Anggota Komisi XI DPR RI Anis Byarwati mengungkap tren menurunnya pertumbuhan ekonomi tidak hanya terjadi saat pandemi Covid-19, tetapi sudah berjalan dalam tiga tahun terakhir. Bahkan, perekonomian Indonesia memasuki jurang resesi dan untuk pertama kalinya dalam 22 tahun terakhir mengulang kondisi krisis ekonomi pada tahun 1998. Perekonomian juga stagnan tumbuh hanya di kisaran 5 persen dengan kecenderungan menurun di tengah tekanan ekonomi global.
Hal tersebut disampaikannya dalam webinar bertajuk, The Indonesian Forum yang diselenggarakan oleh The Indonesian Institute dengan tema Jalan Panjang Pemulihan Ekonomi Nasional, yang berlangsung Kamis (21/1/2021). Dalam pemaparannya, politisi Fraksi PKS ini mengupas tentang menurunnya pertumbuhan ekonomi dan terjadinya resesi pada tahun 2020.
“Tahun 2020, ekonomi nasional tersungkur, baik dari sisi permintaan maupun dari sisi penawaran karena pandemi Covid-19. Kondisi resesi berdampak serius pada melonjaknya angka pengangguran, kemiskinan hingga ketimpangan,” kata Anis melalui rilis pers kepada awak media, Jumat (21/1/2020).
Tingkat pengangguran terbuka pada Agustus 2020 melonjak menjadi 7,07 persen dari posisi 5,23 persen pada Agustus 2019. Jumlah pengangguran melonjak menjadi 9,77 juta pada Agustus 2020, naik dari 7,1 juta pada Agustus 2019. Pada Maret 2020 rakyat miskin meningkat sebesar 1,63 orang dari September 2019. Totalnya menjadi 26,42 juta jiwa atau 9,22 persen dari total penduduk. Angka ini juga menunjukkan peningkatan sebesar 1,28 juta jiwa terhadap angka pada Maret 2019.
Garis kemiskinan pada Maret 2020 tercatat sebesar Rp454.652/kapita/bulan dengan komposisi garis kemiskinan makanan sebesar Rp335.793(73,86 persen) dan garis kemiskinan bukan makanan sebesar Rp118.859(26,14 persen). “Angka Rp454.652 sebagai angka garis kemiskinan merupakan angka yang sangat kecil apalagi didominasi oleh makanan,” ujar Anis.
Legislator dari daerah pemilihan Jakarta Timur ini juga menyampaikan data bahwa menurut studi yang dilakukan Bank Dunia, masih terdapat sekitar 117 juta (70 persen) orang Indonesia yang walaupun sudah berada di atas garis kemiskinan, namun belum benar-benar memiliki keamanan ekonomi. Dan setiap saat bisa kembali berada di bawah garis kemiskinan.
Mengulas penyaluran dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang disediakan pemerintah, Anis mengakui bahwa eksekusi dan serapannya sangat lambat. Sampai akhir November 2020, serapan dana PEN baru sebesar 58 persen. Hal ini berdampak pada tidak optimalnya program PEN dalam meredam dampak resesi dan dampak buruk peningkatan pengangguran dan kemiskinan.
“Secara umum tersendatnya realisasi anggaran PEN dikarenakan ketidaksiapan birokrasi. Publik juga dikejutkan dengan terjadinya kasus korupsi bantuan sosial yang menguras emosi,” tambah Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI ini.
Sebagai wakil rakyat yang memiliki fungsi pengawasan terhadap kerja-kerja pemerintah, Anis berharap pemerintah lebih meningkatkan koordinasi, sinergi dan kolaborasi antara K/L, sehingga mereka tidak berjalan sendiri-sendiri terutama menyangkut persoalan akuntabilitas dan pertanggungjawaban keuangan. Selain itu, DPR yang memiliki fungsi pengawasan perlu meningkatkan koordinasi, sinergi dan kolaborasi dengan BPK yang memiliki fungsi pemeriksaan.
Terakhir, Anis menyatakan bahwa menghadapi pandemi bukan hal yang mudah. Sebagai warga negara, kita tidak bisa hanya menyerahkan semua urusan kepada pemerintah. Ia mengapresiasi masyarakat Indonesia yang memiliki falsafah gotong royong.
“Solidaritas masyarakat dalam menghadapi musibah, sangat luar biasa. Kita memiliki banyak ruang untuk berkontribusi sesuai posisi masing-masing. DPR sudah bekerja optimal menjalankan fungsi pengawasan, masyarakat bahu membahu. Semoga dengan demikian, pandemi segera berlalu, dan ekonomi bangkit kembali,” tutupnya. (alw/sf)