Membahas Perkembangan Sektor Rancang Bangun Industri Menuju Net Zero Emission di Indonesia

Jakarta, 14 November 2023 – Pengaturan global untuk mewujudkan nol emisi karbon pada tahun 2060 telah menjadi konsensus dunia. Langkah pertama dalam penurunan emisi karbon adalah melalui transisi energi di berbagai sektor, terutama di industri. Dalam konteks ini, peran jasa rancang bangun dan konstruksi industri menjadi krusial dalam membentuk model ideal pembangunan industri yang ramah lingkungan. Dalam proses perencanaan industri, jasa Engineering, Procurement, and Construction (EPC) menjadi sangat penting sebagai bagian dari pembangunan ekosistem industri manufaktur.

PERAN SEKTOR RANCANG BANGUN INDUSTRI MENUJU NET ZERO EMISSION DI INDONESIA

Pada diskusi publik INDEF, Pandu Ismutadi, Inspektur Panas Bumi Ahli Madya dari Direktorat Panas Bumi, Direktorat Jenderal EBTKE, Kementerian ESDM, mengungkapkan bahwa Indonesia masih sangat bergantung pada energi fosil, padahal Energi Baru Terbarukan (EBT) menjadi semakin penting dalam pengembangan perekonomian global dan mengurangi dampak perubahan iklim serta menjaga ketahanan energi. Rencana pengembangan EBT seperti yang tercantum dalam Green RUPTL diperkirakan akan menghasilkan investasi sekitar US$55,18 Miliar dan membuka 281.566 lapangan kerja baru serta mengurangi emisi GRK sebesar 89 juta ton CO2e.

Ahmad Heri Firdaus, Peneliti INDEF, menyatakan bahwa transisi energi, khususnya di sektor industri, memiliki urgensi yang besar untuk mencapai Net Zero Emission (NZE). Mendukung pengembangan pemanfaatan energi bersih di industri membutuhkan perancangan dan pembangunan industri melalui rekayasa pemanfaatan sumber energi bersih. Proses rancang bangun menjadi esensi dalam tahapan transisi energi di industri, di mana jasa EPC menjadi tahap awal dalam pembangunan industri. Oleh karena itu, sektor EPC memiliki peran yang signifikan dalam menggerakkan kemajuan industri sebuah negara, terutama untuk mengoptimalkan sumber daya domestik, seperti pemanfaatan energi terbarukan dan peningkatan tingkat komponen dalam negeri (TKDN).

M. Agung, SVP Power Mineral, Fertilizer, Overseas Commercial – Rekayasa Industri, menyoroti kontribusi Industri EPC dalam mendukung program pemerintah dengan membangun sektor energi terbarukan, termasuk pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) dan Pabrik Green Ammonia & Blue Ammonia. Rekind telah membangun 60% Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi di Indonesia. M. Agung juga menekankan bahwa Industri EPC dapat berperan dalam mencapai NZE pada tahun 2060 melalui pembangunan pembangkit energi terbarukan, kolaborasi proyek energi terbarukan, dan pengembangan teknologi serta transfer pengetahuan.

DAMPAK TRANSISI ENERGI DI SEKTOR INDUSTRI TERHADAP PEREKONOMIAN

Menurut Ahmad Heri Firdaus, analisis menggunakan model ekonomi keseimbangan umum atau Computable General Equilibrium (CGE) menunjukkan bahwa jika sektor pengguna EPC hanya mengurangi konsumsi energi yang beremisi karbon (Skenario 1), maka akan mengakibatkan penurunan pertumbuhan PDB sebesar 0,028%. Namun, jika terjadi pengalihan (transisi) sumber energi, yaitu dengan mengurangi penggunaan energi beremisi karbon sekaligus meningkatkan penggunaan EBT (Skenario 2), maka akan terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,075%. Skenario transisi energi juga memperlihatkan peningkatan output sektor pengguna EPC.

M. Agung juga menjelaskan bahwa pertumbuhan Industri EPC di Indonesia akan mempercepat transisi energi melalui proyek-proyek yang mengadopsi teknologi terkini. Industri EPC telah tumbuh pesat dalam dekade terakhir, berkontribusi pada ekonomi dari 44% pada 2010 menjadi 56,34% pada 2020. Sektor EPC memiliki peran penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia dan mampu menjadi pendorong pembangunan dalam beberapa sektor.

TANTANGAN DAN PELUANG SEKTOR RANCANG BANGUN (EPC)

Pandu Ismutadi mengungkapkan bahwa tantangan dalam pengembangan EBT meliputi inovasi, penguasaan teknologi, waktu pelaksanaan proyek, dan kesiapan industri pendukung, baik dari aspek teknis maupun ekonomi. Heri juga menyoroti tantangan yang dihadapi oleh Industri EPC, seperti masalah pembiayaan. Proyek-proyek pembangunan energi hijau memerlukan investasi yang besar, sementara kemampuan finansial perusahaan EPC relatif terbatas. Oleh karena itu, diperlukan skema pembiayaan yang memberikan akses permodalan bagi industri EPC untuk mengembangkan energi hijau. Heri menambahkan bahwa peluang bagi jasa EPC sangat besar, terutama karena banyak pengguna sektor EPC yang merupakan Proyek Strategis Nasional.

STRATEGI IMPLEMENTASI NET ZERO EMISSION DALAM PERSPEKTIF INDUSTRI

Rozikin Busro, Senior Project Manager Green Energy Clean Ammonia Pupuk Indonesia, menggarisbawahi target National Determined Contribution (NDC) Pemerintah Indonesia untuk menurunkan emisi pabrik amoniak pada 2030 melalui program revitalisasi pabrik dan pabrik Soda Ash. Pupuk Indonesia berinisiatif menurunkan emisi sebesar 3,3 juta ton CO2 (24% dari BaU). Untuk mencapai NZE 2060, diperlukan penurunan sebesar 19,1 juta ton CO2 (95% dari BaU). Pupuk Indonesia fokus pada clean ammonia, dengan strategi mencakup kemitraan untuk pengembangan bisnis, akuisisi sumber energi dengan harga kompetitif, dan pengembangan teknologi.

Taufik Aditiyawarman, CEO PT Kilang Pertamina Internasional, membahas Strategi Kunci untuk Mencapai Net Zero Emission (NZE) dalam Industri Pengkilangan. PT KPI membedakan tiga cakupan perhitungan emisi, mencakup emisi langsung dari aktivitas usaha, emisi dari penggunaan listrik, dan emisi dari pembelian bahan mentah dan penjualan produk. Upaya dekarbonisasi industri pengkilangan melibatkan teknologi, penggunaan bahan alam, dan kelebihan dalam perdagangan karbon.

Penulis: Luthfan Wira Alfiqri