JAKARTA (30/7) – Kelompok masyarakat konservasi melaporkan kejadian langka kemunculan 3 ekor duyung (Dugong dugon) di perairan pantai Lowita, Kecamatan Suppa, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan, pada Jum’at (24/7). Laporan ini ditindaklanjuti Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Balai Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut (BPSPL) Makassar dengan melakukan pemantauan dan penyadartahuan di lokasi kemunculan, Sabtu (25/7).
Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut (Dirjen PRL) Aryo Hanggono menjelaskan kegiatan pemantauan dan penyadartahuan yang dilakukan sebagai bagian dari implementasi Rencana Aksi Nasional (RAN) konservasi mamalia laut di Indonesia yang telah ditetapkan KKP melalui Kepmen KP 79/2018.
“Duyung merupakan mamalia laut yang langka dan termasuk dalam daftar merah International Union for Conservation of Nature (IUCN) dengan kategori Vulnerable. Pemerintah telah menetapkan statusnya sebagai biota laut yang dilindungi,” jelas Aryo saat memberi keterangan di Jakarta (28/7).
Aryo mengungkapkan duyung juga merupakan hewan yang pemalu dan memiliki kecenderungan bersembunyi ketika didekati. Keberadaan duyung dideteksi dengan memantau kebaradaan sumber makanannya berupa lamun.
“Duyung hidup berasosiasi secara khusus dengan ekosistem lamun sebagai habitat pakannya. Di Indonesia, duyung dapat dijumpai di perairan Bintan, Kep. Mentawai, Bangka, Kotawaringin Barat, Alor, Toli-Toli, Halmahera, Sorong, Fak-Fak,” ungkapnya.
Informasi kemunculan duyung di pantai Lowita dilaporkan oleh ketua kelompok masyarakat Konservasi Madani, bapak Andi Zulfikar Saad via sosial media BPSPL Makassar pada Jumat (24/7), pukul 11 pagi menjelang siang. Menurut laporan beliau, duyung yang muncul sebanyak 3 ekor dengan perkiraan panjang 3 meter.
Saat dijumpai tim pemantauan BPSPL Makassar di lokasi, beliau menyampaikan sejak pagi duyung terlihat lagi beberapa kali. Menurutnya, duyung muncul ke permukaan rata-rata 4 menit sekali.
Sementara itu, Kepala BPSPL Makassar Andry Indryasworo Sukmoputro menyampaikan berdasarkan hasil pengamatan oleh tim, kemunculan duyung selama beberapa hari ini dapat diindikasikan bahwa pantai tersebut bisa jadi merupakan habitat duyung. Namun menurutnya belum dapat dipastikan apakah lokasi tersebut merupakan habitat asli, atau hanya sebagai tempat persinggahan duyung saja.
“Banyak hal yang harus dikaji lebih lanjut untuk memastikan pantai ini merupakan habitat duyung. Maka dari itu, kita mencoba melakukan pengamatan dengan pencatatan kemunculan, pengambilan beberapa sampel lamun, dan dokumentasi hamparan lamun untuk mengidentifikasi apakah ditemukan ‘feeding track’ dari duyung pada hamparan lamun tersebut,” tutur Andry di Pinrang (25/7).
Andry juga menjelaskan, lokasi kemunculan duyung berpotensi untuk dikembangkan sebagai ekowisata berbasis konservasi. Namun hal ini memerlukan kesatuan visi dengan berbagai pihak yang terkait untuk proses pengembangan dan pengelolaan nantinya.
“Saat pemantauan, kami juga memberikan bahan sosialisasi berupa spanduk dan poster mengenai perlindungan duyung kepada kelompok Konservasi Madani untuk disebar sebagai edukasi kepada warga,” tandasnya.