agro, PTPN dll.

RPH Kaliacar –Gading 1 difokuskan untuk komoditas padi, tembakau dan sengon. Tercatat ada 1 kelompok tani dengan jumlah keseluruhan 45 petani penggarap dan dengan hak pengelolaan lahan sebesar 1,9 Ha/org. Offtaker dari komoditas adalah BUMN Agro, PTPN ,dll.

RPH Boto – Lumbang difokuskan untuk komoditas jagung, kacang dan sengon. Tercatat ada 5 kelompok tani dengan jumlah keseluruhan 376 petani penggarap dan dengan hak pengelolaan lahan sebesar 1,8 Ha/org. Offtaker dari komoditas adalah BUMN Agro , PTPN, dll.

Baca juga  Kunjungan Mahasiswa Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu

Dalam sisi pembiayaan, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk mencatat, potensi penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) untuk ketiga proyek percontohan di atas sebesar Rp92,3 miliar yang terbagi Rp20,18 miliar untuk RHP Gending, Rp5,55 miliar untuk RHP Gading 1, Rp18,59 miliar untuk RHP Gading 2 dan sebesar Rp47,97 miliar untuk RHP Boto.

Fasilitas KUR dicairkan dalam bentuk Kartu Tani yang terkoneksi dengan sistem database Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) yang sudah registrasi. Selain sebagai kartu tanda penggarap lahan, Kartu Tani juga merupakan sarana untuk memperoleh subsidi pupuk sesuai kuota yang diberikan dan dapat memperoleh pupuk dalam jumlah yang tepat dan kualitas yang sesuai. BNI juga mencatat, jumlah petani jumlah penggarap di Perhutanan Sosial Probolinggo kini bertambah menjadi sebanyak 750 orang dari sebelumnya 530 orang.

“Melalui pendekatan kesejahteraan, Perhutanan Sosial di Probolinggo mampu memecahkan masalah sosial ekonomi masyarakat. Petani berpeluang mendapatkan subsidi saprotan, memperoleh akses sumber pendanaan KUR perbankan, mendapatkan kepastian pasar/serapan hasil produksi, mendapatkan pembinaan intensif dari departemen terkait serta perbankan, mendapat kepastian mengenai lokasi lahan garapan dan jangka waktu hak garap, mendapatkan area pengelolaan lahan yang lebih ekonomis dan pendapatan tambahan yang lebih baik dan pasti ,” tegas Rini.