Sendratari Babad Dermayu, Kisah Indramayu Dalam Tarian

Berlatar belakang kain putih yang membentang di bawah tugu bambu runcing di alun-alun Indramayu, pagelaran seni Sendratari Babad Indramayu sangat memukau penonton. Berkolaborasi dengan dalang wayang kulit dan diiringi musik tradisional, pertunjukan tari-tarian besutan sutradara Drs. Wregul W. Darkum ini menceritakan perjalanan Kota Indramayu  dari masa ke masa sejak abad ke-5 sampai abad 17, mulai Kerajaan Manukrawa, Padjajaran, Sumedang Larang, Majapahit sampai Mataram Islam.

Pertunjukan dibuka dengan narasi dari dalang wayang kulit yang mengisahkan Indramayu abad ke-5 di bawah Kerajaan Manukrawa. Belasan penari yang berkostum kerajaan tampak melenggak-lenggok di panggung dengan gerakan yang gemulai. Setelah itu, muncul tari topeng kelana yang menjadi tarian khas Indramayu.

Saat Indramayu di bawah Kerajaan Demak, belasan penari rudat yang menandakan zaman Islam bermunculan memenuhi seisi panggung. Puncak pertunjukan terjadi saat Indramayu di bawah kekuasaaan Kerajaan Mataram Islam. Di adegan ini, muncul Raden Wiralodra beserta KI Tinggil dan Nyi Endang Dharma. Pertunjukan ditutup ketika para penari mengajak penonton untuk menari di panggung yang menandakan diresmikannya pedukuhan Dharma Ayu, cikal bakal Kabupaten Indramayu.

Puluhan penari yang mengisahkan babad Indramayu ini  berasal dari Sanggar Tari Awang-Uwung binaan Wregul. Yang menarik, tokoh Raden Wiralodra diperankan oleh Camat Patrol Teguh Budiarso, S.Sos., M.Si. Sementara Ki Tinggil diperankan Camat Kertasmaya Drs. Basuni.

Seusai pentas, Teguh Budiarso mengaku merasa mendapat kehormatan berperan sebagai Raden Wiralodra. Teguh yang tidak punya bakat menari, malam itu tampil sangat baik sebagai Raden Wiralodra. Ia mampu mengimbangi gerakan-gerakan luwes Nyi Endang Dharma yang diperankan penari dari Sanggar Awang-Uwung.

“Saya merasa tersanjung dan mendapat kehormatan berperan menjadi Raden Wiralodra. Ini sangat luar biasa. Jiwa dan raga saya tergetar saat memerankan Raden Wiralodra. Aura mistisnya terasa sekali. Mungkin ini terjadi karena beliau tokoh pendiri Indramayu yang sangat dihormati dan disegani,” katanya.

Sebelum pentas, Teguh mengaku berziarah terlebih dahulu ke makam Raden Wiralodra yang terletak di Kecamatan Sindang. Senada dengan Teguh, Basuni mengaku sangat senang dapat berpartisipasi dalam sendratari ini. “Saya dan Mas Teguh latihan dua kali. Alhamdulillah, saya senang sekali dapat tampil di sendratari ini,” kata Basuni.

Berada di tempat terbuka, pertunjukan Sendratari Babad Dermayu mirip dengan Sendratari Ramayana di Candi Prambanan yang mementaskan pertunjukan di alam terbuka. Cuaca cerah di malam itu setelah hari-hari sebelumnya Kota Indramayu diguyur hujan lebat, turut berkontribusi menyemaraan pertunjukan tersebut. Jumlah penonton membludak. Mereka duduk lesehan mengelilingi panggung yang berada di tengah-tengah alun-alun itu.

Sendratari Babad Dermayu merupakan rangkaian dari Festival Tjimanoek 2016. Koreografer nasional, Wangi Indriya yang hadir di acara tersebut sangat mengapresiasi penampilan Sanggar Awang-Uwung. “Bagus sekali gerakannya. Sangat luwes. Benar-benar tontonan yang menarik untuk dilihat,” tandasnya.

Related posts

Leave a Reply