Analisis Kuartal Ketiga: Pertumbuhan Domestik Indonesia Menjadi Faktor Utama dibanding Kinerja Perdagangan

Pada Triwulan Ketiga 2023, pertumbuhan ekonomi Indonesia tercatat sebesar 4,94% secara tahunan. Meskipun sedikit di bawah ekspektasi 5%, angka ini mengalami peningkatan kecil dari 5,2% pada Triwulan Kedua. Namun, pertumbuhan produksi menunjukkan laju yang lebih lambat, tumbuh sebesar 1,6% dibandingkan dengan 3,9% pada Triwulan Kedua, mencerminkan penurunan historis dalam tingkat pertumbuhan triwulanan. Setelah penyesuaian musiman, pertumbuhan triwulanan melambat menjadi 0,8%, hampir setengah dari tingkat pertumbuhan pada Triwulan Kedua.

Berikut adalah rincian dari analisis tersebut:

Meskipun pertumbuhan PDB nominal melambat, pertumbuhan domestik tetap mengatasi kelemahan sektor ekspor. Namun, tidak semua sektor pertumbuhan berjalan dengan kecepatan yang sama. Konsumsi secara keseluruhan menurun menjadi 4% secara tahunan dari 5,9% pada Triwulan Kedua, terutama dipengaruhi oleh penurunan belanja rumah tangga (5,1% dibandingkan dengan 5,2% pada Triwulan Kedua). Selain itu, belanja pemerintah juga turun tajam sebesar -3,7% secara tahunan dibandingkan dengan 10,6% pada Triwulan Kedua. Meskipun tingkat inflasi Triwulan Ketiga menurun, laju inflasi secara kumulatif sejak 2022 tetap tinggi.

Investasi menjadi faktor penting dalam kontribusi pertumbuhan, dengan pertumbuhan sebesar 5,8% secara tahunan dibandingkan dengan 4,6% pada triwulan sebelumnya. Investasi domestik dan asing meningkat pada Triwulan Ketiga di sektor-sektor tertentu seperti pertambangan, pengolahan logam, industri hilir, kimia, farmasi, dan utilitas.

Namun, secara kontras, ekspor mengalami perlambatan sebesar -4,3% secara tahunan dibandingkan dengan 3% pada Triwulan Kedua. Sementara itu, impor mengalami kontraksi yang lebih dalam, turun sebesar -6,2% secara tahunan (dibandingkan dengan 3,1% pada Triwulan Kedua). Koreksi tajam pada harga komoditas menekan kinerja perdagangan, terutama komoditas seperti minyak kelapa sawit (-27% secara tahunan), batu bara (-44% secara tahunan), dan nikel (-1% secara tahunan). Selain itu, permintaan dari pasar utama juga melambat, terutama dalam pengiriman ke Jepang, Tiongkok, AS, Singapura, dan Malaysia.

Perlambatan impor secara bersamaan mengakibatkan ekspor neto kembali negatif, memberikan kontribusi 0,2 poin persentase terhadap pertumbuhan PDB secara keseluruhan, membaik dari -0,1% pada Triwulan Kedua, namun jauh lebih rendah dari 2,0 poin persentase pada Triwulan Pertama 2023.

Prospek:

Pertumbuhan rata-rata PDB dari Triwulan Pertama hingga Triwulan Ketiga 2023 mencapai 5,1% secara tahunan, mendekati proyeksi DBS Group Research untuk pertahun sebesar 5% secara tahunan. Pada Triwulan terakhir tahun ini, DBS Group Research memperkirakan dimulainya periode kampanye pra-pemilu akan memberikan dorongan pada konsumsi, meskipun investasi baru tergelincir ke mode “wait and see”.

Namun, tantangan terjadi dalam hal kenaikan harga pangan yang memicu langkah-langkah administratif untuk membatasi dampaknya pada daya beli rumah tangga. BMKG memperingatkan potensi kekeringan akibat fenomena El Nino, yang diperkirakan berlangsung hingga Triwulan Pertama 2024.

Para kandidat presiden menunjukkan dukungan pada pertumbuhan, dengan fokus pada investasi, pengentasan kemiskinan, pengendalian inflasi, peningkatan kegiatan provinsi, dan lain-lain, menandakan bahwa transisi politik yang akan datang tidak akan mengganggu momentum ekonomi.

Kebijakan:

Bank Indonesia secara tak terduga menaikkan suku bunga acuan pada Oktober, dengan pandangan positif terhadap pertumbuhan. Bank Sentral AS menunda kenaikan suku bunga, membantu menstabilkan rupiah. DBS Group Research mempertahankan ekspektasi untuk kenaikan terakhir dari siklus ini pada Triwulan ini. Bank sentral kemungkinan akan mempertimbangkan momentum pertumbuhan, arah mata uang, strategi harga dari pergerakan suku bunga FOMC, dan arus portofolio tambahan.

Ekspektasi akan kenaikan suku bunga acuan membawa risiko utama dalam hal koreksi tajam dolar AS dan penurunan suku bunga AS lebih dalam, yang dapat meringankan tekanan pada surat-surat berharga Indonesia untuk mempertahankan selisih suku bunga yang lebih lebar.

Penulis: Luthfan Wira Alfiqri