Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan menyampaikan evaluasinya terhadap kinerja Komoditas Pertanian per Agustus 2021. Dimana, realisasi Pengembangan Padi baru mencapai 52,95 persen dari target yang ditetapkan dan produksi bibit ternak baru mencapai 55,15 persen dari target yang ditetapkan. Serta program unit pengembangan pupuk organik (UPPO) yang baru terlaksana 30,94 persen.
Menurutnya realisasi kinerja tersebut masuk dalam kategori rendah. Ia berharap pemerintah lebih serius dalam merealisasikan pengembangan tanaman padi untuk mencapai target seluas 2.806.000 hektar, dan juga pencapaian produksi bibit ternak sapi yang ditargetkan sebanyak 971.170 ekor serta program UPPO sebanyak 1.655 unit.
“Ketiga program di atas sangat penting untuk mendukung ketahanan pangan nasional dan membantu kesejahteraan petani dan peternak serta menjadikan peningkatan produksinya harus diprioritaskan agar negara kita tidak tergantung impor beras dan impor sapi dari negara lain,” papar Johan saat mengikuti Rapat Kerja bersama Menteri Pertanian di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta Rabu (25/8/2021).
Politisi PKS ini menilai terjadi paradox atas kinerja yang rendah pada kegiatan produksi bibit ternak (52,95 persen) dan UPPO (30,94 persen) dari target nasional malah disikapi dengan kebijakan peningkatan importasi daging sapi yang pada Bulan Juli 2021 mencapai 71,72 juta dolar AS atau setara Rp1,076 triliun.
“Saya sesalkan realisasi yang rendah disikapi dengan impor. Hal ini berdampak semakin tidak berkembangnya komoditas pertanian dalam negeri dan yang pasti akan merugikan petani dan peternak lokal,” ujar Johan.
Pada kesempatan tersebut, Johan juga mempertanyakan realisasi pengembangan tanaman kedelai. Karena Mentan telah berjanji kepada rakyat untuk meningkatkan produksi kedelai nasional dalam dua kali masa tanam.
“Hal ini harus dijelaskan kepada publik karena ketergantungan dengan kedelai impor telah merugikan petani dan meresahkan usaha UMKM tahu tempe di tanah air selama 2021 ini,” tutur wakil rakyat dapil NTB ini.
Secara tegas, Johan mempertanyakan kinerja pemerintah dalam meningkatkan nilai produksi cabe nasional karena ternyata harganya sangat fluktuatif dan terjadi impor cabe dalam jumlah yang besar pada bulan ini. Ia juga menyoroti perkembangan rata-rata harga gabah di tingkat petani yakni sebesar Rp4.254/kg yang hal ini terus mengalami penurunan 0,62 persen dari hari sebelumnya.
Johan mempertanyakan kemampuan pemerintah dalam menjaga stabilitas harga gabah di tingkat petani pada saat panen raya. Pemerintah perlu memikirkan solusi dan terobosan karena menyangkut soal kesejahteraan petani dan keluarganya. Setiap tahun para petani selalu menjerit karena harga gabah yang jatuh saat panen dan tingginya ongkos produksi sehingga mereka alami kerugian.
“Saya minta pemerintah untuk memperbaiki kebijakan regulasi APBN 2022 agar memperkuat sektor Pertanian sebagai penyelamat ekonomi nasional karena terbukti sektor pertanian bisa tumbuh lebih baik dari sektor lainnya dan saat ini market share kredit Pertanian telah mencapai 28 persen sehingga dapat menjadi penopang bagi kekuatan ekonomi nasional,” tutup Johan Rosihan. (dep/es)