JAKARTA, 9 Mei 2018 – Automasi dunia kerja diperkirakan meningkat hingga dua kali lipat di Indonesia tiga tahun mendatang, yang diprediksi akan mengubah proses dan keahlian yang dibutuhkan di pekerjaan masa depan, demikian hasil survei yang dilakukan oleh Willis Towers Watson (NASDAQ: WLTW), sebuah perusahaan global, yang bergerak di bidang konsultansi, pialang asuransi dan solusi terkemuka.
Menurut hasil The Global Future of Work Survey 2018 yang diterbitkan oleh Willis Towers Watson, perusahaan di Indonesia memperkirakan automasi akan meningkat menjadi sekitar 21% dari seluruh jenis pekerjaan dalam tiga tahun mendatang. Peningkatan ini cukup besar dibandingkan dengan kondisi saat ini yaitu 11%, dari hanya 7% pada tiga tahun lalu.
Hasil survei juga menunjukkan bahwa tujuan utama penerapan teknologi termasuk penggunaan kecerdasan buatan dan robotik, ialah untuk meningkatkan kinerja dan produktivitas manusia. Automasi ini juga hanya akan menggantikan beberapa – tidak semua – pekerjaan yang dilakukan oleh manusia pada saat ini, mulai dari pekerjaan rutin di back-office, seperti membuat dan mengarsip laporan, sampai dengan kendaraan yang bisa menyetir sendiri.
“Kita semua mengetahui bahwa penerapan teknologi baru di tempat kerja akan terus berlanjut di masa depan. Namun, berdasarkan survei kami, kenyataannya tidak semua organisasi siap menghadapi tantangan yang semakin meningkat, seperti mengidentifikasi jenjang karier baru,” ujar Henry Hanafiah, Direktur Talent & Rewards, Willis Towers Watson Indonesia.
Henry menambahkan, “Penting untuk dicatat, meningkatnya mesin dan robot di tempat kerja ini tidak akan menggantikan fungsi manusia. Automasi akan memberikan manfaat seperti mengurangi resiko, meningkatkan fleksibilitas tenaga kerja dan tempat kerja, mengubah cara melakukan pekerjaan, sekaligus mengurangi biaya.”
Berbagai Kesiapan Menjawab Tantangan Perubahan di Tempat Kerja
Pekerjaan-pekerjaan baru yang mulai bermunculan, seperti Robot Trainers, Data Scientist, Machine Learning Engineers, dan Data, Talent & AI Integrators, akan menunjukkan bagaimana manusia dan teknologi saling berdampingan dalam menyelesaikan pekerjaan. Mengingat bahwa jenis-jenis pekerjaan baru ini mungkin belum ditemukan di perusahaan saat ini, maka perusahaan perlu mendekonstruksikan pekerjaan berdasarkan komponen tugas, sekaligus mengidentifkasi tanggung jawab yang dapat diautomasi.
Setelah itu, barulah mereka dapat mengidentifikasi sekaligus mencari kandidat dengan kemampuan yang sesuai dengan tugas-tugas baru yang perlu dilakukan. Faktor biaya juga akan menyesuaikan, bahwa 57% atau lebih dari separuh perusahaan di Indonesia, memperkirakan bahwa mereka akan membayar gaji yang lebih tinggi untuk karyawan dengan keahlian baru ini.
“Salah satu perusahaan Indonesia yang sudah mengaplikasikan transformasi di tempat kerja ialah Bank Tabungan Pembangunan Nasional (BTPN) dengan meluncurkan Jenius, sebuah aplikasi mobile banking yang memungkinkan pengguna untuk mengelola berbagai aktivitas perbankan melalui smartphone. Dalam mengembangkan dan menerapkan Jenius ini, Peter Van Nieuwenhuizen, Head of Digital Banking di BTPN, mendirikan unit start-up terpisah dalam operasinya, untuk memastikan karyawan dengan skill khusus yang tidak ditemukan dalam bank konvensional, seperti scrum masters, tech leads, dan agile developer, bisa dipekerjakan,” tambah Henry.
Survei Willis Towers Watson juga mengungkapkan bahwa di seluruh industri, sebanyak 54% atau lebih dari setengah perusahaan sudah merencanakan langkah-langkah untuk mengatasi keterbatasan keahlian, termasuk melalui perencanaan lingkungan kerja baru dan pengaturan jalur karier yang lebih fleksibel dengan struktur yang lebih ramping, dan melakukan asesmen untuk mengidentifikasi gap antara keterampilan dan keinginan karyawan.
Survei ini juga mengungkapkan, hanya kurang dari 1% perusahaan di Indonesia yang telah mengambil langkah nyata atau benar-benar siap dalam mengidentifikasi proses reskilling atau membangun keahlian baru, khususnya untuk karyawan yang tugasnya tergantikan dengan automasi. Walaupun banyak perusahaan yang telah mengambil langkah untuk mempersiapkan perubahan ini, namun sayangnya masih ada ketidakpastian mengenai siapa yang akan memimpin, mendorong perubahan internal, atau apakah departemen HR perlu memperluas kemampuan dalam mendorong praktik talent management di lanskap bisnis yang baru ini.
Pentingnya Komunikasi yang Efektif dari Para Pemimpin
Di saat perusahaan tengah merancang proses evolusi pekerjaan baru, penting bagi pemimpin dan manajer untuk mengembangkan pola komunikasi yang lebih personal dengan seluruh karyawan, menginisiasi perubahan tentang sejauh mana manusia dan teknologi akan bekerja beriringan, sekaligus mengartikulasi roadmap untuk mengurangi kekhawatiran akan tergantinya tenaga kerja manusia.
“Ada kesadaran tinggi dari pemimpin bisnis regional, bahwa mereka perlu mengembangkan pemimpin dan manajer yang mampu mengatur ekosistem kerja yang benar-benar berbeda. Hal ini mencakup kebutuhan untuk menanamkan, sekaligus menggerakkan budaya kerja yang memprioritaskan pada employee engagement – baik untuk karyawan tetap maupun tidak,” tambah Maggy Fang, Managing Director, Talent and Rewards, Willis Towers Watson Asia Pacific.