Iklim Menjadi Pemicu Menurunnya Produksi Tebu dan Gula

Jember, 17 November 2017 – Haji Arum Sabil, tokoh petani tebu asal Kecamatan Tanggul, memprediksi, produktifitas tebu untuk tahun ini akan mengalami penurunan. Kondisi yang seperti ini diperkirakan juga akan dialami daerah lain, bahkan nasional.

“Karena iklim, produktifitas kita menurun, bahkan produksi gula nasional tahun ini kemungkinan juga turun dari 2,5 ke 2,3,” perkiraan H Arum Sabil, yang sudah malang melintang di dunia pertebuan dan tataniaga gula itu.

Ada beberapa penyebab yang menurut Arum menjadikan produktifitas tebu dan gula menurun. Itu diantaranya, karena banyak tanaman tebu yang tidak sempat dirawat dengan baik, karena pembiayaan dan pupuk.

Tidak cukupnya pembiayaan yang dibutuhkan untuk perawatan tebu, kata Arum Sabil, akibat dari tersanderanya sistem Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang memberi batasan tidak boleh lebih dari 2 hektar, baik kreditnya maupun pupuknya.

Baca juga  BURT Ingin Layanan JOUMPA Lebih Ditingkatkan

“Ada keterbatasan yang tidak boleh lebih di atas 2 hektar. Lantas kepemilikan yang di atas 2 hektar dari mana,” ungkap Arum, seraya menjelaskan, bahwa saat ini dicanangkan peningkatan produkti melalui kredit komersial tanpa jaminan dengan avalis perusahaan gula setempat.

Sementara mengenai pupuk yang dibutuhkan, menurut Arum, akan disiapkan di kios-kios melalui distributor khusus yaitu koperasi petani atau badan usaha milik petani yang menyalurkan pupuk non subsidi kepada petani.

Kepada pemerintah Arum berharap, agar dalam menghitung HPP (Harga Pokok Produksi) tidak memasukkan komponen subsidi, tapi pupuk non subsidi, baik kreditnya maupun pupuknya. “Sekarang anggaran pupuk bersubsidi kalau dilihat alokasinya, seharusnya 45 juta ton, sedang pemerintah hanya mampu sekitar 9,5 juta ton,” jelas Arum.

Baca juga  Kinerja Pemerintahan Papua Terendah Secara Nasional

Kalau anggaran pupuk bersubsidi yang disiapkan pemerintah hanya sebesar itu, selebihnya petani akan mendapatkan dari mana. Karena itu, satu-satunya jalan yang bisa dilakukan petani, diperoleh dari pupuk non subsidi.

Selanjutnya, agar hitungannya tidak salah dan petani tetap bergairah serta punya nilai ekonomi, maka komponen biaya produksi sebaiknya tidak dimasukkan biaya subsidi, tapi dihitung non subsidi.