Kalau Sakit Itu Hujan, Maka JKN-KIS Itu Payungnya

Samarinda (21/02/2019) – Terik matahari siang itu begitu menyengat saat Tim Jamkesnews menelusuri gang kecil yang tersusun dari ratusan potong kayu Ulin.

Gang kecil yang hanya dapat dilalui oleh kendaraan roda dua ini merupakan salah satu kampung nelayan yang terletak di bantaran Sungai Mahakam, tepatnya di Kelurahan Bantuas Kota Samarinda.

Read More

Perjalanan ini ditempuh untuk menuju kediaman Trino Junaidi (64), salah seorang peserta program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) dari segmen Pekerja Penerima Upah (PPU).

Setelah beberapa kali bertanya pada warga sekitar kediaman Trino, akhirnya Tim Jamkesnews tiba di sebuah rumah sederhana bercat hijau. Seorang wanita paruh baya menyambut dengan ramah, ia tak lain adalah istri Trino yang  mengatakan bahwa suaminya sedang mendampingi warga melaksanakan kerja bakti. Ternyata Trino adalah Ketua RT 01 Kelurahan Bantuas.

Tak lama setelah istrinya menghubungi melalui hand phone akhirnya Trino pulang. Aktivitasnya sehari-hari selain menjadi Ketua RT, ia juga bekerja sebagai penjaga keamanan di sebuah perusahaan pertambangan sejak 2008 silam. “Sebenarnya saya sudah tidak cocok bekerja sebagai tenaga keamanan karena sudah tua,” ungkap kakek sembilan cucu ini.

“Kalau sudah tua begini ada saja penyakit yang datang, untungnya saya dan keluarga telah didaftarkan oleh perusahaan menjadi peserta JKN-KIS sejak tahun 2014. Jadi tidak perlu kawatir bila sewaktu-waktu sakit, ibaratnya kalau penyakit itu hujan maka JKN-KIS adalah payungnya,” terang Trino.

Selama menjadi peserta JKN-KIS, Trino merasakan manfaat yang sangat besar ketika menggunakan untuk berobat. Sekitar satu tahun yang lalu tepatnya di akhir Bulan Ramadhan 1439 H, ia menjalani operasi usus buntu dan terpaksa harus merayakan  Idul Fitri di rumah sakit.

Sakitnya berawal pada suatu malam saat ia bekerja  shift malam. Ia merasa ada yang tidak beres dengan perutnya karena terasa sakit sekali. Semula ia mengira hanya masuk angin biasa sehingga tidak ia hiraukan. Keesokan harinya, sakitnya tak kunjung reda. Akhirnya dengan berbekal kartu JKN-KIS ia memeriksakan kondisinya ke puskesmas terdekat. Diagnosa awal Trino menderita sakit maag.

Setelah tiga hari mengkonsumsi obat dari dokter, rasa nyeri pada perut Trino tak kunjung sirna juga. Ia  sudah tidak tahan lagi, sehingga akhirnya memutuskan untuk kembali berobat ke puskesmas. Serangkaian pemeriksaan dilakukan untuk menegakkan diagnosa pada penyakit Trino, hingga dokter menyatakan bahwa ia menderita penyakit usus buntu dan harus dilakukan tindakan operasi.

“Saat dokter mengatakan harus operasi saya sempat merasa kawatir dan takut, khwatir dengan biaya karena operasi pasti mahal, dan sempat pikir ‘jangan-jangan tidak ditanggung oleh JKN-KIS’. Kemana lagi harus cari biaya, takut juga karena saya takut sama jarum,” aku Trino sambil tertawa lebar.

“Akhirnya saya minta penjelasan dari rumah sakit terkait biaya operasi ini. Alhamdulillah, berdasarkan pejelasan rumah sakit semua biaya operasi dijamin oleh program JKN-KIS, lega rasanya tak ada lagi kekawatiran biaya, tinggal melawan rasa takut aja,” ujarnya sambil menahan tawa.

Trino menjalani operasi usus buntu kurang lebih tiga jam, ketika sadar dirinya sudah berada di ruang perawatan. Beberapa hari menjalani masa penyembuhan di rumah sakit dan setelah dinyatakan baik akhirnya ia boleh pulang dan menjalani rawat jalan.

 “Saya sangat terbantu dengan program ini, iuran yang dipotong dari gaji saya sebesar 1% ternyata menfaatnya lebih dari 100%. Karena bisa jadi iuran saya yang telah terkumpul selama menjadi peserta JKN-KIS tidak mencukupi untuk sekali operasi, dan yang paling membuat saya bahagia adalah tak sepeser pun saya mengeluarkan biaya,” pungkas Trino di akhir perbincangan.

Related posts

Leave a Reply