Komisi VII DPR RI menyoroti kebocoran gas Hydrogen sulfide (H2S) dari pembangunan power plant Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTGB) yang dikerjakan PT Sorik Merapi Geothermal Plant (SMGP). Dalam kejadian tersebut lima orang warga Mandailing Natal, Sumatera Utara meninggal dunia dan puluhan warga lainnya dilarikan ke puskesmas terdekat.
Anggota Komisi VII DPR RI Zulfikar Hamonangan menilai, kebocoran gas H2S dari pembangunan power plant PLTGB yang dikerjakan oleh PT SMGP sehingga menewaskan lima orang seharusnya bisa dicegah dengan cara memberikan tanda batasan-batasan wilayah berbahaya, dengan demikian masyarakat tidak akan terkena dampaknya.
“Seharusnya ini bisa dicegah. Sehingga, ketika terjadi kebocoran gas, tidak memberikan dampak kepada manusia. Contohnya dengan berikan tanda bahaya ataupun menaruh hewan-hewan seperti kambing, sehingga apabila ada gas beracun maka hewan duluan yang terkena bukan masyarakatnya,” kata Zulfikar saat Rapat dengan Dirjen EBTKE dan Dirut PT SMGP di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (3/2/2021).
Politisi yang berasal dari Daerah Pemilihan Banten III tersebut mengatakan, bencana kebocoran gas terjadi akibat human error yang sebelumnya tidak melakukan peninjauan langsung akan bahayanya dan memberikan solusi-solusi tepat guna menghindarkan gas berbahaya tersebut dari manusia.
“Kejadian ini terjadi akibat human error, bukan itu saja tetapi leader-nya juga error, mengapa demikan? Pak Dirut ini memberikan paparan saja seperti orang kebingungan, yang dijelaskan juga tidak masuk akal sehingga dapat dipastikan ini bukan PLTGB lagi tetapi pembangkit listrik pencabut nyawa,” pungkas Zulfikar.
Seperti yang diketahui PT SMGP memang sedang membangun power plant pembangkit listrik tenaga panas bumi di desa Sibanggor Julu, Kecamatan Puncak Sorik Merapi, Kabupaten Madina. Pengerjaan tersebut sudah berjalan 80 persen. (tn/es)