BANDUNG – Secara umum, pada periode 2012–September 2017 tingkat kemiskinan di Jawa Barat mengalami penurunan baik dari sisi jumlah maupun persentasenya, perkecualian pada September 2013, dan tahun 2015. Kenaikan jumlah dan persentase penduduk miskin pada periode tersebut dipicu oleh kenaikan harga barang kebutuhan pokok sebagai akibat dari kenaikan harga bahan bakar minyak.
BPS Jabar mencatat, jumlah penduduk miskin di Jawa Barat pada September 2017 mencapai 3,774 juta jiwa.
“Terjadi penurunan jumlah penduduk miskin sekitar 394 ribu jiwa dibandingkan Maret 2017,” ujar Kepala BPS Jabar Dodi HErlando, Selasa (2/1/2018).
Demikian halnya jika dibandingkan dengan September tahun sebelumnya karena perbedaan jumlah penduduk miskin pada periode September 2016 dan Maret 2017 tidak terlalu berbeda.
Berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode Maret 2017–September 2017, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan maupun di perdesaan turun masing-masing sebesar 197,39 ribu dan 196,63 ribu jiwa. Persentase kemiskinan di perkotaan turun dari 7,52 persen menjadi 6,76 persen. Sedangkan di perdesaan turun dari 11,75 persen menjadi 10,77 persen.
Sementara itu, Garis kemiskinan (GK) Jawa Barat mengalami peningkatan sebesar 2,98 persen dari Rp. 344.427,- per kapita per bulan menjadi sebesar Rp. 354.679,- per kapita per bulan. GK di daerah perkotaan meningkat 2,81 persen dari Rp. 345.151,- per kapita per bulan menjadi sebesar Rp. 354.866,- per kapita per bulan. GK di daerah perdesaan meningkat sebesar 3,43 persen dari Rp..341.682,- per kapita per bulan menjadi sebesar Rp. 353.103,- per kapita per bulan.
Disebutkan juga, nilai Gini Ratio mengalami penurunan dari 0,403 menjadi 0,393. Namun jika dilihat berdasarkan wilayah, nilai Gini Ratio di daerah perkotaan yang mengalami penurunan menjadi 0,399 dari 0,412 pada periode sebelumnya, sementara di daerah perdesaan justru terjadi sedikit peningkatan dari 0,324 menjadi 0,326.