Pemerintah menyatakan menunda penggunaan vaksin AstraZeneca hingga ada hasil penelitian organisasi kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO) terkait efek sampingnya. Menanggapi hal itu, Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher meminta pemerintah untuk melakukan asesmen menyeluruh terhadap vaksin Covid-19 asal Inggris tersebut.
“Sebagaimana diketahui, tidak dilakukan uji klinis vaksin AstraZeneca di Indonesia. Oleh sebab itu, saya mendukung penundaan penggunaannya dan meminta pemerintah melakukan asesmen menyeluruh. Jangan sampai kita kecolongan karena tergesa-gesa memberikan izin penggunaan darurat,” ujar Netty melalui rilis yang diterima Parlementaria, baru-baru ini.
Menurut politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tersebut, meskipun vaksin AstraZeneca diperoleh dengan skema COVAX-WHO (secara gratis), bukan berarti pemerintah dapat mengabaikan uji klinis terhadap efikasi, kualitas dan kehalalannya. “Semua harus transparan, jangan ada yang disembunyikan,” tukas Netty.
Dalam pemberitaan media sebelumnya, disebutkan sejumlah negara seperti Perancis, Jerman, Italia, Bulgaria, Denmark, Islandia dan sejumlah negara lainnya telah menyatakan menunda penggunaan vaksin Covid-19 buatan perusahaan Inggris tersebut, akibat adanya laporan kasus pembekuan darah dan kemungkinan efek samping lainnya dari vaksin tersebut.
“Harus ada evaluasi atas temuan dugaan efek samping dari vaksin AstraZeneca di luar negeri. Kita butuh cepat dan segera selesaikan program vaksinasi, tapi harus tetap mengutamakan keamanan. Kita sedang perang melawan Covid-19 yang taruhannya adalah nyawa rakyat dan keselamatan bangsa. Keputusan memilih, membeli dan mendatangkan vaksin adalah kewenangan pemerintah yang tidak boleh dititipi kepentingan bisnis dan politis,” ujarnya.
Netty juga meminta pemerintah agar memastikan nasib 1,1 juta dosis serta 50 juta dosis vaksin AstraZeneca yang sudah didatangkan dan dibeli pemerintah. “Bagaimana nasib 1,1 juta vaksin yang sudah didatangkan dan 50 juta yang sudah dibeli pemerintah? Menurut info, masa kadaluarsa 1,1 juta dosis tersebut hanya sampai Mei 2021. Sekarang sudah memasuki pertengahan Maret. Bagaimana kalau kita tidak mampu menggunakan vaksin tersebut sebelum masa kadaluarsanya habis?” tanya Netty.
“Pemerintah harus segera mencari solusi atas persoalan tersebut. Kejadian ini harus jadi catatan pemerintah agar tidak tergesa-gesa dalam melakukan pembelian dan mendatangkan vaksin. Jangan sampai karena skema vaksin gratis, kita jadi lemah dan tidak mandiri. Penting juga dijelaskan pada masyarakat apakah skema vaksin gratis COVAX-WHO ini benar-benar bantuan murni bebas syarat. Jangan sampai publik berpikir, 1,1 juta dosis gratis didapatkan karena bersedia membeli 50 juta dosis lainnya,” kata Netty.
Terakhir, legislator dapil Jawa Barat VIII itu meminta pemerintah agar menggencarkan sosialisasi mengenai vaksin dan vaksinasi. “Sosialisasi harus masif dan efektif, agar mencegah beredarnya informasi hoaks dan tidak berdasar. Sosialisasi vaksin juga jangan monoton. Gandeng tokoh masyarakat dan influencer yang sikap dan ucapannya didengar dan diikuti. Hati-hati, jangan salah pilih role model yang malah memberikan contoh buruk pada masyarakat,” pesan Netty. (rnm/sf)