Indonesia akan memasuki masa keemasan pada tahun 2045 dengan menjadi negara yang maju dan sejahtera. Salah satu aspirasi besarnya adalah Indonesia berada dalam jajaran lima negara yang memiliki perekonomian terkuat di dunia.
“Target dalam Making Indonesia 4.0 di tahun 2030 menjadi pengantar puncak kejayaan pada 100 tahun Indonesia,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto pada peringatan ulang tahun ke-30 Asosiasi Emiten Indonesia di Jakarta, Kamis (13/12).
Adapun empat pilar yang perlu dijalankan pemerintah guna mempercepat pencapaian sasaran tersebut, yaitu pengembangan sumber daya manusia dengan penguasaan pengetahuan dan teknologi, kemudian pengembangan ekonomi berkelanjutan, pembangunan yang merata dan berkeadilan, serta memacu daya tahan ekonomi dan kemandirian nasional.
“Kalau kita lihat, saat ini income per kapita kita USD3.877 dan ditargetkan pada tahun 2036 mencapai USD13.162, hingga bisa naik di 2045 sebesar USD23.199,” ungkap Menperin. Untuk itu, peran kinerja industri manufaktur sangat dibutuhkan karena membawa efek berantai bagi perekonomian nasional.
“Komponen yang diperlukan pada tahun 2045 itu pertumbuhan industri manufaktur kita sebesar 6,3 persen dengan kontribusi ke PDB mencapai 26 persen,” imbuhnya. Jika target itu tercapai, petumbuhan ekonomi nasional mampu menembus angka 5,7 persen.
“Jadi, Indonesia bisa masuk lima besar ekonomi dunia, setelah Amerika Serikat, Jepang, China dan India,” ujarnya. Oleh karena itu, pemerintah terus mendorong seluruh pemangku kepentingan seperti pelaku usaha dan masyarakat untuk semakin optimistis, terutama dalam menghadapi era industri 4.0.
“Apalagi, saat ini Indonesia masih menjadi negara tujuan utama investasi karena kondisi ekonomi dan politiknya yang cukup stabil dan kondusif,” tuturnya. Airlangga menyebutkan, ada beberapa investor manufaktur global yang akan masuk ke Indonesia, antara lain industri smartphone yang membidik lokasi di Batam serta industri tesktil, pakaian, dan alas kaki yang ingin menjadikan Jawa Tengah menjadi basis produksinya untuk pasar ekspor.
“Pegatron memang sedang mengkaji, dan kami sedang memonitor terus. Rencananya akan kerja sama dengan Sat Nusapersada, dan ini menjadi salah satu investasi yang akan masuk di Batam, pada tahap pertama sekitar USD1 miliar,” ungkapnya. Industri otomotif asal Korea Selatan juga berminat investasi di Indonesia, bahkan industri baja di Kawasan Industri Morowali bakal lebih ekspansif produksinya.
“Kami optimitis kinerja industri manufaktur akan tumbuh positif pada kuartal pertama tahun depan,” tegasnya. Apalagi, lanjut Menperin, dalam waktu dekat pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang pemberian insentif fiskal berupa super deductible tax.
Di samping itu, adanya perang dagang China dan Amerika Serikat, dinilai membawa peluang bagi Indonesia. “Berbagai buyer mengatakan kepada saya, bahwa pada lima tahun ke depan, order mereka akan dialihkan dari China. Mereka berharap ada negara baru di Asia yang bisa menangkap pertumbuhan demand di dunia global. Untuk itu, Indonesia mendorong free trade agreement segera ditandatangani, sehingga bea masuk produk kita menjadi nol persen seperti ke Eropa dan Australia,” paparnya.
Dalam menghadapi era industri 4.0, salah satu yang menjadi kekuatan Indonesia dibanding negara lain adalah ketersediaan jumlah sumber daya manusia (SDM). “Gemilangnya kinerja industri nasional akan didukung dengan adanya bonus demografi hingga tahun 2030,” tandasnya.
Untuk itu, pada tahun 2019, pemerintah semakin memfokuskan pada pelaksanaan berbagai kegiatan peningkatan kompetensi SDM secara masif. Dalam hal ini, Kemenperin akan terus meluncurkan program pendidikan dan pelatihan vokasi di SMK dan Politeknik yang berkonsep link and match dengan industri.