Wakil Ketua DPR RI Abdul Muhaimin Iskandar terus menyerap aspirasi masyarakat di berbagai penjuru negeri. Salah satunya dengan masyarakat Papua Barat melalui kegiatan bertajuk Roadshow Politik Kesejahteraan ‘Gus Muhaimin Mendengar Bersama Masyarakat Papua Barat’. Dalam kesempatan itu, Gus Muhaimin memberikan kesempatan kepada tokoh dan elemen masyarakat Papua Barat untuk menyampaikan aspirasi mereka.
Mendengar berbagai aspirasi yang disampaikan warga Papua Barat secara virtual pada Senin (30/8/2021), Gus Muhaimin mengaku siap memperjuangkannya di DPR. ”Secara bersama-sama, seluruh aspirasi yang disampaikan akan kami perjuangkan di DPR,” tuturnya. Gus Muhaimin mengatakan, harapan baru untuk Papua Barat saat ini lebih baik dan semakin nyata dengan adanya Undang-Undang Otsus Nomor 2 tahun 2021, perubahan kedua dari UU sebelumnya Nomor 21 Tahun 2001.
Beberapa capaian luar biasa dari perjuangan UU Otsus yang baru ini, di antaranya pertama, Dana Alokasi Umum (DAU) Nasional untuk Papua yang dulu hanya 2 persen, kini meningkat menjadi 2,25 persen. Kedua, anggota DPRD jalur pengangkatan yang dulu hanya berlaku di DPRD Provinsi, kini telah mengakomodir jalur pengangkatan anggota DPRD di kabupaten/kota se-Papua Barat, sesuai mekanisme dan peraturan yang akan susun kemudian.
“Terobosan kebijakan ini merupakan solusi terbaik, kebijakan yang kompromistis, dari ditiadakannya partai politik lokal. Dengan kebijakan ini, diharapkan putra-putri terbaik Papua Barat dapat memberikan kontribusi terbaik untuk pembangunan Papua Barat sekaligus untuk Indonesia tercinta,” kata Gus Muhaimin.
Ketiga, tambah Pimpinan DPR RI Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Korkesra), UU Otsus dulu hanya melahirkan 1 Peraturan Pemerintah, yakni adanya lembaga kultur orang asli Papua Majelis Rakyat Papua. Kini, akan ada 7 buah produk Peraturan Pemerintah yang saat ini masih dalam bentuk rancangan.
Di samping itu, Papua Barat dalam 2 tahun terakhir ini selalu dinobatkan sebagai provinsi dengan tingkat toleransi tertinggi di Indonesia. “Hal ini sangat membanggakan dan layak kita terus pertahankan. Toleransi antar sesama anak-anak bangsa merupakan modal sosial yang sangat penting untuk mewujudkan kesejahteraan. Meneladani spirit perjuangan Gus Dur. Gus Dur adalah tokoh yang mampu mendengar rakyat Papua. Keteladanan beliau sudah banyak kita baca, kita dengar, dan akan kita wariskan kepada bangsa Indonesia,” katanya.
Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (F-PKB) ini mengatakan, ada dua hal mendasar dan fundamental untuk membangun Papua dan Papua barat di masa depan. Pertama, pembangunan harus berpijak dan berlandas pada jalan kebudayaan/pendekatan budaya. Nilai, tradisi, etika, norma, budaya, hukum adat, serta aturan-aturan khusus yang dimiliki masyarakat Papua.
Kedua, masa depan Papua hanya bisa diwujudkan dengan melakukan transformasi dari pembangunan yang bersifat eksklusif ke inklusif. Pendekatan ekslusif pada masa lalu di bumi Papua telah menciptakan pertumbuhan yang buruk dan mengarah pada pengucilan atau ekslusi sosial masyarakat Papua sendiri.
Sebelumnya, Wali Kota Sorong Lambertus Jitmau menyampaikan rasa terima kasihnya karena telah diusung PKB. Karena itu, dirinya akan selalu berkomitmen untuk memperjuangkan kesejahteraan masyarakat Kota Sorong. Lambertus juga menyampaikan terima kasih karena PKB telah memperjuangkan UU Otonomi Khusus (Otsus) dan rencana pemekaran wilayah di Papua Barat untuk memperpendek rentang kendali layanan dan pembangunan.
Sementara itu, Rektor IAIN Kota Sorong Hamzah menyampaikan terima kasih karena PKB ikut memperjuangkan pengembangkan IAIN Sorong dari sebelumnya STAIN yang selama 13 tahun menjadi lembaga swasta di bawah Yayasan Hikmah. ”Perlu ada percepatan. Kalau bisa tahun 2024, kita sepakat transformasi dari IAIN menjadi UIN demi mengembangkan potensi masyarakat. Dengan Perubahan UIN berpotensi bisa mengembangkan masyarakat di Papua Barat,” tuturnya.
Di sisi lain, tokoh adat Suku Abun Kabupaten Tambrauw Nikodemus Sawen menyampaikan bahwa saat ini di wilayahnya masih terkendala infrastruktur dasar pembangunan. ”Pendidikan, kesehatan dan pertanian masih sangat terkendala. Pembangunan infrastruktur jalan dari ibu kota kabupaten ke ibukota kecamatan belum terakses. Dari distrik ke kampung-kampung juga belum terakses. Banyak anak disekolahkan di kota karena tidak ada layanan pembangunan pendidikan di kampung,” katanya.
Mulyani, salah seorang ibu rumah tangga, juga menyampaikan aspirasinya bahwa saat ini dia bersama keluarganya menempati rumah berukuran 2×3 yang sangat tidak layak karena terkena musibah banjir. Selain itu, karena tidak ada biaya, anak-anaknya terpaksa putus sekolah. ”Saya tidak tega, anak-anak yang seharusnya masih sekolah, terpaksa harus bekerja karena ayahnya diputus dari pekerjaannya, dan anak-anak saya semua putus sekolah,” urainya. (bia/sf)