Seremonia.id – Keberangkatan ibadah haji tahun ini diwarnai dengan beragam pemberitaan mengenai 46 calon haji furoda yang terdampar di Jeddah karena data nya tidak lolos di bagian pengecekan imigrasi. 46 jemaah ini berdasarkan informasi bukan berasal dari Indonesia, melainkan dari Singapura dan Malaysia.
Bahkan beberapa Jemaah telah mengeluarkan biaya yang tidak sedikit senilai Rp 200-300 juta untuk berangkat haji tanpa jalur antre berbulan-bulan. Hal ini bisa terjadi karena mereka tidak menggunakan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) melainkan sebuah travel yang biasa memberangkatkan Jemaah haji khusus sehingga dokumen yang disiapkan tidak sesuai dengan yang disyaratkan oleh Pemerintah Arab Saudi.
Haji furoda merupakan pelaksanaan haji dari undangan langsung kerajaan Arab Saudi yang dikeluarkan oleh setiap kedutaan Negara tanpa menunggu antrian yang membuat haji furoda tidak perlu menunggu antrian seperti pada umumnya dalam jangka waktu yang lama dari 10 sampai 15 tahun.
Kemenag tidak mengurusi permasalahan ini karena dianggap hak dari Pemerintah Arab Saudi untuk mengundang mitra sebagai bentuk penghormatan atau penghargaan dukungan diplomatic.
Haji furoda ini memperoleh visa resmi dari pemerintah Arab Saudi sehingga sudah ada jaminan bahwa ibadah haji ini tidak akan terkendala. Haji furoda ini bisa dilaksanakan pada tahun yang sama ketika menerima visa dari Pemerintah Arab Saudi.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019, warga negaar Indonesia melaksanakan ibadah hai dengan visa mujalamah harus berangkat melalui penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PHIK) atau travel khsusu yang sudah terdaftar menangani ibadah haji terdaftar di Kementrian Agama Republik Indonesia.
Hal ini perlu dilakukan agar pemerintah bisa tetap memonitoring para WNI yang akan melakukan ibadah haji. Haji dengan Visa Mujalamah (Haji Furoda) dalam penyelenggarannya tidak tekait dan bukan menjadi tanggung jawab Indonesia melainkan tanggung jawab perusahaan yang bertindak sebagai penyelenggara ibadah haji khusus (PHIK).