Sanksi Finansial Bagi Perusahaan Pertambangan Mineral Yang Tidak Membangun Smelter

Pemerintah akan menerapkan sanksi finansial bagi perusahaan pertambangan yang telah mendapatkan rekomendasi ekspor bijih mineral namun tidak memenuhi target pembangunan smelter.

Hal tersebut dituangkan ke dalam Peraturan Menteri (Permen) ESDM No. 25 tahun 2018 tentang pengusahaan pertambangan mineral dan batu bara. Evaluasi pembangunan smelter dilaksanakan setiap enam bulan sekali dan minimal pencapaian pembangunan smelter adalah 90% dari target per periode tersebut.

Beberapa perusahaan belum menunjukkan perkembangan pembangunan smelter meskipun sudah mendapatkan rekomendasi ekspor bijih mineral.

Data kementerian ESDM per Maret 2018 menunjukkan beberapa contoh perusahaan yang belum menunjukkan perkembangan pembangunan smelter. Beberapa perusahaan tersebut antara lain PT. Ceria Nugraha Indotama yang progresnya masih 0,5% hingga Maret 2018.

Hingga tahun 2017, smelter yang telah beroperasi di Indonesia sebanyak 15 smelter.

Dari 15 smelter tersebut, 13 diantaranya merupakan smelter pemurnian untuk nikel dan 2 smelter untuk pemurnian bauksit. Total input yang di butuhkan untuk 13 smelter nikel tersebut jika beroperasi dengan kapasitas penuh adalah sebesar 33,8 juta ton bijih nikel. Dari 33,8 juta ton bijih nikel, sebagian besar digunakan untuk smelter yang menghasilkan Nickel Pig Iron (NPI) yakni sebesar 10,6 juta ton.

Ke depan, dengan adanya aturan ini kami perkirakan ekspor bijih mineral Indonesia cenderung akan tertahan.

Para perusahaan pertambangan yang hanya ingin memanfaatkan peluang untuk dapat mengekspor bijih mineral dalam bentuk mentah tanpa niat untuk membangun smelter ke depannya tentu akan terseleksi dengan adanya aturan ini. Volume ekspor bijih mineral yang sebelumnya berpotensi besar akibat adanya perusahaan – perusahaan tersebut tentu akan menurun dengan dicabutnya izin ekspor dari perusahaan – perusahaan tersebut.