Event, Umum  

Sejarah Pekan Raya Jakarta

Foto: instagram/jakartafairid

Seremonia.id – Jakarta Fair atau Pekan Raya Jakarta (PRJ) Kemayoran, pameran terlama dan terbesar di kawasan Asia Tenggara, kembali digelar di Jakarta International Expo (JIEXPO) Kemayoran, Jakarta Pusat, selama 33 hari, yakni mulai 14 Juni hingga 16 Juli 2023.

PRJ Kemayoran 2023 diadakan untuk memeriahkan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-496 DKI Jakarta dan mungkin menjadi yang terakhir kali digelar di Jakarta sebagai Ibu Kota Negara. Mulai tahun 2024, Ibu Kota Negara akan dipindahkan ke IKN Nusantara di Penajam Paser Utara, Provinsi Kalimantan Timur.

Ajang tahunan ini akan menyajikan beragam hiburan, promosi produk unggulan, diskon menarik, dan konser musik di lokasi JIEXPO, Kemayoran, Jakarta Pusat. Mengacu pada laman resmi Jakarta Fair, gelaran ke-54 tahun ini mengangkat tema “Bersatulah Indonesia Mendukung Perdagangan Dalam Negeri dan Ekspor ke Pasar Dunia”.

Foto: instagram/jakartafairid

Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, menyampaikan bahwa Jakarta Fair terus bertransformasi menjadi ajang pameran modern yang menampilkan produk unggulan dari dalam negeri maupun internasional. Pada tahun 2023, Jakarta Fair memasuki penyelenggaraan pameran yang ke-54.

“Perjalanan panjang ini membuktikan konsistensi dalam menampilkan pameran multiproduk berkualitas, Jakarta Fair sebagai salah satu pameran terbesar, terlama, dan terlengkap di kawasan Asia Tenggara,” ujar Heru setelah mendampingi Presiden RI Joko Widodo membuka Jakarta Fair 2023 pada Rabu (14/6/2023).

Heru mengajak semua pihak untuk menjadikan kegiatan Jakarta Fair sebagai wadah untuk memperkuat ekonomi domestik, mengoptimalkan potensi produk lokal, mendorong pertumbuhan industri, dan mendukung perkembangan negara.

Direktur Pemasaran JiExpo Kemayoran, Ralph Scheunemann, mengatakan bahwa Jakarta Fair Kemayoran 2023 diikuti oleh 2.500 perusahaan peserta yang memiliki 1.500 stan dengan berbagai produk unggulan dan penawaran potongan harga atau diskon. “Ada 2.500 perusahaan dan 1.500 stan di Jakarta Fair, dan yang menarik adalah sekitar 60 persen berasal dari pihak swasta dan 40 persen dari UMKM,” ungkap Ralph.

Jakarta Fair yang diselenggarakan kali ini merupakan yang ke-54 sejak pertama kali diadakan pada tahun 1968. Acara tahunan ini sempat tidak diselenggarakan pada tahun 2020 dan 2021 karena pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia.

Setelah dibuka kembali pada tahun lalu setelah dua tahun vakum, Jakarta Fair kali ini menjadi sangat meriah karena diikuti oleh para pelaku usaha yang ingin ikut berperan dalam momentum kebangkitan kembali perekonomian nasional yang sempat terpuruk. Mereka menawarkan berbagai produk seperti fesyen, asesoris, elektronik, furnitur, otomotif, dan kuliner di event tersebut.

Jakarta Fair juga terkenal dengan panggung musiknya. Setiap tahun, musisi papan atas nasional dari berbagai aliran musik seperti pop, rock, disko, jazz, dan dangdut memeriahkan acara tersebut di Kemayoran.

Sejak masih bernama Pekan Raya Jakarta, warga Jakarta dan luar Jakarta selalu hadir untuk berbelanja di event tahunan ini. Daya tarik dari PRJ adalah tawaran produk baru dan diskon besar-besaran untuk hampir semua produk yang dijajakan di arena pameran tersebut. Terutama jika waktu PRJ bertepatan dengan Hari Raya Lebaran, pasti masyarakat akan memborong segala barang yang dijual di sana, mulai dari pakaian anak-anak hingga sepeda motor.

Tak ketinggalan, pengunjung juga dapat menikmati serunya bermain di wahana seperti boom-boom car, bianglala, serta menikmati makanan ikonik seperti kerak telor, kue donat, dan gulali. Generasi 1970-an hingga 1990-an, ketika masih anak-anak dan remaja, tentu menjadikan PRJ sebagai tujuan favorit bersama keluarga.

Bermula dari Pasar Gambir

Berdasarkan data Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Jakarta Utara, PRJ awalnya dikenal sebagai Djakarta Fair. Event PRJ pertama kali diselenggarakan di Kawasan Monas, Jakarta Pusat. Acara Djakarta Fair dibuka secara simbolis oleh Presiden Soeharto dengan melepas burung merpati pos.

Namun, sebenarnya, awal dari penyelenggaraan Jakarta Fair bermula dari Pasar Malam Gambir yang diadakan sebagai perayaan Ratu Belanda Wilhelmina pada tanggal 31 Agustus 1898. Pasar Malam Gambir biasanya berlangsung dari akhir Agustus hingga pertengahan September dan diadakan secara rutin setiap tahun.

Selain menjual produk-produk dan kuliner khas Batavia (Jakarta tempo dulu), serta menghadirkan pertunjukan hiburan, ajang Pasar Gambir pada masa kolonial Belanda juga menggelar pertandingan tinju antara pribumi dan orang Belanda. Selain di Pasar Gambir, pertandingan tinju juga diadakan di Deca Park (sekarang lapangan Monas), Varia Park (Krekot), dan Princen Park (Lokasari).

Gagasan penyelenggaraan PRJ pertama kali diusulkan oleh Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) saat itu, Syamsudin Mangan alias Haji Mangan. Dia mengusulkan diselenggarakannya pameran besar untuk mendongkrak pemasaran produk dalam negeri.

Haji Mangan sendiri terinspirasi oleh acara pameran internasional yang sering dia ikuti di luar negeri. Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin pada tahun 1967 merespon positif gagasan dari Haji Mangan.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ingin menggabungkan berbagai acara ‘pasar malam’ yang sering diadakan di berbagai wilayah di Jakarta. Akhirnya, pada tahun 1968, acara perdana Djakarta Fair berlangsung dengan sukses dan mengundang kunjungan hingga 1,4 juta orang.

Satu tahun setelah pembukaan resminya, Pekan Raya Jakarta diselenggarakan selama 71 hari, mencetak rekor sebagai pameran terlama. Pada tahun itu, Presiden Amerika Serikat Richard Nixon yang didampingi oleh Presiden RI Soeharto juga sempat mengunjungi Pekan Raya Jakarta pada tahun 1969.

Pada tahun 1992, Jakarta Fair atau PRJ dipindahkan dari Monas ke Kemayoran, Jakarta Pusat, untuk mendapatkan lahan yang lebih luas. PRJ di Kemayoran dilaksanakan di area seluas 44 hektar, sedangkan di Monas hanya 7 hektar.

Meskipun sempat terhenti selama dua tahun akibat pandemi Covid-19, animo warga Jakarta dan sekitarnya tidak pernah surut dalam memeriahkan PRJ Kemayoran. Sejak tahun lalu, acara ini telah kembali dilaksanakan dan terus menjadi ajang yang dinanti-nantikan oleh masyarakat sebagai momen kebangkitan perekonomian nasional setelah masa-masa sulit akibat pandemi.