BI 7-Day Reverse Repo Rate Tetap 4,25%: Mendukung Momentum Pemulihan di Tengah Risiko Global yang Masih Tinggi

Jakarta, 19 April 2018 – Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 April 2018 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate tetap sebesar 4,25%, dengan suku bunga Deposit Facility tetap sebesar 3,50% dan Lending Facility tetap sebesar 5,00%, berlaku efektif sejak 20 April 2018. Kebijakan tersebut konsisten dengan upaya menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan di tengah meningkatnya tekanan eksternal. Bank Indonesia memandang pelonggaran kebijakan moneter yang ditempuh sebelumnya, didukung oleh kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran, masih memadai untuk terus mendorong momentum pemulihan ekonomi domestik. Ke depan, Bank Indonesia tetap fokus dalam menjaga stabilitas perekonomian yang menjadi landasan utama bagi terciptanya pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat dan berkelanjutan. Sejumlah risiko global tetap perlu diwaspadai karena dapat mengganggu perekonomian domestik, seperti peningkatan ketidakpastian pasar keuangan dunia, kenaikan harga minyak, dan kemungkinan berlanjutnya perang dagang AS-Tiongkok. Untuk itu, Bank Indonesia terus mengoptimalkan bauran kebijakan moneter, makroprudensial, dan sistem pembayaran untuk menjaga keseimbangan antara stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan dengan proses pemulihan ekonomi yang sedang berlangsung. Bank Indonesia juga semakin memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan serta memperkuat pelaksanaan reformasi struktural.

Pertumbuhan ekonomi global 2018 diperkirakan semakin kuat, meskipun terdapat beberapa risiko yang perlu dicermati. Peningkatan pertumbuhan ekonomi global bersumber dari perbaikan ekonomi negara maju dan negara berkembang yang terus berlanjut. Di negara maju, pertumbuhan ekonomi AS pada 2018 diprakirakan lebih tinggi dan diikuti inflasi yang meningkat. Penguatan ekonomi AS ditopang oleh investasi dan konsumsi yang menguat seiring dampak stimulus fiskal. Sementara itu, ekonomi Eropa diperkirakan tumbuh lebih baik didukung peningkatan konsumsi dan kebijakan moneter yang akomodatif. Di negara berkembang, ekonomi Tiongkok diperkirakan tetap tumbuh cukup tinggi didorong oleh kenaikan konsumsi, di tengah investasi yang melambat seiring dengan proses rebalancing ekonomi. Prospek pemulihan ekonomi global yang membaik tersebut akan meningkatkan volume perdagangan dunia yang berdampak pada tetap kuatnya harga komoditas global, termasuk minyak, pada 2018. Namun, sejumlah risiko perekonomian global tetap perlu diwaspadai, antara lain berkaitan dengan dampak berlanjutnya proses normalisasi kebijakan moneter AS dalam bentuk kenaikan suku bunga FFR dan pengurangan neraca bank sentral, inward oriented trade policy, dan faktor geopolitik khususnya di Timur Tengah yang dapat meningkatkan volatilitas di pasar keuangan serta menurunkan volume perdagangan dan pertumbuhan ekonomi dunia.

Perekonomian Indonesia pada triwulan I 2018 diprakirakan tumbuh lebih baik dari triwulan yang sama tahun sebelumnya, ditopang oleh permintaan domestik khususnya investasi. Investasi meningkat baik pada investasi bangunan maupun nonbangunan. Investasi bangunan meningkat sejalan dengan kemajuan proyek infrastruktur oleh pemerintah dan swasta. Sementara itu, peningkatan investasi nonbangunan terutama terjadi pada sektor primer, khususnya pertambangan. Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia triwulan I 2018 menunjukkan adanya peningkatan kegiatan dunia usaha dan diikuti oleh membaiknya kinerja korporasi nonkeuangan di berbagai sektor. Demikian juga konsumsi swasta diperkirakan meningkat didukung oleh penguatan daya beli, seiring dengan perbaikan pendapatan dan akselerasi penyaluran bantuan sosial, serta peningkatan pengeluaran terkait Pilkada serentak. Dari sisi eksternal, ekspor tumbuh positif terutama bersumber dari ekspor komoditas pertambangan dan produk manufaktur yang membaik. Sementara itu, impor juga diprakirakan meningkat khususnya barang modal dan bahan baku. Dengan perkembangan tersebut, untuk keseluruhan 2018, perekonomian Indonesia diprakirakan tumbuh pada kisaran 5,1-5,5% (yoy).

