Singapura, 6 Agustus 2024 – Asia Tenggara berpeluang untuk mengungguli Tiongkok dalam hal pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) dan Penanaman Modal Asing (PMA) pada dekade mendatang, seperti diungkap dalam laporan ‘Navigating High Winds: Southeast Asia Outlook 2024 – 2034’ yang dirilis oleh Angsana Council, Bain & Company,dan Bank DBS.
PDB dari enam negara dengan tingkat perekonomian tertinggi di Asia Tenggara (Kawasan SEA-6, yakni Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam) diproyeksikan akan mengalami pertumbuhan rata-rata 5,1 persen per tahun, dengan Vietnam dan Filipina sebagai pendorong pertumbuhan terbesar di kawasan ini, yang masing-masing diperkirakan akan melebihi 6 persen, kemudian diikuti oleh Indonesia di angka 5.7 persen. Untuk pertama kalinya dalam satu dekade, SEA-6 mampu mendatangkan PMA lebih besar daripada Tiongkok. Pada tahun 2023, PMA di Asia Tenggara mencapai 206 miliar dolar AS, sementara Tiongkok mencatat 43 miliar dolar AS. Antara tahun 2018 dan 2022, SEA-6 berhasil menumbuhkan PMA-nya sebesar 37 persen, lebih tinggi dari Tiongkok yang hanya 10 persen.
Laporan ini memberikan perkiraan pertumbuhan 10 tahun untuk ekonomi SEA-6 dengan meninjau faktor-faktor yang memengaruhi tenaga kerja, modal, dan produktivitas. Laporan ini juga menyoroti kinerja ekonomi historis pasar SEA-6 terhadap sektor pendorong pertumbuhan tradisional dan kontekstual.
Transisi Asia Tenggara dari kebangkitan menuju pertumbuhan pada dekade berikutnya
Dalam 30 tahun terakhir, pertumbuhan PDB Asia Tenggara dinilai cukup baik, dengan Vietnam berhasil memimpin pada sebagian besar indikator performa. Kawasan SEA-6 mengalami pertumbuhan yang jauh lebih lambat dibandingkan dengan Tiongkok atau India. Antara tahun 1993 dan 2003, pertumbuhan PDB riil di negara-negara SEA-6 rata-rata mencapai 3,8 kali lipat. Sebagai perbandingan, Tiongkok mengalami pertumbuhan PDB yang jauh lebih tinggi yaitu 11 kali lipat, sementara India mengalami tingkat pertumbuhan 6,6 kali lipat.
Salah satu aspek yang perlu dicatat adalah bahwa sebagian besar negara Asia Tenggara memperlihatkan nilai tambah manufaktur (Manufacturing Value-Added atau MVA) mereka sebagai bagian dari PDB yang mencapai puncaknya pada tahun 2000-an. Kawasan ini kemudian mengalami ‘deindustrialisasi prematur’ karena Tiongkok menjadi lebih kompetitif.
Meskipun demikian, Asia Tenggara telah meningkatkan faktor-faktor fundamentalnya untuk bangkit dan tumbuh kembali. Pembentukan modal domestik Asia Tenggara yang terus meningkat menunjukkan adanya kepercayaan diri dari para pelaku bisnis di sebagian besar negara di kawasan ini. Dalam satu dekade terakhir, kawasan ini telah memperkuat sektor-sektor utamanya seperti manufaktur yang berorientasi ekspor, pengemasan semikonduktor, serta telah menarik investasi di sektor-sektor yang sedang bertumbuh seperti pusat data. Munculnya disruptor berbasis teknologi (Technology-Enabled Disruptors atau TED) telah meningkatkan persaingan dan inovasi bahkan di sektor-sektor ekonomi tradisional. Negara-negara seperti Malaysia, Filipina, dan Indonesia telah memfokuskan kembali strategi mereka terhadap pertumbuhan, sementara Vietnam telah lebih dulu berlari di depan.
“Berkat hasil dari pertumbuhan domestik yang kuat dan strategi Tiongkok +1, kami semakin optimis bahwa PDB dan PMA Asia Tenggara akan melampaui pertumbuhan Tiongkok pada dekade berikutnya. Namun, persaingan investasi multinasional akan semakin ketat, seiring dengan persaingan antar negara yang akan meningkatkan hasil yang lebih baik bagi bisnis dan konsumen,” kata Charles Ormiston, Advisory Partner di Bain & Company sekaligus Chair di Angsana Council.
“Dunia telah berubah menjadi semakin proteksionis dan “inward looking” (kebijakan ekonomi yang fokus pada pasar domestik dan mengurangi ketergantungan pada impor) beberapa tahun terakhir, sebuah tren yang sepertinya tidak akan berubah. Meski demikian, sebagian besar negara-negara dan perusahaan-perusahaan di Asia Tenggara berada di posisi yang tepat untuk menemukan peluang dikarenakan alokasi modal telah dikalibrasi ulang di berbagai wilayah dan sektor, sembari menghadapi disrupsi teknologi dan perubahan iklim. Kami rasa pernyataan dari para pengamat itu salah; justru sebuah dekade yang penuh angin segar telah menanti kawasan ini,” ujar Taimur Baig, Managing Director dan Chief Economist di DBS Bank.
