Polhukam, Padang – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Wiranto mengingatkan bahwa persatuan nasional di atas segala-galanya.
Menurutnya, beda pendapat boleh saja dalam politik tapi payungnya harus dalam koridor persatuan itu, kalau lupa itu berat sekali akibatnya.
“Kita lupa bahwa kita harus bersatu sebagai bangsa, ini yang menjadikan muncul kerawanan-kerawanan,” ujar Menko Polhukam saat menjadi pembicara kunci dalam Forum Koordinasi dan Sinkronisasi “Implementasi Nilai-Nilai Pancasila Dalam Meningkatkan Persatuan dan Kesatuan Bangsa Guna Menyukseskan Pemilu 2019” di Kota Padang, Sumatera Barat, Rabu (6/2/2019).
Oleh karena itu, bersama dengan Bawaslu dan Kepolisian, Menko Polhukam membuat indeks kerawanan pemilu enam bulan sebelum pemilihan itu dilaksanakan, mana daerah-daerah yang rawan dan rawannya karena apa. Dikatakan, polisi membuat indeks dari sisi keamanannya dan Bawaslu membuat dari sisi penyelenggaraannya. Lalu keduanya digabungkan dan dari penggabungan itu pemerintah berusaha meredam kerawanan tersebut, sehingga daerah-daerah yang dianggap rawan diterapi agar tingkat kerawanannya menjadi rendah.
“Di sinilah bela negara masuk. Tidak bisa mengamankan pemilu itu hanya dengan tergantung kepada polisi yang dibantu TNI, semua unsur terlibat. Pimpinan partai politik terlibat, para kontestan terlibat, tidak hanya calon presiden dan wakil presiden tapi calon-calon anggota DPR pusat sampai daerah terlibat untuk mengamankan itu,” kata Menko Polhukam.
“Kalau mereka brutal bisa menjadi masalah, masyarakat pemilih juga ikut serta bertanggung jawab, terutama masyarakat dalam jumlah besar yang dukung mendukung para calon ini harus kita sadarkan bahwa persatuan di atas segala-galanya, persatuan nasional di atas segala-galanya. Beda pendapat tapi payungnya harus dalam koridor persatuan itu, kalau lupa itu berat sekali akibatnya.”
Menurut Menko Polhukam, jangan sampai nasi menjadi bubur sebab kalau sudah menjadi bubur dijadikan nasi lagi tidak bisa. Dikatakan, kalau sudah terjadi konflik dan ada kerusakan yang fatal, ada national disorder semuanya bebas, negeri ini bisa tidak lagi ada istilah NKRI, karena yang ada nanti Tentara Nasional Padang, Tentara Nasional Madura, Tentara Nasional Ambon.
“Itukan sedih sekali, lalu nanti saya kemana? Mau ke Ambon saja pakai paspor, mau ke Padang harus melewati batas negara, itu menyedihkan untuk anak cucu kita. Kembali lagi, tanggung jawab pengamanan ini ada di kita, tanggung jawab mempersatukan negeri ini masih ada di tangan kita, mumpung sekarang ini kita sehat, punya kesempatan, mumpung kita masih waras, ayo sama-sama untuk mengajak semua eselon pejabat negara maupun seluruh komunitas masyarakat bersama-sama melaksanakan tugas-tugas kita mengamankan pemilu yang menjadi salah satu ancaman bagi negeri ini,” kata Menko Polhukam Wiranto.
Dalam kesempatan itu, Menko Polhukam menjelaskan mengenai Pemilu yang membuat rakyat masih beda pendapat. Dikatakan, negara Indonesia menganut demokrasi bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat, tetapi karena rakyat tidak bisa memimpin sendiri, maka kemudian ada demokrasi perwakilan seperti sila keempat Pancasila. Dalam mengambil keputusan rakyat diwakili oleh para wakil pemimpin, caranya gimana? Pemilihan umum, pilkada serentak, memilih pemimpin si rakyat ini untuk ngatur negeri ini selama lima tahun ke depan nanti.
“Sehingga menurut saya, pemilu itu tidak hanya sekedar memilih pemimpin, tapi sebenarnya pemilu adalah rakyat menentukan lima tahun masa depan bangsa lewat memilih pemimpin,” kata Menko Polhukam Wiranto.
Dikatakan, pemimpin itu instrumen dari rakyat untuk mencapai kebaikan. Gubernur, Bupati, dan walikota itu bukan raja yang menentukan segala-galanya, dia wakil rakyat untuk membuat negeri ini lebih makmur, lebih sejahtera lagi.
“Jadi Pak Gubernur, Bupati, Walikota itu hanya instrumen dari satu demokrasi. Presiden juga alat dari demokrasi sebagai figur untuk bagaimana mencapai kesejahteraan, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Ini yang harus dipahami, jangan sampai rakyat terjebak kepada hanya sekedar pilih pemimpin, fanatik, dayhard, lalu berkelahi, itu sangat disayangkan,” kata Menko Polhukam Wiranto.
Lalu bagaimana agar masa depan lima tahun itu menjadi lebih jelas, lebih tenang, lebih aman? Cari pemimpin yang baik, cari pemimpin yang benar, ini bukan hanya Presiden dan Wakil Presiden tapi juga DPR RI, DPRD, Provinsi di DPRD Tingkat II, tingkat Kabupaten/Kota.
Pemimpin yang benar itu seperti apa? Pemimpin yang punya kompetensi, pemimpin yang punya kualitas, pemimpin yang tahu tugas-tugasnya, pemimpin yang tahu bahwa dia mewakili rakyatnya. Dalam islam sendiri sudah dicontohkan bagaimana pemimpin yang dicontohkan oleh Rasulullah, shiddiq, amanah, fathonah, dan tabligh.
“Tugas kaum intelektual, kaum terpelajar, karena pemilihan umum one man one vote, ya kita cerahkan ke masyarakat kita, jangan dikomporin supaya mereka mau berkelahi satu dengan yang lain. Tapi kita cerahkan bahwa ayo kita pilih pemimpin yang baik, pemimpin yang benar agar lima tahun ke depan nasib kita tidak untung-untungan, nasib kita tidak tergadaikan karena kita salah memilih pemimpin. Hakekat pemilu adalah seperti itu,” kata Menko Polhukam Wiranto.
Hadir dalam kegiatan tersebut Deputi Koordinasi Bidang Kesatuan Bangsa Arief P. Moekiyat, Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno, Wakapolda Sumbar Brigjen Pol Damisnur AM, dan seluruh jajaran stakeholder di Provinsi Sumatera Barat.