Neraca perdagangan Indonesia pada Maret 2018 mencatat surplus didukung perbaikan ekspor nonmigas.Pada Maret 2018, neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus 1,09 miliar dolar AS, setelah pada Februari 2018 mengalami defisit 0,05 miliar dolar AS. Surplus tersebut didorong oleh peningkatan surplus neraca perdagangan nonmigas yang melampaui peningkatan defisit neraca perdagangan migas. Peningkatan surplus neraca perdagangan nonmigas ditopang kinerja ekspor yang tumbuh 8,2% (yoy), terutama berasal dari ekspor komoditi tambang seperti batubara, maupun ekspor produk manufaktur seperti barang dari logam tidak mulia, tekstil dan produk tekstil, makanan olahan, alas kaki, serta mesin dan mekanik. Sementara itu, impor nonmigas tumbuh 11,1% (yoy) terutama didorong oleh pertumbuhan impor barang modal dan bahan baku. Secara kumulatif Januari-Maret 2018, neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus 0,28 miliar dolar AS. Sementara itu, investasi portofolio asing dalam bentuk saham dan SBN yang sempat mencatat aliran keluar selama Triwulan I 2018, pada dua minggu pertama bulan April telah kembali masuk. Dengan perkembangan tersebut, posisi cadangan devisa Indonesia akhir Maret 2018 tercatat sebesar 126,00 miliar dolar AS, setara dengan pembiayaan 7,9 bulan impor atau 7,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Angka tersebut berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Ke depan, sejalan dengan membaiknya pertumbuhan ekonomi domestik, defisit transaksi berjalan pada 2018 diperkirakan dalam kisaran 2,0-2,5% dari PDB, atau masih tetap terkendali dalam batas yang aman yaitu tidak lebih dari 3,0% dari PDB.

Nilai tukar rupiah mengalami depresiasi pada Maret 2018 namun kemudian bergerak stabil pada paruh pertama April 2018. Pada Maret 2018, secara rata-rata harian rupiah terdepresiasi 1,13%. Tekanan terhadap rupiah terutama disebabkan oleh perbaikan indikator ekonomi AS yang diikuti ekspektasi pasar akan kenaikan suku bunga FFR yang lebih agresif, serta risiko berlanjutnya perang dagang AS-Tiongkok. Hal tersebut mendorong pembalikan modal asing dan tekanan depresiasi nilai tukar pada berbagai mata uang dunia, termasuk Indonesia. Namun, dengan didukung langkah stabilisasi yang ditempuh Bank Indonesia serta sejalan dengan tetap terkendalinya inflasi, kenaikan rating Indonesia, dan surplus neraca perdagangan yang mendorong aliran masuk investasi portofolio asing, rupiah kembali stabil pada paruh pertama April 2018. Bank Indonesia akan terus mewaspadai meningkatnya risiko ketidakpastian pasar keuangan global dan tetap melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar sesuai dengan nilai fundamentalnya dengan tetap menjaga bekerjanya mekanisme pasar.

Inflasi pada Maret 2018 tetap terkendali dalam kisaran sasaran. Inflasi IHK pada Maret 2018 tercatat 0,20% (mtm), sedikit meningkat dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya yang tercatat 0,17% (mtm). Secara tahunan, inflasi IHK tercatat 3,40% (yoy) atau berada dalam kisaran sasaran inflasi 2018 sebesar 3,5±1% (yoy). Terkendalinya inflasi dipengaruhi oleh minimalnya tekanan inflasi inti, di tengah meningkatnya inflasi administered prices dan volatile food. Inflasi inti menurun sejalan dengan ekspektasi inflasi yang tetap terjaga, ditopang oleh konsistensi kebijakan moneter serta koordinasi yang kuat antara Bank Indonesia dan Pemerintah dalam mengendalikan inflasi. Sementara itu, inflasi kelompok volatile food meningkat terutama bersumber dari kenaikan harga aneka cabai dan aneka bawang. Sejalan dengan itu, inflasi kelompok administered prices meningkat terutama didorong oleh penyesuaian harga bensin nonsubsidi. Ke depan, inflasi diprakirakan tetap berada dalam kisaran sasaran inflasi 2018.

Kondisi sistem keuangan tetap stabil disertai intermediasi perbankan yang membaik. Terjaganya stabilitas sistem keuangan tercermin pada rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) perbankan yang cukup tinggi mencapai 23,1% dan rasio likuiditas (AL/DPK) sebesar 23,0% pada Februari 2018. Sementara itu, rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan/NPL) relatif tidak berubah sebesar 2,9% (gross) atau 1,3% (net) pada Februari 2018. Transmisi pelonggaran kebijakan moneter dan makroprudensial melalui jalur suku bunga juga terus berlangsung. Sejak awal periode pelonggaran kebijakan moneter hingga Februari 2018, suku bunga deposito dan kredit terus menurun masing-masing sebesar 203 bps dan 155 bps. Pertumbuhan kredit Februari 2018 tercatat sebesar 8,2% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 7,4% (yoy). Pembiayaan ekonomi melalui pasar modal, seperti penerbitan saham (IPO dan rights issue), obligasi korporasi, dan medium term notes (MTN) terus mengalami peningkatan sebesar 14,3% (yoy) pada Februari 2018, sejalan dengan program pendalaman pasar keuangan. Sementara itu, pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) pada Februari 2018 tercatat 8,4% (yoy), relatif sama dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya. Sejalan dengan prakiraan sebelumnya, pertumbuhan Kredit dan DPK akan lebih baik pada 2018, masing-masing dalam kisaran 10,0-12,0% (yoy) dan 9,0-11,0% (yoy).

Related posts

Leave a Reply