SEA-6 diperkirakan akan mengalami pertumbuhan rata-rata 5,1 persen per tahun selama satu dekade ke depan
Meskipun pertumbuhan Vietnam mengalami pelambatan, Vietnam diperkirakan tetap akan memimpin kawasan ini dengan pertumbuhan PDB rata-rata 6,6 persen dalam satu dekade ke depan. Perekonomian Vietnam yang berorientasi ekspor berada di posisi yang tepat untuk menangkap peluang dari “Tiongkok + 1”. Ekosistem domestiknya mendorong persaingan antar provinsi yang sehat dan menumbuhkan tenaga kerja yang kuat. Kombinasi ini menjadikan Vietnam siap untuk menarik beragam sumber investasi, sekaligus mengembangkan ekonominya.
Filipina, diperkirakan akan tumbuh sebesar 6,1 persen, disebabkan oleh pemerintahan yang pro-pertumbuhan, yang memprioritaskan investasi pada infrastruktur, terutama melalui proyek-proyek energi terbarukan yang menarik minat para investor. Filipina juga dapat memetik keuntungan demografis, tidak seperti Singapura dan Thailand yang akan menghadapi tantangan di bidang ini.
Indonesia diperkirakan akan mengalami pertumbuhan sebesar 5,7 persen, namun memiliki potensi yang besar untuk melampaui perkiraan ini mengingat ketersediaan sumber daya, populasi, dan tenaga kerja yang terus bertambah, serta ekosistem kewirausahaan dan inovasi yang berkembang pesat. Indonesia juga perlu meningkatkan MVA-nya, memperluas jangkauan di luar komoditas, dan menjaga agar perekonomiannya tetap terbuka dan kompetitif.
Demikian juga, Malaysia, yang diperkirakan akan tumbuh sebesar 4,5 persen, menunjukkan tanda-tanda yang baik dalam usahanya untuk menarik PMA, dengan memanfaatkan keberhasilannya pada masa lalu, di sektor-sektor yang bertumbuh seperti semikonduktor. Malaysia juga dapat menjadi penerima manfaat utama dari peluang yang datang dari Singapura, terutama terlihat dari adanya lonjakan pesat di bidang investasi pusat data. Kapasitas pusat data Malaysia sendiri memiliki potensi lebih dari dua kali lipat kapasitas Singapura, yang sampai saat ini telah terbukti menjadi pemimpin di kawasan ini.
Lima peluang untuk mempercepat pertumbuhan di Kawasan SEA-6
Ke depannya, untuk mempercepat pertumbuhan, SEA-6 perlu mengadopsi strategi untuk mengalihkan sumber daya, membuat perubahan kebijakan yang berani, dan mengambil risiko di lima area utama. Laporan ini menyoroti lima peluang pertumbuhan baru bagi SEA-6 untuk mendapatkan pertumbuhan yang lebih besar dari apa yang telah diperkirakan, mencakup investasi di sektor-sektor pertumbuhan baru, mendorong TED, memperkuat pasar modal dan memperluas investasi, mempercepat transisi hijau, serta merangkul inisiatif multilateral.
- Berinvestasi di sektor-sektor pertumbuhan baru
Sebagai kawasan yang fokus pada kegiatan ekspor, SEA-6 memiliki infrastruktur, koneksi dengan perusahaan multinasional, dan dukungan pemerintah yang diperlukan untuk mengembangkan sektor-sektor baru dengan potensi pertumbuhan tinggi. Kawasan ini dapat memperoleh keunggulan kompetitif dengan memprioritaskan sektor-sektor masa depan yang sesuai dengan klaster, kemampuan tenaga kerja, dan sumber daya yang sudah terbentuk.
Thailand secara konsisten telah memimpin kawasan ini dalam hal komitmen PMA di bidang manufaktur kendaraan listrik dengan memanfaatkan basis manufaktur kendaraan bermotor roda empat yang sudah ada, kecuali pada tahun 2022 ketika Indonesia berhasil menarik lebih banyak investasi dibandingkan Thailand. Di sisi lain, Indonesia menguasai lebih dari 90 persen PMA manufaktur baterai kendaraan listrik (dengan komitmen investasi antara tahun 2019-2023), yang sebagian besar merupakan hasil dari upaya negara ini untuk mengintegrasikan pasokan nikel dengan operasi hilir.
Di saat para pemain global secara aktif mendiversifikasi rantai pasokan semikonduktor mereka, SEA-6 memiliki peluang untuk menangkap arus masuk investasi asalkan kawasan ini terus meningkatkan kemampuannya. Saat ini, Malaysia memimpin kawasan ini dalam hal pengemasan dan pengujian, menarik lebih dari 61 persen PMA yang masuk sejak tahun 2019. Malaysia akan sangat diuntungkan jika dapat meningkatkan posisinya ke bagian rantai pasokan yang lebih bernilai tambah, sementara negara-negara lain bersaing di bagian rantai pasokan semikonduktor yang kurang berteknologi tinggi dan lebih padat karya.
