Jakarta – Pada tahun 2019, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) akan memulai penggunaan skema baru pembiayaan infrastruktur yakni Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha Ketersediaan Layanan/Availability Payment (KPBU-AP). Inovasi pembiayaan infrastruktur tersebut dilakukan Kementerian PUPR untuk mengurangi gap pendanaan infrastruktur.
“Dengan skema KPBU-AP, kondisi jalan nasional terus terpelihara sepanjang tahun tanpa tergantung siklus APBN,” kata Menteri PUPR.
Dalam rangka sosialisasi dan mendapatkan masukan mengenai skema KPBU-AP dari calon investor, Kementerian PUPR melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Bina Marga menyelenggarakan penjajakan minat pasar (market sounding) pembangunan ruas jalan Wamena-Paro sepanjang 97,6 Km dengan biaya investasi sebesar Rp1,89 triliun dan pembangunan ruas jalan Paro-Mumugu sepanjang 136,2 Km senilai Rp2,6 triliun di Jakarta, Rabu (28/11). Selama ini investor mengenal skema KPBU dilakukan untuk pembangunan jalan tol.
Direktur Pengembangan Jaringan Jalan (PJJ) Ditjen Bina Marga, Rachman Arief Dienaputra mengatakan, market sounding kali ini menawarkan untuk pekerjaan pembangunan jalan, berbeda dengan market sounding jalan lintas timur Sumatera sebelumnya yang berupa pekerjaan pemeliharaan atau preservasi jalan.
Kedua jalan tersebut direncanakan sebagai jalur utama yang dapat menghubungkan Jayapura di sisi Utara sampai menuju Agats di sisi Barat Daya.
Skema ini memiliki masa konsesi selama 15 tahun dengan perincian, pada tiga tahun pertama badan usaha yang terpilih nantinya diwajibkan membangun jalan dan 12 tahun selanjutnya badan usaha tersebut melakukan pemeliharaan jalan. Dengan penerapan skema AP diharapkan ruas Wamena-Paro dan Paro-Mumugu dapat mendorong perkembangan ekonomi khususnya di wilayah Papua.
“Harapannya, dengan KPBU-AP ini infrastruktur bisa cepat tersedia dan masyarakat bisa lebih cepat menikmati layanan infrastruktur tersebut, sehingga pertumbuhan ekonomi dan wilayah bisa lebih cepat terjadi,” ungkap Arief.
KPBU-AP merupakan konsep baru penanganan jaringan jalan, dimana sebelumnya hanya ada dua skema yaitu melalui APBN reguler dan pinjaman luar negeri. Dengan skema AP untuk jalan nasional non tol ini, pemerintah mempersilahkan Badan Usaha untuk menyediakan layanan terlebih dahulu, dengan spesifikasi dan aturan yang telah ditentukan pada awal. Untuk kemudian pemerintah melakukan pembayarannya bertahap.
“Konsepnya tiga tahun pertama Badan Usaha akan membangun jalan, 12 tahun kemudian tugas Kementerian PUPR dengan dukungan Kementerian Keuangan, untuk melakukan pembayaran terhadap investasi yang yang sudah dilakukan Badan Usaha. Karena kalau dengan APBN yang biasa untuk pembangunan yang besar seperti ini kita akan sulit dibangun dalam waktu singkat,” sambungnya.
Sementara perkembangan KPBU-AP preservasi jalan di Sumsel dan Riau, saat ini sudah melewati fase pra-kualifikasi. “Ini sudah mendekati final. Kita perkirakan pada minggu kedua Desember sudah bisa kita lakukan lelangnya,” ujar Arief. Sebagai informasi, pada Februari lalu, Ditjen Bina Marga melakukan penjajakan minat pasar skema KPBU-AP untuk paket preservasi jalan nasional di Riau sepanjang 43 Km dengan nilai investasi Rp 882 miliar dan jalan nasional di Sumsel sepanjang 30 Km dengan nilai Rp 1,97 triliun.