Kinabalu, Kemendikbud — Untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak Indonesia mendapatkan layanan pendidikan yang bermutu, Pemerintah mengirimkan sebanyak 95 dari 100 guru terpilih ke Malaysia. Mereka akan ditempatkan di pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) yang tersebar di wilayah Sabah dan Sarawak. Pengiriman guru ini dilakukan pada Kamis-Jumat, 1-2 November 2018. Sisanya akan diberangkatkan ke Kuching, Malaysia, setelah perizinannya rampung.
PKBM atau yang lebih dikenal dengan Community Learning Center (CLC) adalah lembaga pendidikan non formal yang diprakarsai dan dikelola oleh masyarakat sebagai upaya memenuhi kebutuhan pendidikan anak-anak Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia. Hingga saat ini terdapat 294 PKBM di Malaysia dengan rincian 155 jenjang sekolah dasar (SD) dan 139 jenjang sekolah menengah pertama (SMP).
Para guru itu akan melayani pendidikan anak-anak tenaga kerja Indonesia selama dua tahun. Hal ini merupakan bentuk kehadiran negara dalam mencerdaskan anak bangsa di manapun mereka berada. Mereka yang bertugas adalah guru profesional yang memiliki sertifikat pendidik yang sah dari pemerintah Indonesia dengan kompetensi meliputi pedagogi, kepribadian, sosial, dan profesinalisme.
Di Jakarta, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), Muhadjir Effendy berpesan, para guru harus proaktif mencari siswa bagi PKBM karena kondisi di sana jauh berbeda dengan kondisi sekolah di kota-kota besar di Indonesia yang sebagian besar jumlah pelamar atau calon siswa lebih banyak daripada yang diterima . Para guru, lanjutnya, dituntut agar mampu menggali potensi anak-anak Indonesia di tempatnya bertugas sehingga lebih banyak siswa sukses nantinya.
“Ini tanggung jawab yang besar dalam membawa nama Indonesia sekaligus pengabdian. Anda (sebagai guru) adalah wajah dari negara Indonesia yang akan berada di Malaysia,” ujar Mendikbud Muhadjir beberapa waktu lalu.
Mendikbud mengungkapkan, saat ini masih ada sekitar seratus ribu anak-anak Indonesia yang belum terlayani pendidikannya. “Kita (Pemerintah) baru bisa melayani sekitar 28 ribu, sekarang mau dinaikkan sampai 50 ribu targetnya,” tutur mantan Rektor Universitas Muhammadiyah Malang itu.
Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan Pendidikan Dasar, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Praptono mengatakan, kegiatan belajar mengajar di lokasi penempatan harus tetap berjalan meskipun pendukung delapan standar nasional pendidikan tidak tersedia sepenuhnya. Sarana prasarana yang terbatas, kelebihan jam kerja, dan lainnya menjadi tantangan yang harus dipecahkan para guru.
“Semoga anak-anak Indonesia di Malaysia bisa terlayani pendidikannya dan meraih masa depan yang lebih baik sehingga melalui pendidikan akan memutus rantai kemiskinan dan kebodohan,” ucapnya saat memberikan sambutan pada acara Serah Terima Guru untuk Pendidikan Anak-anak Indonesia di Malaysia, Rabu (31/10/2018), di Hotel Klagan Regency, Kota Kinabalu, Malaysia.
Hal yang sama juga diungkapkan, Diah Rizki Hutaminingsih, guru yang pernah bertugas di Malaysia. Menurutnya, anak-anak Indonesia di Malaysia sebenarnya memiliki potensi yang besar, hanya saja kesempatan mereka memperoleh pendidikan belum sepenuhnya ada. “Semoga anak-anak Indonesia di Malaysia bisa kembali ke Indonesia menjadi individu yang bermartabat bagi negaranya,” kata Diah.
Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Kota Kinabalu Malaysia, Khrisna Djelani menjelaskan, hampir seluruh anak-anak Indonesia yang akan diajar guru-guru itu lahir dan tumbuh besar di Negeri Jiran. Selain itu, perbedaan usia dalam satu rombongan belajar sangat beragam atau tidak sesuai dengan usia di jenjang pendidikan yang seharusnya sehingga perlu lebih sabar. “Masyarakat setempat menganggap guru sebagai manusia super yang tahu segalanya. Jangan mudah putus asa, setidaknya bisa menjadi panutan,” katanya.