- Mengembangkan TED
Meskipun Asia Tenggara cukup memproteksi layanan domestiknya, produktivitas dan inovasi layanan di kawasan ini pun secara historis tertinggal dari pasar domestik yang lebih besar, seperti Amerika Serikat, India, dan Tiongkok (meskipun mereka juga menawarkan perlindungan terhadap partisipasi asing).
Kabar baiknya, kemunculan TED telah memicu investasi, inovasi, dan pertumbuhan produktivitas di sektor jasa, sehingga mendorong tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi secara keseluruhan. Nilai total kesepakatan investasi teknologi swasta di kawasan SEA-6 melampaui India pada tahun 2022, dengan Singapura dan Indonesia sebagai dua negara terbesar penerima investasi. Kawasan ini juga mengalami peningkatan jumlah unicorn sebesar 170 persen dari tahun 2017 hingga 2022.
“Teknologi telah mengubah Amerika Serikat, dan kemudian Tiongkok, sekaligus memberikan kontribusi besar terhadap ketahanan ekonomi mereka. Namun, hal ini juga membawa tantangan besar, termasuk disrupsi sosial dan praktik bisnis yang boros. Asia Tenggara sedang berada di titik balik. Kita memiliki kesempatan untuk berpikir tentang bagaimana memanfaatkan teknologi secara bijak – menggunakan teknologi untuk mendorong lebih banyak inovasi di sektor swasta, memastikan masyarakat kita mendapatkan manfaat dari teknologi, dan menarik lebih banyak investasi dan modal untuk meningkatkan standar hidup kita. Kita harus mengambil pelajaran dari pihak lain dan proaktif dalam memanfaatkan teknologi,” kata Peng T. Ong, Trustee Angsana Council, Co-Founder dan Managing Partner Monk’s Hill Ventures.
- Memperkuat pasar modal dan memperluas investasi
Laporan ini mencatat bahwa sangat penting bagi perekonomian untuk mengembangkan beragam pasar keuangan, produk, dan partisipan untuk tumbuh. Singapura, Malaysia, dan Thailand unggul dalam hal ini dengan berbagai alasan, dan secara umum, memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan Tiongkok dan India.
Asia Tenggara harus mengembangkan sektor perbankan, asuransi, ekuitas swasta, hedge fund, modal ventura, dan pinjaman mikro untuk menarik investasi dan memastikan alokasi modal yang efisien. Meningkatkan partisipasi rumah tangga di pasar keuangan sangat penting untuk memanfaatkan modal domestik secara efektif dan mencapai manfaat berganda yang signifikan. Indonesia berada di posisi terdepan dalam hal ini, dengan peraturan perbankan yang liberal dan inovasi fintech yang meningkatkan akses ke layanan keuangan, terutama di daerah pedesaan. Seiring dengan berkembangnya pasar modal di kawasan ini, perlindungan terhadap korupsi, penipuan, dan spekulasi yang berlebihan menjadi sangat penting.
- Mempercepat transisi hijau
Kawasan SEA-6 memiliki posisi yang baik untuk menghasilkan energi dengan biaya rendah dikarenakan sumber daya alamnya yang melimpah, seperti: memiliki lebih dari 30.000 giga watt (GW) potensi tenaga surya dan potensi angin lepas pantai yang besar di Filipina dan Vietnam. Negara-negara ini harus secara agresif mengejar transisi hijau untuk memenuhi tujuan iklimnya dan meningkatkan ketersediaan energi hijau terbarukan serta sumber pendapatan melalui upaya untuk mengembangkan sektor-sektor hijau yang sedang berkembang. Filipina dan Vietnam memiliki potensi angin lepas pantai yang cukup besar, dan wilayah ini memiliki ketersediaan tenaga surya dan tenaga air yang belum dimanfaatkan. Dengan infrastruktur jaringan yang lebih baik, dukungan pemerintah, dan insentif keuangan, Asia Tenggara dapat memberikan manfaat bagi iklim, ekonomi, dan keamanan energi di tingkat regional dan luar negeri. Kebijakan pemerintah turut berperan penting dalam menggerakkan hal ini, terutama dengan mengalokasikan investasi untuk infrastruktur jaringan listrik.
- Merangkul inisiatif multilateral
Jika dilihat dari segi kelembagaan dan keragamannya, Kawasan SEA-6 tidak dapat diperlakukan sebagai satu pasar. Meskipun demikian, terdapat inisiatif multilateral yang dapat bermanfaat bagi pertumbuhan kolektif kawasan ini. SEA-6 perlu mengupayakan integrasi ekonomi untuk memastikan adanya kebebasan perpindahan penduduk, modal, dan barang, serta menyelaraskan lanskap digital untuk mendorong perdagangan dan inovasi lintas batas, sekaligus mendorong transisi hijau untuk memastikan pertumbuhan dan ketahanan ekonomi.
Laporan lengkap dapat diakses pada tautan berikut.