Jakarta (18/06) – Tingkat kerentanan pada anak semakin tinggi, terutama bagi mereka yang tinggal di suatu daerah yang mengalami/rawan bencana.
Kondisi ini bertambah berat dalam masa pandemi Covid-19, seperti yang dialami anak yang masih tinggal di Hunian Sementara (Huntara) akibat bencana gempa bumi pada 2018 lalu yang mengguncang Lombok, Nusa Tenggara Barat, dan Kota Palu, serta Donggala, Sulawesi Selatan. Anak yang berada dalam wilayah pasca bencana atau yang masih tinggal di huntara memiliki kerentanan ganda dan merasakan dampak kesehatan, sosial, dan ekonomi.
“Beberapa bentuk kerentanan yang dialami anak yang tinggal di suatu daerah yang mengalami/rawan bencana, yakni keterpisahan, mengalami kekerasan fisik, psikis, dan seksual, penelantaran, eksploitasi dan/atau trafficking. Oleh karena itu, kita butuh keseriusan dan tenaga ekstra untuk menangani setiap kasus yang terjadi di daerah rawan ini. Harapannya, webinar ini menjadi pengingat untuk kita bersama-sama meningkatkan komitmen upaya perlindungan anak secara terpadu oleh instansi pemerintah, perusahaan, serikat pekerja, lembaga swadaya masyarakat, dan masyarakat,” ujar Deputi Perlindungan Anak Kementerian Pemberdayan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), Nahar dalam Webinar Manajemen Kasus sebagai Upaya Perlindungan Anak di Hunian Sementara (Huntara) Pasca Bencana di Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Barat.
Nahar menambahkan perlindungan khusus anak harus dilakukan dengan tiga (3) skema penanganan meliputi pencegahan, layanan komprehensif termasuk penyediaan telepon pengaduan, dan reformasi manajemen penanganan kasus yang komprehensif.
“Tantangan kita semakin bertambah dengan adanya keterbatasan ruang gerak di tengah masa pandemi seperti sekarang ini. Untuk itu perlu ada penguatan dan pelatihan dalam urgensi manajemen kasus dalam perlindungan anak di masa pandemi Covid-19. Hal ini agar dapat meningkatkan pemahaman dan terciptanya kesamaan persepsi dan tujuan bagi pendampingan dalam penyelesaian kasus anak,” tambah Nahar.
Sementara itu, Deputi Program Implementasi dan Kebijakan Yayasan Sayangi Tunas Cilik (YSTC) Pusat, Tata Sudrajat memaparkan bagaimana manajemen kasus dalam perlindungan anak di masa pandemi covid-19 harus menjadi perhatian bagi semua pihak. “Dalam kondisi pandemi Covid-19, kerentanan anak yang mengalami kasus cenderung meningkat. Salah satu cara untuk menangani kasus tersebut adalah dengan manajemen kasus dan ditangani oleh tenaga profesional. Melalui manajemen kasus, setiap kasus yang masuk akan dikaji secara cepat terlebih dahulu untuk diidentifikasi apa saja yang menjadi kebutuhan anak, bagaimana alur penanganannya, dan siapa yang akan menanganinya,” ujar Tata.
Dalam kesempatan yang sama, Asisten Deputi Perlindungan Anak dari Kekerasan dan Eksploitasi, Valentina Gintings menuturkan pelatihan manajemen kasus dalam situasi pandemi Covid-19 dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan nilai sumber daya manusia penyedia layanan perlindungan khusus anak mengenai manajemen kasus dalam situasi pandemi Covid-19.
“Menjadi sangat penting untuk mengimplementasikan upaya perlindungan khusus anak dari situasi yang dapat mengganggu kelangsungan hidup dan perkembangan anak di wilayah rentan kebencanaan. Oleh karena itu memastikan pemenuhan hak dan perlindungan anak dari situasi kekerasan, eksploitasi, penelantaran, perlakuan salah, dan diskriminasi sudah menjadi suatu kewajiban terutama pada masa pandemi Covid-19. Dalam waktu dekat akan diadakan pertemuan lanjutan melalui online untuk memperdalam pemahaman manajemen kasus sebagai upaya perlindungan anak di huntara pasca bencana khusus bagi para penyedia dan pendamping layanan,” ujar Valentina.
Lebih lanjut, Asisten Deputi Perlindungan Anak dalam Situasi Darurat dan Pornografi Kemen PPPA, Ciput Eka Purwianti mengatakan dalam kondisi sekarang ini, penguatan kebijakan perlindungan anak dalam situasi kebencanaan menjadi sangat penting. “Saat ini, Lombok, Kota Palu, dan Donggala sudah berada dalam tahap rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana, namun mereka kembali dihadapkan dengan situasi sulit, yakni pandemi Covid-19. Tidak mudah bagi korban bencana untuk melalui masa-masa sampai pada tahap rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana dengan ditambah lagi dengan pandemi Covid-19 ini akan menjadi kesulitan baru bagi mereka. Untuk itu, saat ini kita harus menyiapkan diri bukan hanya siap tanggap bencana tapi juga siap menghadapi adaptasi dalam kondisi new normal,” ujar Ciput
Ciput menambahkan saat ini masyarakat Indonesia sudah mempunyai modal nilai yang harus diteruskan dalam hal menghadapi kondisi pasca bencana, yakni nilai gotong royong dan kesetiakawanan. “Kedua nilai tersebut akan menjadi penyemangat untuk bangkit dari permasalahan kebencanaan, khususnya bagaimana kita melindungi anak dan keluarga yang terdampak bencana. Selain itu yang tidak kalah penting ialah sinergi dari seluruh elemen yang ada untuk siaga dalam menghadapi bencana dan kondisi pasca bencana,” tambah Ciput.
BPSDM PUPR, Thai Lion Air, BNI Syariah, Kementan RI, Kemenperin RI, Kemen PPPA RI, Inspirational Video, Motivational Video