
Jakarta, 5 Mei 2025 – Di tengah tren liburan 2025, Detour Tourism menjadi solusi bagi Anda yang ingin berwisata tanpa terjebak keramaian destinasi populer. Istilah ini merujuk pada perjalanan ke lokasi yang sedikit menyimpang dari tempat wisata utama, menawarkan pengalaman autentik tanpa antrean panjang atau suasana yang terlalu komersial. Konsep ini cocok bagi traveler yang mendambakan petualangan unik, jauh dari hiruk-pikuk turis massal, sambil tetap menikmati esensi budaya dan alam setempat.
Misalnya, jika Anda berencana ke Bali, alih-alih hanya mengunjungi Kuta atau Seminyak, cobalah “mengambil jalan memutar” ke desa-desa seperti Sidemen di Karangasem. Di sana, Anda bisa menikmati pemandangan sawah terasering, mengikuti workshop membuat canang sari, atau trekking di Bukit Cinta dengan suasana yang lebih tenang. Begitu pula, saat ke Yogyakarta, daripada hanya fokus pada Malioboro, Anda bisa menjelajah ke desa wisata seperti Nglanggeran di Gunungkidul untuk melihat Gunung Api Purba dan berinteraksi dengan komunitas lokal.
Detour Tourism juga mendukung pelestarian budaya dan lingkungan. Dengan detour tourism ini, Anda membantu mengurangi tekanan pada tempat wisata yang sudah kelebihan kapasitas, sekaligus memberi dampak ekonomi langsung bagi masyarakat lokal. Data dari Kementerian Pariwisata menunjukkan, pada 2024, 48% wisatawan domestik mencari pengalaman lokal yang lebih otentik, tren yang terus meningkat di 2025.
Namun, tantangannya adalah informasi yang terbatas tentang destinasi ini, sehingga membutuhkan riset lebih atau bantuan pemandu lokal. Media sosial komunitas traveler dapat membantu menemukan hidden gems dari lokasi-lokasi yang ingin Anda Kunjungi. Atau bahkan, perjelanan menemukan sendiri hidden gems tersebut merupakan petualangan tersendiri yang seru.
Detour Tourism adalah cara cerdas untuk liburan yang bermakna—apa destinasi unik yang ingin Anda jelajahi tahun ini?