Ucapan selamat tak hentinya mengalir kepada Ike Farida seorang seorang perempuan yang baru saja meraih Doktor Hukum dengan nilai cumlaude setelah selesai sidang promosi yang dilaksanakan di Auditorium Djoko Soetono Gedung B, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Kampus UI Depok pada Sabtu 9 Desember 2017. Dalam Disertasinya yang berjudul “Membangun Sistem Outsourcing yang Berkeadilan Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi 27/ PUU-IX/2011,” Ike Farida mengulas permasalahan outsourcing yang ada pada saat ini, khususnya penolakan keras dari para pekerja terhadap sistem outsourcing di Indonesia.
Dalam Disertasinya tersebut, Ike Farida yang juga merupakan Lulusan Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Chuo, Tokyo – Jepang berpendapat bahwa permasalahan outsourcing yang ada pada saat ini diakibatkan oleh aturan yang tumpang tindih dan adanya kekosongan hukum sehingga mengakibatkan ketimpangan hak dan kewajiban para pelaku outsourcing. Aturan outsourcing yang ada pada saat ini dirasa belum mengakomodir kepentingan seluruh pelaku outsourcing, bahkan berbenturan satu sama lain. Oleh karena itu, berdasarkan penelitiannya yang membandingkan sistem outsourcing pada beberapa Negara maju yaitu Jerman, Amerika. Inggris dan Jepang ditemukan suatu solusi bagi permasalahan ini, yakni dengan mengeluarkan formula baru setingkat undang-undang yang mengatur tentang outsourcing. Di dalam formula baru tersebut perlu diatur ketentuan hak dan kewajiban para pelaku outsourcing secara menyeluruh dengan memperhatikan kepentingan masing-masing para pelaku outsourcing.
Outsourcing dianggap oleh sebagian pihak sebagai suatu sistem di dalam ketenagakerjaan sebagai sarana pendukung untuk mengembangkan usaha. Hal ini dikarenakan outsourcing dapat mengefisienkan dan mengoptimalkan proses kegiatan produksi maupun operasional dalam perusahaan. Secara sederhana, outsourcing adalah suatu penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain, baik itu melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerj atau buruh. Namun apabila kita menelisik isu katenagakerjaan di Indonesia saat ini, outsourcing dianggap sebagai suatu sistem yang menggerus nilai-nilai keadilan khususnya bagi pekerja outsourcing. Sebagaimana kita ketahui outsourcing kerap kali ditolak hampir di seluruh Indonesia karena outsourcing di persepsikan sebagai sistem yang hanya melihat pekerja semata-mata sebagai suatu komoditas atau barang di sebuah pasar tenaga kerja. Buruh atau pekerja seringkali mendapatkan perlakuan diskriminatif seperti pembedaan upah dengan pekerja lainnya, tidak adanya jaminan kelangsungan bekerja, tidak memiliki kesempatan karir, dan tidak diberikan hak-hak lain yang seharusnya didapat oleh pekerja outsourcing dari problematika-problematika yang melekat dalam sistem outsourcingkhususnya dalam ruang keadilan yang dianggap belum terisi dengan hak-hak pekerja, membuat sdri Dr Ike Farida, SH LL.M yang merupakan satu-satunya Doktor pada program studi Ilmu Hukum lulusan Universitas Indonesia yang fasih berbahasa Jepang melakukan penelitian praktik outsourcing dalam sistem ketenagakerjaan di Indonesia yang berkeadilan di masa depan. Keadilan yang coba ditata dan dibangun oleh Dr Ike Farida, SH, LL.M adalah keadilan yang dikemudian hari tidak hanya dapat dirasakan oleh pekerja saja, tetapi juga dapat dirasakan oleh semua pelaku outsourcing lainnya. Hal ini tentu tidak mudah karena terlebih dahulu harus menentukan hak dan kewajiban masing-masing pihak secara seimbang berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.
Mencoba sekilas melirik aturan terkait praktik outsourcing di Indonesia, tidak terlepas dari Undang-Undang No. 13/2003 (UU Ketenagakerjaan). Putusan MK No. 27 /PUU-IX/2011, dan aturan pelaksanaan putusan MK tersebut seperti Permenakertrans No. 19/2012 dan aturan pelaksana lainnya. Dr. Ike Farida. SH, LL.M melihat Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan saat ini memiliki beban yang berat karena telah memuat banyak materi muatan yang mengatur hal-hal umum dalam ketenagakerjaan sampai dengan hal teknis dan administratif. Tidak sampai disitu, Dr Ike Farida, SH, LL.M juga melihat bahwa putusan MK No. 27/PUU-IX/2011 luput untuk memperhatikan kepentingan pelaku outsourcing lainnya. Ruh dalam putusan MK tersebut hanya meletakkan keadilan dalam satu ruang saja yaitu bagi pekerja. Dr. Ike Farida, SH. LL.M juga memperhatikan implementasi dari aturan pelaksana putusan MK tersebut yaitu Permenakertrans No 19/2012 yang ternyata tidak sesuai prosedur pembentukkannya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No 12/2001 (UU PPP). Jika kita bandingkan dengan beberapa negara maju seperti di Jerman, Amerika, Inggris dan Jepang, mereka telah memiliki pengaturan outsoucingnya tersendiri, baik yang dituangkan dalam undang- undang khusus, maupun kebijakan-kebijakan yang menyokong praktik outsourcing agar dapat dilaksanakan seadil-adilnya.
Dari pengamatan dan penelitian yang telah dilakukan Dr. Ike Farida. SH. LL. M yang juga merupakan lulusan Universitas Chuo – Jepang, berhasil meletakkan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma dengan menitikberatkan persoalan ketenagakerjaan kedalam satu model alternatif praktik outsourcing yang berkeadilan bagi semua pelaku outsourcing dengan mengadopsi pengaturan outsourcing di beberapa negara maju. Dengan alternatif model tersebut, sangat wajar hasil penelitiannya telah diakui di Dunia Internasional. Ketika Calon Doktor lainnya harus menulis sebuah jurnal sebagai syarat kelulusan, Dr. Ike Farida, SH, LL.M. berhasil menyelesaikan sedikitnya 5 Jurnal yang berkaitan dengan ketenagakerjaan. Kajian Disertasi ini menjadi masukan yang sangat positif bagi pemerintah dalam melakukan perubahan besar dalam praktik outsourcing di Indonesia agar dapat mewujudkan keadilan bagi semua pelaku outsourcing berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945. Perubaban besar ini dapat didukung oleh : undang-undang khusus outsourcing pengaturan sanksi yang tegas, pengawasan yang terintegrasi, dan sosialisasi yang berkesinambungan.