Umum  

Malahayati: Kisah Perempuan Pejuang dari Tanah Rencong

lukisan Laksamana Hayati/Indonesia.go.id

Seremonia.id – Kali ini kita akan mengulik sejarah gemilang seorang pejuang wanita yang memiliki andil besar dalam perjuangan melawan penjajah di wilayah Aceh Besar dan Selat Malaka. Keumalahayati, seorang tokoh penting dalam sejarah perang di perairan pesisir Aceh, telah menjadi sorotan sebagai pendiri pasukan perang perempuan pertama yang dikenal sebagai Inong Balee. Pasukan Inong Balee telah menunjukkan keberanian dan ketangguhan dalam melawan pasukan kolonial Portugis dan Belanda.

Kisah perjuangan Keumalahayati dimulai dari masa kemerdekaan bangsa Indonesia pada 17 Agustus 1945, yang diraih setelah usaha panjang mengusir penjajah yang telah mendominasi bumi Nusantara selama lebih dari 350 tahun. Peran besar pejuang seperti Keumalahayati telah memberikan pengorbanan besar dalam merebut kemerdekaan sebagai syarat berdirinya negara berdaulat. Malahayati, perempuan asli Aceh kelahiran 1 Januari 1550, merupakan salah satu tokoh penting dalam perjuangan tersebut.

Keturunan keluarga pengarung samudra, Malahayati tumbuh dalam lingkungan istana dan mengikuti akademi militer matra angkatan laut kesultanan. Pada usia 35 tahun, dia dipercaya menjadi Kepala Barisan Pengawal Istana Rahasia dan Panglima Protokol Pemerintah semasa Sultan Alauddin Riayat Syah al-Mukammil memerintah. Perlawanan pertamanya terhadap penjajah terjadi di perairan Teluk Haru dekat Selat Malaka pada 1586, di mana suaminya, Laksamana Tuanku Mahmuddin bin Said Al Latief, memimpin pasukan Kesultanan Aceh melawan pasukan Portugis. Meskipun berhasil mengusir Portugis, suaminya gugur dalam pertempuran tersebut, dan Malahayati bersumpah untuk melanjutkan perjuangan.

Dalam perjalanannya, Malahayati diberi pangkat laksamana oleh Sultan Riayat Syah, menjadikannya perempuan pertama di dunia yang memegang jabatan tersebut. Dia mengemukakan rencananya kepada Sultan untuk membangun armada tempur laut yang seluruh prajuritnya adalah perempuan. Pasukan inilah yang kemudian dikenal sebagai Inong Balee, terdiri dari 2.000 prajurit perempuan yang merupakan para janda dari prajurit yang gugur dalam pertempuran melawan Portugis.

Dibekali dengan kemampuan perang yang didapat dari Mahad Baitul Maqdis dan didukung oleh instruktur-instruktur perang tangguh, pasukan Inong Balee dipimpin oleh Malahayati dalam berbagai pertempuran melawan pasukan kolonial. Mereka membangun Benteng Inong Balee sebagai tempat perlindungan dan pusat pelatihan tempur. Selain berperan sebagai panglima perang, Malahayati juga menjadi juru runding yang piawai, memimpin perundingan dengan pihak Belanda dan Inggris.

Kisah heroik Malahayati telah membangkitkan semangat perlawanan dan ketangguhan para pejuang dalam perjuangan melawan penjajah. Pada 21 Juni 1599, Malahayati berhasil mengalahkan pasukan Belanda di tengah laut, dengan Laksamana Malahayati berhasil mengalahkan Cornelis de Houtman dalam duel satu lawan satu. Kepahlawanan Malahayati tidak hanya dikenal di dalam negeri, tetapi juga diakui di tingkat nasional. Pada 9 November 2017, Presiden Joko Widodo menetapkan Malahayati sebagai Pahlawan Nasional atas jasa-jasanya dalam perjuangan kemerdekaan.

Tindakan heroik dan keteguhan Malahayati menginspirasi generasi muda untuk tetap berjuang demi kemerdekaan dan keadilan. Pihak TNI-AL sendiri berencana untuk mengangkat kembali kisah heroik Malahayati melalui pementasan teaterikal yang akan diadakan pada 8-9 September 2023 di Jakarta, sebagai bentuk penghormatan terhadap peran pentingnya dalam sejarah bangsa.

Melalui kisah perempuan pejuang yang penuh semangat dan dedikasi seperti Malahayati, kita diingatkan akan pentingnya semangat perjuangan dan ketangguhan dalam menghadapi rintangan demi cita-cita dan keadilan. Kisahnya akan terus mengilhami kita semua untuk menghargai dan meneruskan perjuangan demi masa depan yang lebih baik.