Jakarta, 31 Oktober 2018 – Diabetes Melitus (DM) sering dianggap sebagai penyakit orang dewasa. faktanya, penyakit tersebut bisa juga terjadi pada anak-anak dan remaja, khususnya DM tipe 1.
Diabetes Melitus atau penyakit kencing manis adalah gangguan metabolisme yang timbul akibat peningkatan kadar gula darah di atas nilai normal yang berlangsung secara kronis. Hal ini disebabkan adanya gangguan pada hormon insulin yang dihasilkan kelenjar pankreas.
Insulin berfungsi mengatur penggunaan glukosa oleh otot, lemak, atau sel-sel lain di tubuh. Jika produksi insulin berkurang akan menyebabkan kadar gula dalam darah menjadi tinggi serta gangguan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein.
Penyakit ini bisa dibedakan menjadi 2 tipe, yakni DM tipe 1 yang disebabkan oleh pankreas yang tidak memproduksi cukup insulin, dan DM tipe 2 disebabkan oleh gangguan kerja insulin yang juga dapat disertai kerusakan pada sel pankreas.
Data Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menunjukkan angka kejadian DM pada anak usia 0-18 tahun sebesar 700% dalam kurun waktu 10 tahun.
Sejak September 2009 hingga September 2018 terdapat 1213 kasus DM tipe 1, paling banyak ditemukan di DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, dan Sumatera Selatan. Pengumpulan data jumlah kasus DM tipe 2 pada anak masih belum dilakukan secara luas. Sementara ini jumlah pasien dengan DM tipe 2 di RS Cipto Mangunkusumo terdapat 5 pasien sejak tahun 2014.
DM tipe 1 bisa disebabkan oleh sejumlah faktor di antaranya kecenderungan genetic, faktor lingkungan, sistem imun, dan sel pankreas yang perannya terhadap DMI 1 belum diketahui.
dr. Aman Pulungan dari Ikatan Dokter Anak Indonesia mengatakan Gejala yang perlu diwaspadai jika anak menderita DM adalah anak menjadi banyak makan, banyak minum, sering kencing dan mengompol, penurunan berat badan yang drastis dalam 2-6 minggu sebelum terdiagnosis, kelelahan dan mudah marah, dan gejala lainnya seperti sesak napas dan dehidrasi.
”Kalau ada anak haus, sering minum, makan banyak, sering kencing dan mengompol, hal yang pertama yang harus dipikirkan adalah diabetes,” kata dr. Aman, Rabu (31/10) di gedung Kementerian Kesehatan.
DM tipe 1 tidak dapat dicegah dan siapapun dapat mengalaminya. Di Indonesia penyakit ini pertama kali didiagnosis paling banyak pada kelompok usia 10-14 tahun dengan 403 kasus, kemudian kelompok usia 5-9 tahun dengan 275 kasus, kelompok usia kurang dari 5 tahun dengan 146 kasus, dan paling sedikit adalah usia di atas 15 tahun dengan 25 kasus.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kementerian Kesehatan dr. Cut Putri Ariane, M.H.Kes menjelaskan permasalahan DM lainnya di Indonesia adalah terkait terdiagnosis dan tidak terdiagnosisnya penyakit tersebut.
Berdasarkan Riskesdas 2013 dari jumlah penduduk Indonesia ada 6,9% orang dengan DM. Dari jumlah itu, ada 69,6% penyakit DM yang tidak terdiagnosis dan 30,4% terdiagnosis.
Arah kebijakan Kementerian Kesehatan untuk mengatasi penyakit itu lebih diarahkan pada penemuan kasus DM di masyarakat sedini mungkin melalui upaya deteksi dini faktor risiko penyakit tidak menular (PTM) di Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) dan meningkatkan rujukan bagi kasus terduga DM.
”Apabila masyarakat kita patuh mendatangi Posbindu sebulan sekali, saya pikir kasus PTM ini bisa lebih ditekan. Screening untuk diabetes anak dilakukan di rumah sakit, tapi di fasilitas tingkat pertama juga bisa dipantau oleh dokter umum dengan gejala sering haus, banyak makan, banyak kecing, mudah lelah,” kata dr. Cut Putri Ariane.