Bumi Semakin Panas, BMKG Ingatkan Bahaya Kekeringan Akibat Perubahan Iklim

Imoge: Drought. Pixabay. GregMontani

Seremonia – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengingatkan tentang dampak serius dari kenaikan suhu global akibat gaya hidup yang tidak ramah lingkungan. Terbaru, analisis Climate Central menunjukkan bahwa periode November 2022 hingga Oktober 2023 adalah periode terpanas dalam sejarah dengan rata-rata temperatur global 1,3 derajat Celsius di atas era praindustri.

Indonesia, sebagai negara tropis, ikut terkena dampaknya dengan kenaikan suhu rata-rata 2,4, yang tertinggi di antara negara-negara anggota G20. Peningkatan ini lebih tinggi dibandingkan dengan Arab Saudi dan Meksiko. BMKG menyoroti bahwa Jakarta dan Tangerang mengalami hari terpanas beruntun selama 17 hari, sebuah rekor yang menyamai kota New Orleans di Amerika Serikat.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, menyatakan bahwa berdasarkan data dari Organisasi Meteorologi Dunia, tahun 2023 ini diperkirakan akan menjadi tahun terpanas yang pernah tercatat. Beliau menambahkan, “Suhu panas tahun ini lebih intens dibandingkan saat terjadi El Nino tujuh tahun lalu. Ini mengindikasikan potensi kekeringan yang besar sebagai dampak dari perubahan iklim.”

Bukan hanya di Indonesia, fenomena ini juga mempengaruhi negara lain. Italia, Yunani, dan Afrika Utara mencatat suhu hingga 47 derajat Celcius pada Juli 2023. Sementara itu, bagian barat Amerika mencatat suhu mencapai 53 derajat Celsius.

Profesor Edvin Aldrian dari BRIN, yang turut menulis Laporan Intergovernmental Panel on Climate Change, mengatakan bahwa kenaikan suhu sebesar 1,5 derajat Celsius kemungkinan terjadi lebih cepat dari perkiraan 2030. “Fenomena alam seperti El Nino memang berpengaruh, namun aktivitas manusia adalah faktor utama kenaikan suhu global,” ujarnya.

BMKG menekankan pentingnya mengantisipasi dampak kenaikan suhu yang dapat mengganggu ketahanan pangan. Menurut Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), hampir 500 juta petani skala kecil yang memproduksi lebih dari 80 persen stok pangan dunia sangat rentan terhadap perubahan iklim.

Sebagai respons, BMKG menyarankan pentingnya adaptasi dan mitigasi melalui kebijakan, pelayanan, dan sains. Langkah ini diharapkan dapat meminimalisir dampak negatif perubahan iklim dan menjaga keberlanjutan hidup di masa depan.

Krisis iklim ini menjadi pengingat bagi kita semua tentang pentingnya menjaga lingkungan. Gaya hidup ramah lingkungan bukan lagi pilihan, melainkan kebutuhan mendesak untuk masa depan yang berkelanjutan.

Untuk informasi lebih lanjut tentang perubahan iklim dan upaya mitigasi, silakan kunjungi situs web resmi BMKG di www.bmkg.go.id.