Pemerintah segera merealisasikan skema pemberian insentif fiskal berupa keringanan pajak untuk industri yang berinvestasi untuk kegiatan vokasi serta kegiatan penelitian dan pengembangan (R&D).
Fasilitas yang dinamakan super deductible tax ini merupakan penambahan faktor pengurangan Pajak Penghasilan (PPh) di atas 100 persen sehingga yang dibayarkan badan usaha semakin kecil.
“Pemerintah sudah melakukan pipeline sejak akhir 2018 dan terus melakukan harmonisasi dengan kementerian terkait, terutama Kementerian Perindustrian,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani di Jakarta, Selasa (19/2).
Menurutnya, apabila harmonisasi tersebut dapat berjalan lancar, tidak menutup kemungkinan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) tentang Super Deductible Tax dapat keluar lebih cepat. Ditargetkan awal Maret 2019 sudah terealisasi. “Mungkin saja cukup dalam waktu dua pekan lagi,” ungkapnya.
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan, penerapan kebijakan super deductible tax mendukung inisiatif Making Indonesia 4.0. Pemberian fasilitas bagi para pelaku industri ini selain melengkapi insentif fiskal tax allowance dan tax holiday, akan mengakselerasi industri manufaktur nasional agar siap menuju revolusi industri 4.0.
Kemenperin telah mengusulkan skema keringanan pajak hingga 200 persen untuk industri yang berinvestasi untuk pendidikan vokasi, dan 300 persen bagi yang terlibat dalam kegiatan R&D untuk menciptakan inovasi. “Keduanya termasuk dalam strategi prioritas Making Indonesia 4.0,” ucapnya.
Simulasi pemberian insentif pajak ini, misalnya perusahaan membangun pusat inovasi (R&D) di Indonesia dengan nilai investasi sebesar Rp1 miliar, pemerintah akan memberikan pengurangan terhadap penghasilan kena pajak Rp3 miliar selama lima tahun kepada perusahaan tersebut. Jadi bentuk pengurangannya, dari biaya litbangnya dikalikan tiga.
Kemudian, apabila perusahaan menjalin kerja sama dengan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) untuk memberikan pelatihan dan pembinaan vokasi serta penyediaan alat industri hingga kegiatan pemagangan dengan menghabiskan biaya Rp1 miliar, pemerintah akan memberikan pengurangan terhadap penghasilan kena pajak sebesar Rp2 miliar kepada perusahaan tersebut.
Insentif super deductible tax diberikan guna mempercepat peningkatan kompetensi sumber daya manusia (SDM) Indonesia dalam menyongsong revolusi industri keempat. Untuk bertransformasi ke era industri digital, dibutuhkan reskilling agar SDM di bidang industri mampu berkompetisi.
Upaya tersebut dilakukan sebagai salah satu strategi guna menangkap peluang bonus demografi yang dialami Indonesia hingga 15 tahun ke depan. Momentum tumbuhnya jumlah angkatan kerja yang produktif ini diyakini bisa menggenjot kinerja dan daya saing industri manufaktur nasional.
Adapun syarat tertentu yang perlu dipenuhi perusahaan apabila ingin mendapat insentif pajak dari kegiatan R&D. Salah satunya, hasil riset yang dilakukan harus berdampak besar pada perekonomian nasional seperti peningkatan daya saing produk, memacu ekspor, dan penyerapan tenaga kerja.
Oleh karena itu, perusahaan yang mengajukan insentif tersebut bakal dianalisis terlebih dahulu oleh pemerintah. “Jadi, harus ada assessment-nya. Tidak serta-merta dari pengakuan mereka, kita berikan insentif,” terang Airlangga.
Kemenperin telah menggulirkan berbagai program pendidikan dan pelatihan vokasi dalam menuju era industri 4.0. Misalnya, program pendidikan vokasi yang link and match antara industri dengan SMK. “Kami mengapresiasi karena banyak industri yang terlibat, hingga saat ini sudah mencapai 745 perusahaan dengan menggandeng sebanyak 2.074 SMK,” ungkapnya.
Untuk pengembangan SDM di politeknik, Kemenperin punya program skill for competitiveness (S4C) yang bekerja sama dengan Swiss dalam menerapkan pendidikan sistem ganda (70 persen praktik dan 30 persen teori).
“Sedangkan, dalam upaya memacu kegiatan R&D, kami mendorong pihak swasta membangun pusat atau ekosistem inovasi seperti pengembangan Nongsa Digital Park di Batam serta iOS Development Center milik Apple di BSD, Serpong,” tutur Airlangga.
Aspirasi besar dalam Making Indonesia 4.0 adalah menjadikan Indonesia masuk dalam jajaran 10 negara yang memiliki perekonomian terkuat di dunia pada 2030. Sasaran tersebut dapat tercapai dengan dukungan kontribusi ekspor neto 10 persen dari PDB, produktivitas naik dua kali lipat dan anggaran riset sebesar dua persen dari PDB.
Selain itu, upaya pemerintah lainnya adalah pembangunan showcase dan pusat industri 4.0. Hal ini guna mendorong penguatan infrastruktur lembaga litbang Kemenperin terkait teknologi industri 4.0 dan pembangunan fasilitas untuk peningkatan kemampuan SDM industri di era industri 4.0.