Indonesia Perlu Waspadai Gangguan Penglihatan

Bandung, 30 Oktober 2018 – ”Anak saya mengalami masalah ‘mata malas’ dengan kondisi mata minus 5,” ujar Susilo Wardoyo, peserta pertemuan tematik Bakohumas dari Kementerian Pertahanan RI mengakui kondisi putranya.

Mata malas yang dimaksud dalam istilah medis adalah amblyopia, yaitu suatu kondisi di mana otak lebih cenderung mengaktivasi salah satu mata saja. Biasanya, hal ini dikarenakan penglihatan mata yang satu lebih buruk daripada mata yang lainnya.

”Angka gangguan penglihatan meningkat tajam. Sebanyak 4 persen dari data Unicef dialami 1,4 juta anak, sekitar 1 juta di Asia dan 400 ribu anak di Afrika,” ungkap Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes RI drg. Widyawati, MKM.

Baca juga  Lion Air Memulai Penerbangan Umrah 1445 Hijriah dan Liburan Musim Panas dari Kalimantan: Balikpapan ke Jeddah

Tidaklah mengherankan jika gangguan kesehatan mata minus pada anak dan mata katarak kian jamak ditemui.

Bahkan, imbuh Widyawati, sebanyak 0,3 persen terjadi pada usia 0-15 tahun dan 1% di antaranya terdeteksi di negara-negara berkembang.

”WHO menyatakan 500 anak buta tiap tahun atau 1 di antara 1.000 anak mengalami kebutaan per menit. Angka kebutaan di Indonesia 3% dan sebanyak 81% karena katarak,” ulas Widyawati.

Data tersebut menjadi sebuah petunjuk bagi Kemenkes RI dalam upaya penanggulangan gangguan penglihatan maupun kebutaan sejak dini. Lantaran masyarakat butuh akses ke fasilitas layanan kesehatan bermutu dan sesuai standar.

Kemudian, imbuh Widyawati, edukasi terhadap orang tua anak sekolah dan penderita diabetes serta hipertensi harus dilakukan berkesinambungan agar mereka mau mengatasi gangguan penglihatannya. Posbindu pun diaktifkan untuk mencari populasi masyarakat berisiko gangguan penglihatan. Hal ini terkait harapan hidup Lansia yang juga menyebabkan makin tingginya kasus gangguan penglihatan.

Baca juga  Trellix Membawa Evolusi XDR Guna Membantu Institusi Keuangan Dan Perbankan Menghadapi Gelombang Ancaman Siber Yang Dipicu Ketidakstabilan Politik Global

”Tapi ancaman kebutaan bisa dicegah. Screening dan deteksi dini menjadi solusi utama sekaligus dukungan dari Bakohumas yang dapat menyebarkan informasi tentang pencegahan gangguan penglihatan berikut pelayanan komprehensif yang tersedia bagi masyarakat,” cetus Widyawati.

Harapan dari Kemenkes RI tersebut ditanggapi positif oleh Plt. Sesditjen Informasi dan Komunikasi Publik Kominfo Sumiati. Di hadapan puluhan anggota Bakohumas, ia menegaskan bahwa semua pihak harus bergerak dengan berkontribusi upaya pencegahan terhadap kebutaan.

Sumiati meyakini jika sinergitas dari Humas kementerian dan lembaga akan mempercepat diseminasi informasi melalui kanal informasi pemerintah, salah satunya melalui forum Bakohumas.

”Wujud nyatanya dengan mengimbau para anggota untuk menyebarkan informasi terkait pencegahan kebutaan melalui kanal medsos K/L agar lebih bermakna,” katanya optimistis.