Garebeg Sekaten, Ratusan Warga Berebut Sedekah Gunungan Di Masjid Kauman Jogja

Puncak perayaan Sekaten Tahun Dal 1951 atau tahun 2017 ditutup dengan  upacara Garebeg Sekaten  yang ditandai dengan keluarnya  8 buah gunungan dari Keraton Yogyakarta. Kedelapan buah gunungan Sekaten ini kemudian dibagi untuk diperebutkan di halaman masjid besar Kauman, kompleks Kepatihan dan Puro Pakualaman, Jumat, (01/12/2017).

Kedelapan  gunungan Sekaten itu  terdiri dari 3 buah gunungan Lanang (laki), 1 buah gunungan Wadon (perempuan), 1 buah gunungan Gepak, 1 buah gunungan Pawuhan , dan 1 buah gunungan Brama, Selain itu ada juga 1 gunungan pengiring  yang terdiri dari gunungan Picisan, Tenggok, Angkringan dan Songgon. Gunungan Sekaten terbuat dari berbagai jenis makanan dan sayuran hasil pertanian yang tersusun meninggi menyerupai bentuk gunung.

Prosesi upacara Garebeg diawali dengan persiapan para prajurit Karaton  sebanyak 10 Bregada (pasukan)  pada pukul 06.00 wib di Pracimosono sisi barat Pagelaran Kraton Yogyakarta.  Mereka menanti kedatangan pembawa bendera (Juodo Doro) yang bertugas meminta bendera di Keraton atau biasa di sebut Nyandong serta pendamping dari 10 pasukan itu.

Selain prajurit yang dipimpin oleh Pandego, hadir pula GBPH. H. Yudhaningrat sebagai Manggala Yudha atau Pimpinan tertinggi  prajurit Keraton Yogyakarta. Manggala Yudha dan para prajurit kemudian menuju Magangan melewati Jl. Rotowijayan. Setibanya di Ngejaman prajurit Surokarso yang merupakan prajurit dari Putra Mahkota dan prajurit Bugis  ( prajurit Kepatihan)  berbelok menuju bangsal Ponconiti.  Sedangkan 8 lainnya meneruskan kirab menuju Magangan. Kedelapan prajurut yang kirab melewati Magangan meliputi prajurit Wirobrojo, Daeng, Patangpuluh, Jogokaryo, Prawirotomo, Nyutro, Ketanggung, dan Mantrijero.

Baca juga  GET READY FOR SEMISAL, SPESIAL MUSIK BULAN SEPTEMBER DI BROADWAY THE FLAVOR BLISS ALAM SUTERA!

Setelah beristirahat sejenak pasukan prajurit menuju Siti Hinggil dengan lampah macak. Perjalanan diawali oleh Prajurit Wirobrojo dan dikuti oleh prajurit lain dibelakangnya. Tepat di Regol Sri Manganti Manggala Yudha berhenti dan menghadap ke selatan menunggu hingga urutan prajurit terakhir yakni Mantrijero tiba. Lalu, Manggala Yudha kembali menuju Siti Hinggil.

Manggala Yudha berjalan turun melewati anak tangga  diiringi abdi dalem pembawa ampilan. Setibanya di depan Pagelaran Keraton Yogyakarta Manggala Yudha diberi penghormatan dari prajurit. Setelah mendapat laporan dari Pandego, ManggalaYudha memerintahkan prajurit untuk disiapkan dan Kagungan Dalem Parden atau Gunungan Sekaten dikeluarkan.

Tata urutan barisan diawali oleh prajurit Bugis disusul Abdi Dalem Sipat Bupati lalu kedelapan gunungan Sekaten.  Saat  Gunungan melewati 8 Bregodo prajurit, gunungan Sekaten  diberi penghormatan dengan tembakan Salvo (drel) sebanyak 3 kali. Selanjutnya gunungan dibawa menuju ke Masjid Besar Kauman. Satu buah gunungan dibawa ke Kepatihan (Kompleks Kantor Gubernur DIY) dan satu buah dibawa ke Puro Pakualaman Yogyakarta.

Baca juga  Tingkatkan Konservasi Lahan dan Air, Kementerian PUPR Tanam 126 Ribu Pohon Serentak di 34 Provinsi

Gunungan ini kemudia diserahkan oleh Abdi Dalem Sipat Bupati kepada Abdi Dalem Kyai Penghulu KRT. Kamaludiningrat untuk didoakan dan diperebutkan oleh warga masyarakat.

Khusus untuk gunungan Sekaten Brama setelah didoakan tidak dibagikan kepada warga, namun dibawa kemabli ke Kertaon Yogyakarta  untuk diserahkan kepada GKR. Hemas ( Permaisuri Raja). Gunungan ini kemudian diserahkan kepada Sri Sultan Hamengkubuwono X dan sebagian dibagikan kepada para abdi dalem yang ada di Cepuri Keraton Yogyakarta.

Warga Berebut Gunungan

Selesai didoakan dan dipersilakan untuk dibagikan, gelombang lautan warga menyerbu gunungan yang diletakan berjejer di depan masjid Kauman. Dalam hitungan menit semua ludes terebut. Bukan saja makanan dan sayuran saja, kayu dan bambu kerangka gununganpun ikutan direbut.

Baca juga  Rundown IMF 2023: Festival Topeng Internasional di nDalem Djojokoesoeman, Surakarta

Dhita perempuan  muda asal Jogja utara mendapatkan sepotong besar makanan yang terbuat dari umbi-umbian. Meskipun mendapatkan makanan itu, Dhita tidak tahu mau diapakan dengan barang itu. “ Tidak tahu mas mau diapakan ini. Saya ya, cuma ikut-ikutan rebut saja. Kayaknya seru aja gitu,” ujarnya sambil tertawa lebar. Ibunya juga menambahkan bahwa tidak akan memperlakukan makanan yang didapat anaknya itu sebagai sesuatu yang istimewa. Tetapi menurutnya, semua diserahkan kepada masing-masing orang. “Ada yang percaya bahwa ini akan membawa berkah. Mangga kemawon (silakan saja) . Tapi yang penting harus tetap percaya sama Yang diatas dan terus berusaha, kerja keras,” tambahnya.