Mahasiswa Informatika UKDW Berhasil Selesaikan Program Bangkit

Enam mahasiswa Program Studi Informatika Universitas Kristen Duta Wacana (UKDW) Yogyakarta telah berhasil menyelesaikan Program Bangkit 2021 yang terselenggara atas kerja sama Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia dengan beberapa perusahaan besar di Indonesia seperti Google, Gojek, Tokopedia, dan Traveloka. Program ini merupakan salah satu upaya untuk mendorong kampus dalam penerapan program Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), dimana mahasiswa bisa terjun langsung ke lapangan yang dipandu oleh mentor dari berbagai perusahaan yang kompeten di bidangnya. 

Dalam program ini, sekitar 3000 mahasiswa yang terseleksi mengikuti pengalaman belajar selama kurang lebih 18 minggu yang dimulai pada bulan Februari 2021 dan berakhir Juni 2021. Tahun ini, Program Bangkit menawarkan tiga track di dalamnya yaitu Machine Learning, Android Development, dan Cloud Computing. Selain mengasah kemampuan softskill,  para mahasiswa yang ikut program ini juga mendapatkan kesempatan untuk mengikuti ujian sertifikasi dari masing-masing track yaitu Tensorflow Developer Certificate, Associate Android Developer Certification, dan Associate Cloud Engineer Certification. 

Keenam mahasiswa Prodi Informatika UKDW yang ikut dan berhasil menyelesaikan Program Bangkit tersebut adalah Jesslyn Septhia, Hezkiel Rivaldo Siregar, Ebentera Santosa, Desendo Imanuel, Nafarel Triyoga Maskuncoro, dan Stevani Dwi Utomo. Sesuai dengan konsep dari Program Bangkit, keenam mahasiswa tersebut bisa mendapatkan konversi mata kuliah maksimal 20 SKS. Peserta-peserta terbaik akan mendapat kesempatan untuk mengikuti program University Innovation Fellow dari Stanford University. 

Jesslyn Septhia, salah satu mahasiswa Prodi Informatika UKDW yang berhasil menyelesaikan Program Bangkit 2021 menuturkan salah satu keuntungan ikut Program Bangkit adalah mendapatkan peluang bekerja di perusahaan terkemuka di Indonesia. Dalam program ini, Jesslyn mengambil materi machine learning, dimana dia belajar lebih jauh mengenai penggunaan Tensorflow dan bahasa pemrograman Python. 

“Tentu saya menemui kendala dalam mengikuti program ini, terutama masalah waktu dimana kami dituntut untuk menyelesaikan course yang diberikan dalam waktu sebulan, padahal seharusnya dikerjakan dalam waktu setahun. Hal ini tentu membutuhkan tanggung jawab yang lebih besar, terlebih dalam menyelesaikan proyek akhir. Karena tim kami berasal dari berbagai daerah dan universitas, kami harus bisa membagi waktu dengan baik, karena ada deadline waktu pengumpulan tugas. Terlebih sebagai ketua tim, saya harus bisa menciptakan atmosphere yang kondusif agar teman-teman yang terlibat bisa berbaur dengan baik dan tidak merasa canggung,” terang Jeslyn, Selasa (29/6/2021)

Dalam projek akhirnya, Jesslyn dan tim sepakat membuat sebuah aplikasi mental health yang berfokus pada penanganan post traumatic stressed disorder (PTSD). “Kami sudah melakukan survey dan mendapati bahwa masih banyak orang yang susah untuk bercerita perihal masalah pribadi karena takut direndahkan atau dijadikan bahan omongan. Kami meyakini bahwa trauma yang tidak diobati akan mengakibatkan dampak yang lebih serius. Dalam pengembangan aplikasi ini kami bekerja sama dengan tiga orang psikolog yang sudah berpengalaman dalam menangani PTSD. Aplikasi ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dan masyarakat Indonesia dalam menangani trauma yang dihadapi maupun yang memiliki kendala dalam kesehatan mental,” pungkasnya.