Pemberdayaan Masyarakat di Sumba Timur untuk Akses Air Bersih yang Berkelanjutan

Jakarta, 22 Juni 2023 – Air merupakan sumber daya utama dan kebutuhan dasar bagi keberlangsungan hidup masyarakat dalam segala aspek kehidupan, termasuk kesehatan, pendidikan, dan ekonomi. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), manusia membutuhkan 50 hingga 100 liter air per hari untuk memenuhi kebutuhan dasarnya, mulai dari konsumsi hingga sanitasi [1]. Namun, kebutuhan ini tidak dapat dipenuhi oleh penduduk di daerah 3T (Terdepan, Terpencil, dan Tertinggal) karena keterbatasan infrastruktur dan tantangan geografis. Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) menyatakan bahwa terdapat 4.982 desa sangat tertinggal di Indonesia yang masih kesulitan untuk mengakses air bersih [2].

Akses terhadap air bersih merupakan salah satu masalah mendasar di beberapa belahan dunia, termasuk Indonesia. Studi yang dilakukan oleh organisasi internasional seperti UNICEF melaporkan bahwa kualitas air yang buruk dapat menjadi sumber dari berbagai macam penyakit, seperti diare, kolera, dan gangguan pencernaan lainnya. Sementara itu, studi lain yang dilakukan oleh Bank Dunia mengenai evaluasi dampak program bantuan air bersih di beberapa negara berkembang secara umum melaporkan adanya dampak positif dari akses air bersih terhadap kegiatan ekonomi masyarakat, termasuk produktivitas dan pendapatan, sanitasi dan kesehatan, serta pendidikan [3].

Tingginya akses air bersih juga berkaitan dengan peningkatan indikator pendidikan di daerah pedesaan yang memiliki akses tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh beberapa organisasi juga menunjukkan bahwa sulitnya akses air di suatu daerah mengakibatkan rendahnya tingkat kehadiran siswa, hingga 60 persen [4]. Beberapa alasan yang menyebabkan hal ini terjadi antara lain karena siswa harus membantu keluarga mencari air dan bahkan tidak dapat bersekolah karena keterbatasan air untuk sanitasi, terutama bagi remaja perempuan. Namun demikian, berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah, organisasi, perusahaan, dan pihak-pihak lain untuk memperbaiki situasi ini. Langkah-langkah proaktif yang dilakukan meliputi pembangunan infrastruktur, pelatihan, pemberdayaan masyarakat, konservasi air, dan pengelolaan lingkungan. Program-program seperti pengembangan akses air bersih dan pelatihan di daerah 3T mewujudkan nilai-nilai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dan melibatkan masyarakat dalam perencanaan dan pemeliharaan, sehingga program-program tersebut lebih berkelanjutan.

Dalam pelaksanaan program pembangunan yang menyasar wilayah dan penerima manfaat tertentu, prinsip keberlanjutan menjadi sangat penting, didukung oleh partisipasi masyarakat untuk memastikan upaya tersebut dapat berjalan secara mandiri dan memperluas dampak positifnya. Sementara itu, Indonesia telah mengadopsi SDGs sebagai bagian dari rencana pembangunan nasional. Pemerintah Indonesia berkomitmen untuk mencapai target-target tersebut, yang masing-masing memiliki indikator spesifik yang diukur secara nasional. Sebagai contoh, dalam hal akses terhadap air bersih dan sanitasi, pemerintah berkomitmen untuk meningkatkan persentase penduduk yang memiliki akses terhadap air bersih dan aman. SDGs juga memberikan standar pengukuran yang penting untuk mengevaluasi dan memantau kemajuan dalam mencapai tujuan-tujuan ini. Pengukuran dapat mencakup berbagai indikator seperti jarak dari rumah ke sumber air bersih, kebersihan air, dan ketersediaan fasilitas pendukung seperti sanitasi. Dengan adanya pengukuran sebagai tolok ukur, para pemangku kepentingan dapat menilai kemajuan yang telah dicapai dan mengidentifikasi area-area yang masih perlu ditingkatkan.

Salah satu organisasi nirlaba di Indonesia, Kawan Baik, berbagi wawasan tentang perencanaan proyek pembangunan di daerah 3T. Didirikan pada tahun 2020, organisasi ini menggabungkan beberapa elemen penting dalam perencanaan dan pelaksanaan proyeknya. Pertama, mereka memastikan bahwa proyek tersebut dapat diterima, dipahami, dan dilanjutkan oleh masyarakat sebagai penerima manfaat, dengan tetap mempertimbangkan keterjangkauan mereka. Hal ini sejalan dengan tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs). Penting juga bagi Kawan Baik untuk menetapkan indikator yang terukur untuk memantau penerimaan, pemanfaatan, dan aksesibilitas proyek oleh masyarakat.

Novi Tri “Gogon” Mujahidin, Manajer Program Kawan Baik Indonesia, menyatakan bahwa organisasi ini secara aktif melibatkan masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan proyek-proyek sebelumnya melalui peningkatan kapasitas. Setelah kebutuhan dasar terpenuhi.

Penulis: Luthfan Wira Alfiqri