Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto optimistis pada tahun 2019 akan terjadi peningkatan nilai investasi di sektor industri manufatur. Hal ini seiring dengan adanya komitmen dari sejumlah pelaku industri skala global yang ingin menambah modalnya di Indonesia.
“Beberapa investor yang sudah ada di Indonesia telah menyatakan minatnya untuk ekspansi. Ini merupakan salah satu hasil pertemuan kami di dalam World Economic Forum di Davos kemarin,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Jakarta, Jumat (1/2).
Menperin menyebutkan, perusahaan internasional itu antara lain Apple, Coca-Cola, dan General Electric (GE). “Mereka sangat mengapresiasi pertumbuhan ekonomi dan kestabilan di Indonesia, sehingga mereka akan menambah investasi,” tuturnya.
Di samping itu, pada ajang WEF 2019, Airlangga juga melakukan pertemuan dengan produsen kendaraan dan komponen listrik SF Motors, industri farmasi Abbott, serta perusahaan kereta api Stadler Rail Group. “Secara umum mereka merasa percaya diri untuk berinvestasi di Indonesia karena terciptanya iklim usaha yang kondusif dan adanya kemudahan perizinan,” ungkapnya.
Kepercayaan dari para investor tersebut dinilai dapat menunjukkan bahwa Indonesia masih menjadi negara tujuan dan pilihan yang tepat untuk menjadi basis produksi manufaktur mereka. Tujuannya baik untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik maupun mengisi pasar ekspor.
“Kami optimis, outlook pertumbuhan ekonomi kita lebih positif, walaupun perekonomian di dunia masih slow growth,” tandasnya. Untuk itu, diharapkan adanya harmonisasi regulasi dan penerapan kebijakan seperti PMK 150/2018 tentang Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, fasilitas tax holiday, dan platform online single submission yang dapat mendorong investasi pada tahun 2019.
Berdasarkan data yang dirilis Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi investasi industri manufaktur pada 2018 mencapai Rp222,3 triliun. Industri makanan mencatatkan realisasi investasi terbesar pada penanaman modal dalam negeri (PMDN) senilai Rp39,1 triliun. Selanjutnya, diikuti industri kimia dan farmasi dengan nilai investasi sebesar Rp13,3 triliun.
Sedangkan, untuk penanaman modal asing (PMA), sektor industri pengolahan yang investasinya terbesar adalah industri logam dasar, barang logam bukan mesin, dan peralatannya senilai USD2,2 miliar. Selain itu, investasi industri kimia dan farmasi senilai USD1,9 miliar serta industri makanan sebesar USD1,3 miliar.
Airlangga menilai ada beberapa faktor yang memengauhi perlambatan investasi pada tahun lalu, antara lain naiknya suku bunga the fed yang diikuti kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia. “Selain itu, rupiah yang sempat berfluktuasi sehingga investor sempat wait and see,” terangnya.
Untuk itu, Kemenperin akan fokus menggenjot investasi di lima sektor yang menjadi prioritas dalam Making Indonesia 4.0, yaitu industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian, otomotif, kimia, dan elektronika. Namun demikian, sektor lain juga dipacu seperti industri pulp dan kertas serta baja.
Bahkan, menurut Airlangga, sektor pergudangan dan transportasi yang mencatatkan realisasi tinggi dinilai dapat mendorong kinerja industri, karena merupakan bagian dari pengembangan efisiensi logistik. Hal tersebut dapat mendorong pengembangan rantai pasok industri pengolahan.
Adanya perang dagang Amerika Serikat dan China, menurut Menperin, juga dapat membuka peluang masuknya investasi manufaktur di Indonesia. “Beberapa industri tekstil, pakaian dan alas kaki sedang mempertimbangkan pemindahan pabrik dari China ke Indonesia,” ujarnya.
Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) mengemukakan, saat ini terdapat perusahaan tekstil ketiga terbesar di China yang sedang mematangkan rencana investasi di sektor kain dan pencelupan di Indonesia. Dana yang bakal ditanamkan perusahaan China tersebut sekitar Rp500 miliar dan diperkirakan bisa meningkat mendekati Rp1 triliun.
Sedangkan, Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) mengungkapkan, salah satu perusahaan alas kaki asal China, yaitu Shoetown Group akan menambah pabrik dengan bendera PT Shoetown Ligung Indonesia di Majalengka, Jawa Barat. Total investasi yang akan dikucurkan mencapai USD200 juta. Pada tahap pertama, perusahaan tersebut mengalokasikan anggaran sebesar USD42 juta.