Jakarta – Data Kementerian Kesehatan menunjukkan bahwa sampai dengan November 2017, ada 95 Kab/kota dari 20 provinsi melaporkan kasus Difteri. Sementara pada kurun waktu Oktober – November 2017 ada 11 provinsi yang melaporkan terjadinya KLB Difteri di wilayah kabupaten/kota-nya, yaitu 1) Sumatera Barat, 2) Jawa Tengah, 3) Aceh, 4) Sumatera Selatan, 5) Sulawesi Selatan, 6) Kalimantan Timur, 7) Riau, 8) Banten, 9) DKI Jakarta, 10) Jawa Barat, dan 11) Jawa Timur.
Dalam menyikapi terjadinya peningkatan kasus Difteri, masyarakat dianjurkan untuk memeriksa status imunisasi putra-putrinya untuk mengetahui apakah status imunisasinya sudah lengkap sesuai jadwal.
“Jika belum lengkap, agar dilengkapi”, kata Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Oscar Primadi
Masyarakat juga dihimbau untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat, menggunakan masker bila sedang batuk dan segera berobat ke pelayanan kesehatan terdekat jika anggota keluarganya ada yang mengalami demam disertai nyeri menelan, terutama jika didapatkan selaput putih keabuan di tenggorokan.
“Masyarakat perlu mendukung dan bersikap kooperatif jika di tempat tinggalnya diadakan ORI (Outbreak Response Immunization) oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota setempat,” kata Oscar.
Gejala Difteri
Difteri merupakan penyakit yang sangat menular. Penyakit ini disebabkan oleh kuman Corynebacterium diptheriae.
Difteri menimbulkan gejala dan tanda berupa demam yang tidak begitu tinggi, 38ºC, munculnya pseudomembran / selaput di tenggorokan yang berwarna putih keabu-abuan yang mudah berdarah jika dilepaskan, sakit waktu menelan, kadang2 disertai pembesaran kelenjar getah bening leher dan pembengakan jaringan lunak leher yang disebut bullneck. Adakalanya disertai sesak napas dan / suara mengorok.
Difteri dapat menyerang orang yang tidak mempunyai kekebalan terutama anak-anak.
Cegah Difteri dengan Imunisasi
Pencegahan utama Difteri adalah dengan imunisasi. Indonesia telah melaksanakan Program imunisasi – termasuk imunisasi Difteri – sejak lebih 5 dasa warsa. Vaksin untuk imunisasi Difteri ada 3 jenis, yaitu vaksin DPT-HB-Hib, vaksin DT, dan vaksin Td yang diberikan pada usia berbeda. Imunisasi Difteri diberikan melalui Imunisasi Dasar pada bayi (di bawah 1 tahun) sebanyak 3 dosis vaksin DPT-HB-Hib dengan jarak 1 bulan. Selanjutnya, diberikan Imunisasi Lanjutan (booster) pada anak umur 18 bulan sebanyak 1 dosis vaksin DPT-HB-Hib; pada anak sekolah tingkat dasar kelas-1 diberikan 1 dosis vaksin DT, lalu pada murid kelas-2 diberikan 1 dosis vaksin Td, kemudian pada murid kelas-5 diberikan 1 dosis vaksin Td.
Keberhasilan pencegahan Difteri dengan imunisasi sangat ditentukan oleh cakupan imunisasi, yaitu minimal 95%.
Munculnya KLB Difteri dapat terkait dengan adanya immunity gap, yaitu kesenjangan atau kekosongan kekebalan di kalangan penduduk di suatu daerah. Kekosongan kekebalan ini terjadi akibat adanya akumulasi kelompok yang rentan terhadap Difteri, karena kelompok ini tidak mendapat imunisasi atau tidak lengkap imunisasinya. Akhir-akhir ini, di beberapa daerah di Indonesia, muncul penolakan terhadap imunisasi.
“Penolakan ini merupakan salah satu faktor penyebab rendahnya cakupan imunisasi. Cakupan imunisasi yang tinggi dan kualitas layanan imunisasi yang baik sangat menentukan keberhasilan pencegahan berbagai penyakit menular, termasuk Difteri”, ungkap Oscar.