Penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk produk-produk industri, harus ditunjang dengan koordinasi yang baik dan pemahaman cukup dari semua pihak berkepentingan. Tidak hanya petugas pengawas di lapangan, tetapi juga masyarakat terhadap esensi dan tujuan dari pemberlakuan SNI tersebut sehingga meminimalisir kemungkinan kesalahpahaman penerapan di lapangan.
“Maka itu, diperlukan kolaborasi dan sinergi di antara pemangku kepentingan, seperti pelaku usaha, konsumen dan pemerintah dalam meningkatkan pemahaman terhadap hakikat pemberlakuan SNI wajib perlu terus dilaksanakan secara berkesinambungan,” kata Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Industri (BPPI) Kementerian Perindustrian, Ngakan Timur Antara di Jakarta, Jumat (26/10).
Menurut Ngakan, berdasarkan Undang-Undang No. 3 tahun 2014 tentang Perindustrian, standardisasi industri meliputi SNI, Spesifikasi Teknis dan Pedoman Tata Cara. “SNI pada dasarnya berlaku secara sukarela, namun dapat diberlakukan secara wajib dalam rangka Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L),” jelasnya.
Hingga saat ini, Kemenperin telah memberlakukan sebanyak 105 SNI secara wajib di berbagai sektor industri manufaktur. Sektor tersebut antara lain industri makanan dan minuman, tekstil dan aneka, logam, kimia dasar, kimia hilir, otomotif, serta elektronika.
Ngakan menegaskan, pemberlakuan SNI secara wajib, selain dapat melindungi konsumen dalam negeri dari serbuan produk-produk yang tidak sesuai standar, juga digunakan dalam rangka perlindungan industri nasional melalui penciptaan persaingan usaha yang sehat.
“Pemberlakuan SNI wajib pada prinsipnya diperuntukkan bagi barang yang diperdagangkan, namun dikecualikan untuk barang-barang yang tidak diperdagangkan seperti barang untuk keperluan contoh uji, penelitian, atau pameran termasuk barang pribadi penumpang,” paparnya.
Pada peringatan Bulan Mutu Nasional dan Hari Standar Dunia Tahun 2018 di Surabaya, kemarin (25/10), Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto yang diwakili Kepala BPPI Kemenperin Ngakan Timur Antara menerima penghargaan sebagai pembina Standar Nasional Indonesia (SNI) yang diserahkan oleh Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN) Bambang Prasetya.
Dalam berpartisipasi pada kegiatan tersebut, Kemenperinmelalui unit kerjanya,yakni Balai Riset dan Standardisasi Industri Surabaya serta Balai Sertifikasi Industri menampilkan berbagai produk unggulan manufaktur nasional yang ber-SNI untuk mendukung revolusi industri 4.0.
Kepala BSN menyampaikan, dalam menghadapi era digital, jaminan mutu dan keselamatan terhadap produk yang diperdagangkan melalui e-Commerce, juga menjadi penting dalam penerapan SNI. “Sebab, teknologi digital membutuhkan interoperability (kemampuan produk atau sistem untuk berinteraksi dan berfungsi dengan produk atau sistem lain) dan kompatibel (produk atau sistem mampu bekerja serasi). Hal ini bisa terjawab dengan standardisasi,” tuturnya.
Lebih lanjut, dengan jaminan produk pada e-Commerce, pemberlakuan SNI secara wajib perlu ditegakkan hukum dan sanksi bagi pelanggarnya. “Masih banyak isu-isu lain terkait standar dan penilaian kesesuaian.Oleh karena itu, peringatan Bulan Mutu Nasional di Surabaya diharapkan bisa mempererat kerjasama para pemangku kepentingan di seluruh Indonesia,” ungkapnya.
Bahkan, kata Bambang, era revolusi industri 4.0 bisa menjadi momentum bagi Indonesia untuk mendorong pengembangan standardisasi dan penilaian kesesuaian untuk bisa mengadopsi teknologi informasi dan komunikasi dalam mendukung kualitas hidup yang lebih baik. Apalagi, pemerintah saat ini telah menerapkanpeta jalan Making Indonesia 4.0 sebagai salah satu agenda nasional untuk penggerak dalam mempercepatpertumbuhan ekonomi