Mengapa Bank Syariah Indonesia Berani Mengambil Risiko?

Bogor, 16 November 2018 – Pengajar dan peneliti STEI Tazkia, Yaser Taufiq Syamlan, CIFP, M.E, menjadi salah satu anggota tim delegasi the 6th ASEAN Universities International Conference on Islamic Finance (the 6th AICIF) yang diadakan oleh International Council of Islamic Finance Educators (ICIFE).

Berkontribusi kepada pengembangan keuangan Islam di Flipina terutama di Marawi,  Mindanao, adalah salah satu misi Yaser mengikuti konferensi ini. Untuk itu, Yaser mempresentasikan tentang pengelolaan risiko bank syariah di Indonesia. “Faktor mengapa bank syariah di Indonesia berani mengambil risiko,” kata Yaser.

Tema tersebut sangat bermanfaat bagi perbankan secara umum. Menurutnya, bank syariah saat ini sedang melewati tahap pertumbuhan dalam sebuah siklus bisnis. Oleh karena itu, sangat memerlukan faktor apa yang sangat memengaruhi risiko mereka.  Dalam penelitian ini,  “Kehadiran dana pihak ketiga berupa deposito, tabungan, giro menjadi faktor terbesar mengapa bank syariah berani mengambil risiko pembiayaan begitu tinggi”, kata Yaser.

Baca juga  IAPE 2024: Pameran yang Menyatukan Pelaku Industri Pakaian

Keunikan dalam penelitian ini adalah ketika Dana Pihak Ketiga (DPK) meningkat,  justru risiko pembiayaan akan menurut. Artinya,  bank syariah sebenarnya tidak bisa mengoptimalkan DPK mereka ke pembiayaan.  Mereka menempatkan dana tersebut ke pasar uang yang risikonya lebih rendah.

Lebih lanjut dijelaskannya, untuk mengatasi ketidakmampuan bank syariah dalam menyalurkan pembiayaan dan di saat yang sama mengurangi risiko,  bank syariah dapat menawarkan kelas produk baru seperti pembiayaan terikat ayau mudharabah muqayyadah yang seluruh risikonya ditanggung oleh investor.

Penejelasan di atas apabila dihubungkan dengan konteks perbankan atau keuangan mikro di Filipina, dapat menjadi kelas produk baru bagi investor yang ingin mengambil keuntungan lebih besar. Mereka dapat langsung menempatkan dananya. Di sisi lain,  lembaga keuangan syariah juga dapat mengurangi risiko atas penempatan dana DPK yang ada.