Pengiriman guru ke Malaysia ini merupakan yang ke-9 kalinya sejak 2006 lalu. Hingga saat ini sebanyak 290 guru Indonesia mengajar di 294 PKBM di Malaysia yang tersebar di wilayah Sabah dan Sarawak.
Dorong TKI di Malaysia Sekolahkan Anak-anaknya
Melihat jumlah tenaga kerja Indonesia (TKI) di Malaysia yang mencapai 2,7 juta orang, Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mendorong para TKI agar menyekolahkan anak-anaknya. Pemerintah memiliki Sekolah Indonesia Kuala Lumpur (SIKL) dan Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK) serta 294 pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) yang tersebar di berbagai wilayah negeri jiran itu.
Sekolah-sekolah itu melayani berbagai jenjang pendidikan mulai dari SD, SMP, sekolah menengah atas (SMA), dan sekolah menengah kejuruan (SMK). Khusus jenjang SMK hanya ada di SIKK dengan program keahlian jasa boga dan perhotelan. PKBM hanya melayani jenjang SD dan SMP saja.
Praptono mengimbau, para orang tua yang bekerja sebagai TKI di Malaysia agar menyadari bahwa dengan menyekolahkan anak-anaknya, kelak anak-anak tersebut akan mampu mengubah nasib keluarganya. Orang tua juga, menurut dia, harus bersinergi dengan sekolah agar cita-cita anaknya tercapai, misalnya dengan melanjutkan pendidikan ke jenjang SMA/SMK di Indonesia, antara lain, melalui beasiswa yang disediakan Pemerintah seperti Program Beasiswa Afirmasi Pendidikan Menengah (ADEM) dan lainnya.
Senada dengan itu, Atase Pendidikan dan Kebudayaan Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur Malaysia, Ari Purbayanto mengatakan, tugas guru-guru Indonesia yang mengajar di Malaysia tidak hanya membina anak-anak Indonesia agar memiliki semangat Pancasila saja. Mereka juga, lanjut Ari, harus mampu menyadarkan orang tua murid agar mendorong anak-anaknya mengenyam pendidikan.
“Orang tuanya adalah low educated people (orang berpendidikan rendah), dia tidak paham bahwa pendidikan adalah senjata ampuh untuk mengubah nasib mereka,” kata Ari.
Berikan Layanan Pendidikan Bagi Anak Indonesia Berkebutuhan Khusus di Malaysia
Dalam suatu daerah biasanya terdapat sekitar 2,5 persen dari total penduduknya yang menyandang disabilitas. Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengimbau agar Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK) menerima lebih banyak lagi anak Indonesia berkebutuhan khusus. SIKK sebagai sekolah induk agar mendorong 294 pusat kegiatan belajar masyarakat (PKBM) di Sabah dan Sarawak untuk menerima murid penyandang disabilitas.
Praptono menyampaikan, meskipun belum ada guru bagi penyandang disabilitas, SIKK dan PKBM di bawah naungannya minimal menerima siswa tersebut terlebih dahulu. Ke depan akan ada solusi atas permasalahan itu, misalnya melalui pelatihan guru, mendatangkan guru bantu, dan lainnya.
“Orang tua mereka (anak-anak Indonesia berkebutuhan khusus di Malaysia) sibuk mencari nafkah, kita ringankan bebannya,” ujar Praptono dalam kunjungannya ke SIKK di Malaysia.
Praptono mengungkapkan, jika anak-anak Indonesia berkebutuhan khusus tersebut tidak dididik maka mereka tidak akan pernah mandiri. Orang tuanya, lanjut dia, memiliki keterbatasan dalam melayani pendidikan mereka misalnya dari segi usia, kemampuan mengajar, dan lainnya. Satu dari berbagai cara agar mereka mampu bertahan hidup adalah dengan memberikan pendidikan.
Sejalan dengan itu, Istiqlal, Kepala SIKK, membenarkan bahwa SIKK belum mempunyai guru khusus bagi siswa penyandang disabilitas. Mereka tetap mengikuti pembelajaran di kelas reguler seperti anak lainnya tetapi ada dispensasi untuk mata pelajaran yang tidak bisa mereka ikuti karena keterbatasannya dan digantikan dengan kegiatan lain.
“Nanti kita akan minta Kemendikbud supaya mengirimkan guru-guru yang khusus menangani itu. Di SIKK mungkin cuma sekitar 10 orang tetapi di ladang-ladang itu lebih banyak. Guru-guru agar dilatih, kita andalkan sumber daya yang telah ada dahulu,” pungkas Istiqlal.